Lihat ke Halaman Asli

Jemmi Saputera

Pekejaan Jurnalis, Tamatan S1 Komunikasi STISIPOL Candradimuka Palembang

Jiwa Pers adalah Visioner, Bukan Imajiner

Diperbarui: 13 Januari 2022   13:33

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Jemmy Saputera, Penulis dan jurnalis di Palembang/dokpri

Oleh : Jemmy Saputera, S.I.Kom

Dunia pers, khususnya di Indonesia belakangan ini diakui atau tidak telah mengalami proses perubahan luar biasa. Apalagi dengan berkembangnya dunia teknologi, kehidupan pers yang sejatinya memiliki empat sifat kenabian kini justru banyak kehilangan integritasnya.

Menelaah peran pers dewasa ini, saya teringat ungkapan  Imron Suptiyadi, senior saya sekaligus  mantan Pemimpin Redaksi KabarSumatera  tempat dimana dulu saya pernah bekerja. Ia mengatakan bahwa seorang wartawan adalah rasul dalam tanda kutip. Maksudnya adalah seorang wartawan yang baik adalah mereka yang menyampaikan informasi secara jujur, amanah, dan mencerdaskan masyarakat sebagai penerima informasi

Dulu, ketika duduk dibangku kuliah, saya juga belajar banyak hal tentang dunia pers, termasuk bagaimana cara mencari dan meramu informasi menjadi sebuah karya tulis yang membangun peradaban manusia. Oleh sebab itu, saya beranggapan bahwa sifat visioner  sangat penting untuk di jadikan perisai diri bagi setiap wartawan dalam mengemban tugas pentingnya sebagai pewarta. Dan untuk melahirkan wartawan berintegritas, saya kira cukup kita meneladani empat sifat Rasul SAW. Diantaranya ialah,shidiq, amanah, tabligh, dan fatotanah.

Apa itu sifat-sifat Nabi Muhammad SAW :

  • As Shidiq (jujur).  
    Kemajuan dunia teknologi disadari atau tidak telah menggerus nilai kejujuran dalam diri seorang wartawan.Diakui atau tidak, saat ini banyak istilah wartawan copy paste, wartawan peminta berita sesama dan yang paling dahsyat adalah sebutan wartawan kutu loncat. Loh kok bisa..? Sebutan kutu loncat sebenarnya di istilahkan kepada para wartawan yang tidak lagi menjunjung tinggi idealisme lembaga tempatnya bekerja.Terkadang jenis wartawan seperti ini, tidak memiliki karakter identitas. Karena mereka sendiri bingung mengenalkan diri kepada narasumber. Artinya, banyak dari mereka yang mengabaikan nilai --nilai kejujuram atas tanggung jawab terhadap lembaga dan masyarakat yang menjadi konsumen informasi darinya. Jika seorang wartawan tidak jujur, maka dipastikan ia juga tidak bisa melakukan fungsinya sebagai penyampai amanah yang baik.
  •  Wartawan juga harus amanah. Seorang wartawan hendaknya menterdepankan sifat amanah dalam dirinya. Bagaimana perusahaan tempat dimana dirinya bekerja adalah lembaga yang harus dijunjung tinggi nama baiknya sebagai pusat pengabdian diri. Diakui atau tidak, perusahaan yang sejatinya memberikan tempat baginya dalam menimba ilmu, mengais rezeki dan menghidupi keluarganya adalah anugerah terindah dari Allah SWT dalam menjalani hidup. Oleh sebab itu, seorang wartawan yang amanah adalah mereka yang tidak berlaku curang baik secara sadar maupun tidak sadar.
  • Wartawan dituntut memiliki sifat tabligh atau penyampai. Disini peran wartawan sangatlah penting. Mengingat peran pers sebagai penyampai informasi harus benar-benar akurat, tepat dan berimbang. Apalagi, derasnya media sosial dikalangan masyarakat terkadang jauh lebih cepat tersampaikan kepada pembaca. Disini sebenarnya peran pers sebagai pusat informasi harus tampil dengan produk pers berkualitas. Jangan sampai, produk lembaga pers justru bertukar haluan menjadi medsos tanpa bisa dipertanggungjawabkan.
  • Fatanah atau kecerdasan. Hari ini, tantangan kecerdasan kita adalah misalnya bagaimana pertumbuhan penduduk yag harus kita olah berdasarkan perkembangan teknologi digitalisasi.Oleh sebab itu, menjadi seorang wartawan haruslah visioner bukan imajiner. Karena produk-produk informasi pers yang disampaikan melalui tulisan, gambar ataupun visual adalah bagian dari kemajuan pemikiran dan wawasan akan masa depan.

Seorang Pewarta Adalah Pemimpin Visioner 

   Di masa Rasulullah SAW dan setelah wafatnya beliau yang menjadi "juru warta berita" umumnya ialah para khalifah atau sahabat Rasulullah atau orang-orang yang hidup di masa itu. Warta berita lebih banyak di distribusikan atau disampaikan dari mulut ke mulut karena sedikit yang pandai membaca dan menulis, tetapi kuat dalam hapalan dan ingatan. Yang jelas berita atau informasl berupa ucapan, peristiwa maupun kejadian seperti turunnya wahyu pertama, Isra' Mi'raj, pengembangan Islam dan hambatan-hambatannya adalah salah satu bukti bahwa para pewarta kala itu, mereka juga pemmpin yang memiliki jiwa visioner akan perkembangan masa depan.

Melihat titik balik kejadian ini, Saya kira tidaklah berlebihan jika saya beranggapan bahwa pewarta dizaman ini juga adalah pemimpin informasi yang memberikan pengetahuan, pendidikan, edukasi, hingga kontrol sosial kepada masyarakat. Oleh sebab itu, distribusi berita atau informasi hendaklah berasal dari jiwa kepemimpinan visioner yang dimiliki oleh seorang wartawan.  Orang dengan gaya kepemimpinan ini akan selalu melihat apa saja potensi perusahaan agar tetap eksis, sehingga  karya-karya jurnalistik yang dihasilkan memiliki tempat dihati para pembacanya. Dari hal-hal tersebut dapat disimpulkan bahwa, sosok pewarta yang visioner amat sangat dibutuhkan tidak hanya bagi perusahaan melainkan juga oleh masyarakat sebagai konsumen penerima informasi.

Perusahaan Pers Bukan Imajiner

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline