Lihat ke Halaman Asli

Chaerol Riezal

Chaerol Riezal

Aceh: Mekkah Kedua dan Misi Terselubung Snouck Hurgronje

Diperbarui: 3 Oktober 2017   08:24

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi. Harian Aceh

Oleh: Chaerol Riezal*

Tak ada yang menyangka bahwa seorang orientalis asal Belanda yang bernama lengkap Dr. Christiaan Snouck Hurgronje merupakan sosok yang mengundang kontroversi bagi Aceh, tetapi ia menjadi pahlawan bagi Belanda dan begitu diagungkan. Ini persis seperti halnya pertanyaan yang sering kita dengar: Bagi Aceh dan Belanda, apakah Teuku Umar itu seorang pahlawan atau pemberontak?

Publik di Aceh pasti tidak akan pernah melupakan kunjungan misterius Snouck Hurgronje pada tahun 1891-1892 ke daerah yang mendapat julukan Serambi Mekkah. Bagaimana tidak, orientalis asal Belanda itu membawa misi ganda dalam membantu negaranya untuk meredam pasukan rakyat Aceh yang telah frustasi dihadapi oleh pasukan Belanda.

Ya benar, Snouck melakukan tindakan nekad sekaligus kontroversial dengan cara melakukan penyamaran (detektif) dan penelitian di Aceh. Entah Belanda sengaja atau tidak mendatangkan Snouck sebagai mata-mata untuk kepentingan kolonialisme di Aceh, yang jelas Snouck telah nekad melakukan tindakan kontroversi di Aceh. Sangking kontroversinya, bahkan aksi nekad yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje bermula dari pertualangannya yang berbahaya di kota suci Mekkah, sebelum akhirnya ia melakukan hal yang sama di Aceh.

Konon, pertualangan Snouck di Aceh sempat membawa dampak negatif. Dampak itu muncul dalam sebuah pepatah atau hadih maja Aceh, yang kemudian menjadi buah bibir di kalangan masyarakat Aceh sampai hari ini. Pepatah itu berbunyi: "Meunye na pakat, lampoh jeurat ta peugala". Artinya adalah jika ada ajakan, tanah kuburan pun bisa digadaikan. Pepatah itu diyakini hasil peninggalan Snouck yang telah memanipulasi sejarah Aceh. Akibatnya adalah Aceh pernah mengalami sebuah fenomena menjual tanah atau kompleks yang berisikan makam, dan terkadang terdapat nisan-nisan tokoh sejarah Aceh. Ironis memang.

Apa yang dilakukan oleh Snouck dianggap publik sebagai hal yang fenomenal, karena keberaniannya memasuki kota suci Mekkah melalui proses penyamaran sebagai seorang muslim (mualaf). Meski demikian, pertualangan berbahaya Snouck di Mekkah bukanlah yang pertama atau paling banyak dibicarakan, karena sebelumnya sudah ada orang-orang orientalis asal Eropa melakukan misi seperti yang Snouck lakukan. Sebut saja seperti Louis Massignon. Louis Massignon melakukan penelitian dan mengkaji tentang masyarakat muslim di Maroko. Louis Massignon adalah seorang orientalis terkenal asal Perancis yang pernah bekerja di kementerian luar negeri Perancis dan pemerintah kolonial Perancis di Maroko.

Tujuannya pun sama, yaitu bermula dari permintaan negaranya, kemudian dilanjutkan dengan penelitian dan berujung dengan tujuan akhir; kolonialisme dan imperialisme. Perlu diketahui bahwa orang non muslim yang melakukan kajian terhadap dunia ketimuran dan agama Islam, seperti yang dilakukan oleh Snouck Hurgronje atau Louis Massignon, dapatlah disebut sebagai seorang orientalis. Sementara tujuan seorang orientalis adalah orientalisme.

Snouck dan Mekkah: Sebuah Pertualangan Berbahaya

Snouck Hurgonje adalah contoh bagi kita bahwa ilmu dan hidayah merupakan dua hal yang berbeda. Orang-orang non muslim bisa saja mengkaji Islam secara mendalam, atau bahkan sampai ke sum-sumnya. Orang-orang non muslim juga bisa saja memandang Islam lewat perspektif keyakinan agamanya. Namun, persoalan hidayah untuk menerima Islam secara lahir dan batin merupakan mutlak urusan Allah. Itulah yang terjadi pada Snouck Hurgonje.

Snouck, meskipun ia telah mengkaji Islam secara mendalam dan juga secara terang-terangan mengatakan bahwa ia menaruh minat pada Islam dan jatuh cinta pada beberapa ajaran dalam Islam, tapi Allah tidak memberikan hidayah dalam hatinya sampai ajal menjemputnya pulang.

Ya benar, Snouck adalah produk nyata bahwa seberapa pun orang non muslim yang mengkaji Islam secara mendalam dan sungguh-sungguh, jika Allah tak memberinya hidayah, maka Islam pun tak akan masuk sepenuhnya dalam hatinya. Jadi, tidak ada iman Islam dalam hati si orientalis, sekalipun ia mengkaji Islam lewat sumber tertinggi (Al-Qur'an dan Hadist). Dengan kata lain, hidayah merupakan mutlak urusan Allah dan tidak dapat di ganggu gugat.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline