Lihat ke Halaman Asli

Muhammad Zulfadli

TERVERIFIKASI

Catatan Ringan

Perjalanan Singkat ke Manado, Tomohon, dan Minahasa

Diperbarui: 18 September 2023   22:18

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(dokumen pribadi)

Pada awal September lalu, saya bersama rombongan dari Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum UNM (FISH) berkesempatan berkunjung ke Manado, Sulawesi Utara, untuk menghadiri International Joint Confrence on Science and Technology (IJCST) yang diselengakaran di kampus Universitas Negeri Manado (Unima), karena FISH Unima adalah host IJCST 2023.

Ini kunjungan pertama saya ke provinsi Sulawesi Utara, yang kondang disebut dengan Bumi Kawanua, jadi saya ingin menuliskan perngalaman perjalanan singkat yang berkesan di forum ini.

Rombongan kami berjumlah 13 orang, berangkat melalui penerbangan pagi pukul 9.00 wita dari Hasanuddin Mandai. Nuansa dan atmosfer Manado benar-benar berbeda dari kota-kota lain, langsung terasa ketika kita turun dari pesawat boeing Citilink di Bandara Sam Ratulangi, setelah menempuh perjalanan hampir dua jam.

Meskipun termasuk internasional airport dengan fasilitas umum modern, Sam Ratulangi tidak sesibuk Bandara Sultan Hasanuddin, misalnya. Barangkali karena posisi Manado yang jauh dari lalu lintas penerbangan domestik yang berpusat di Jakarta, Surabaya, dan Bali.

Rombongan kami dijemput panitia IJCST dengan dua unit armada Toyota Hiace. Saya memilih duduk di depan supaya bisa mudah bertanya banyak hal pada driver yang mengantar kami selama 3 hari berkegiatan di Sulut.

Terletak di Teluk Manado dan dikelilingi daerah pegunungan dan pesisir pantai, Manado dan Sulut pada umumnya dihuni berbagai kalangan etnis dan agama, dengan mayoritas kristen protestan. Tapi mereka tetap hidup rukun dan saling bertoleransi. Sesuai semboyan masyarakat Manado yang banyak dipampang di jalan-jalan kota: "Torang samua basudara" yang artinya kita semua bersaudara.

Tujuan pertama kami adalah makan siang, mengingat sebagian dari kami banyak kelaparan akibat tidak sempat sarapan karena tergesa-gesa ke bandara pada paginya. Untung saya sempatkan sarapan tuna puff di gerai Starbucks menjelang boarding, dan memboyong americano cup ke pesawat.

Kami diantar ke Rumah Makan Sari Laut kawasan Pantai Singkil, tak jauh dari pusat kota. Konon ini kuliner favorit pagi warga setempat maupun pelancong. Tempatnya cukup luas dengan konsep dapur terbuka, puluhan jenis ikan dan aneka seafood segar dipajang di depan dapur sehingga pelanggan dapat leluasa memilih. Tak lama menunggu, semua pesanan tersaji di dua meja, siap disantap bersama. Racikan sambel rica-rica Manado ternyata lebih pedas daripada yang saya kira.

Setelah selesai urusan makan siang, sebelum menuju penginapan kami di Tomohon yang berjarak 30 kilo meter dengan rute menanjak dan berkelok, kami memilih melanjutkan berkeliling menimati suasana kota Manado pada siang hari yang terik.

Kami sempat melintasi Jembatan Megawati yang juga merupakan bangunan ikonik Manado. Jembatan ini mulai bisa dimanfatkan pada 2015 setelah 15 tahun dibangun mulai pada masa kepresidenan Megawati Soekanoputri. Panjangnya 677 meter dan lebar 10 meter.

Jarang ada jembatan di tengah kota, sehingga "Megawati" punya daya tarik kuat, pemandangan latar belakangnya adalah Gunung Klabat yang indah. Terletak di Jalan Hasanuddin, di atas Laut Manado untuk akses ke Taman Bunaken. Dari kejauhan saya dapat melihat beberapa kapal besar sedang berlayar.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline