Lihat ke Halaman Asli

Sang Waktu

Diperbarui: 7 Februari 2023   18:59

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Di suatu senja yang menghantarkan waktu pada sang malam, ada jiwa-jiwa yang sepi, menuntut uluran kasih sang waktu, semuanya seperti mimpi saja, dalam penerawangan senja kelabu, semua terasa hampa, seakan ada bahasa-bahasa yang melucu, melucu melihat seorang anak manusia di setiap zaman yang bergulir, ada seperti sikap keangkuhan sang waktu, padahal kita ketahui sang waktu itu selalu bersahabat erat dengan cinta, namun entah kenapa, sang waktu itu tersenyum dengan ekspresi yang sedikit mengejek, termasuk senja di hari ini, sebelum meninggalkan hari yang penuh dengan pengalaman hidup anak manusia, di dalam pengantarannya yang hampir sempurna, senjapun sedikit berbisik pada sang malam, seakan ada rahasia yang penduduk bumi tidak ketahui, bahasa yang sengaja dirahasiakan menandakan ada keganjilan dari sang waktu. Aku hanya bisa diam melihat tingkah sang waktu, bagaimanapun waktu juga adalah ciptaan sang Kuasa, tapi apakah tidak bisakah sang waktu sedikit menghargai anak manusia yang di sebut khalifah ini?

Malampun tiba dengan indahnya, setelah mendengar satu kata patah dari bisikan senja, sang waktu mulai menggerakan jari jemarinya yang begitu manis namun bagi manusia terkesan tidak bersahabat, ada apa dengan hari ini?, kalaupun ada pertanyaan seperti itu, sang malam hanya bisa sedikit tersenyum dengan bahasa diam yang mengikutinya,  penasaranpun pasti ikut menghantui tiap pribadi yang begitu lugu dan menjadi angkuh disaat yang lain, terasa ada siraman badai penurunan eksitensi, kelemahan untuk berbuat dan tuntutan untuk jatuh dalam jurang kepasrahan, jeratan itu begitu kuat mengancam eksitensi diri sang anak manusia, apakah ini pertanda perang?, perang manusia dengan sang waktu, ataukah ini hanya trauma psikologis anak manusia dan menyalahkan sang waktu atas apa yang dirasakannya sekarang ini?

Anak manusia itu hanyalah seorang pribadi, pribadi yang memiliki harapan bukan sekedar ilusi, menatap dalam sepi wajah-wajah yang tidak di ketahui, biarlah senja dan malam tidak mau menyapaku si anak manusia dengan mesra, masih ada harapan untuk sang fajar, jika mentari mulai menerangi hari besok dengan indahnya, damaikanlah sang anak manusia itu dengan waktu.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline