Alexander Andries Maramis, atau lebih dikenal dengan sapaan A. A. Maramis, dilahirkan di Kota Manado pada tanggal 20 Juni 1897. Sosoknya mungkin tidak sepopuler tokoh-tokoh bangsa seperti Soekarno, Hatta, atau bahkan tokoh-tokoh nasional lainnya, tetapi kiprahnya dalam sejarah Indonesia juga meninggalkan jejak yang sangat menentukan dan menginspirasi bagi bangsa Indonesia. Ia termasuk salah seorang tokoh penting dalam dua fase penting Indonesia yaitu perumusan dasar negara dan penyelamatan keuangan republik Indonesia yang baru terbentuk kala itu.
Jejak Awal Sang Nasionalis
Maramis menempuh pendidikan dasarnya di Kota Manado. Setelah itu beliau melanjutkan sekolah menengahnya di Batavia. Kehausannya pada ilmu pengetahuan membawanya ke Universitas Leiden di Belanda, di mana ia berhasil meraih gelar Meester in de Rechten pada tahun 1924. Dari tanah Eropa, Ia membawa pulang wawasan hukum sekaligus semangat kebangsaan.
Sepulangnya ke tanah air Indonesia, Maramis bekerja sebagai advokat, tetapi hatinya selalu tertarik pada perjuangan kemerdekaan Indonesia. Kesempatan untuk menjadi bagian perjuangan kemerdekaan Indonesia itu tiba ketika ia duduk sebagai anggota BPUPKI, lalu masuk ke dalam Panitia Sembilan. Panitia sembilan adalah sebuah kelompok kecil yang merumuskan Piagam Jakarta pada tanggal 22 Juni 1945. Di sana, nama Maramis tercatat sebagai salah satu tokoh yang menandatangani naskah bersejarah yang kemudian menjadi bagian dari Pembukaan Undang Undang Dasar 1945.
Sang Penjaga Keuangan Negara
Setelah proklamasi, Republik yang masih rapuh harus segera membangun legitimasi di mata rakyat dan di mata dunia. Salah satu caranya yaitu lewat pencetakan mata uang sendiri. Sebagai Menteri Keuangan pertama, Maramis memikul tanggung jawab itu. Ia menandatangani Oeang Republik Indonesia (ORI). Oeang Republik Indonesia adalah uang kertas pertama yang terbit pada 1946.
Oeang Republik Indonesia bukan sekadar alat tukar semata, melainkan simbol kedaulatan. Dalam situasi perang dan blokade ekonomi, kehadiran Oeang Republik Indonesia sebagai uang nasional meneguhkan kenyataan bahwa Indonesia sudah berdiri di atas kaki sendiri. Keputusan berani yang diambil Maramis kala itu menjadi fondasi bagi sistem keuangan republik yang masih sangat muda.
Namun, tanggung jawab Maramis tidak berhenti di sana. Ia kembali menjabat sebagai Menteri Keuangan dalam kabinet-kabinet berikutnya, bahkan Ia sempat menjadi Menteri Luar Negeri di masa darurat. Di tengah pergolakan politik dan tekanan militer Belanda, Maramis memainkan peran krusial untuk memastikan roda ekonomi tetap berputar.
Diplomasi dan Pengabdian Lintas Benua
Setelah perang usai, kiprah Maramis meluas ke dunia diplomasi. Ia diutus menjadi duta besar di beberapa negara strategis seperti Filipina, Jerman Barat, Uni Soviet, hingga Finlandia. Tugas-tugas itu memperlihatkan kepercayaan pemerintah padanya sebagai figur yang mampu menghubungkan Indonesia dengan dunia internasional.
Meski lama berkiprah di luar negeri, Maramis tidak pernah kehilangan kecintaannya pada tanah air Indonesia. Pada tahun 1976, ia kembali ke Indonesia setelah puluhan tahun mengabdi di panggung diplomasi. Setahun kemudian, tepatnya pada tanggal 31 Juli 1977, Ia tutup usia. Akan tetapi, warisannya tidak pernah pudar dan tetap hidup dalam jejak sejarah bangsa.