Lihat ke Halaman Asli

Budi Susilo

TERVERIFIKASI

Bukan Guru

Kala Gundala Murka

Diperbarui: 11 Maret 2025   17:01

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi Ketika Gundala Murka.(Gambar oleh Ron van den Berg dari Pixabay)

GUNDAH melanda. Desir-desir angin resah: merambat; meniup daun dan ranting menggubah irama sarat gulana; berpusar-pusar mengelilingi bangunan terendam air dan mengorkestrasi nada aeolian** nan menyayat.

Aku menatap ke angkasa, kepada langit menceritakan tentang segala rahasia yang membuat hati tercerai berai laksana keping-keping tak bertuan. Ingin aku menumpahkan segenap gelisah, kesah, serta amarah terpendam.

Betapa ..., betapa diriku merasa dihinakan dan mendapatkan perlakuan tidak pantas.

Gaduh. Seluruh warga suatu negeri gaduh di lini masa. Dalam waktu berturut-turut yang berkesinambungan tiada pangkal pun ujung, mereka menganggap aku sebagai pihak paling bertanggung jawab merendam daratan yang biasanya kering, serta menyebabkan tanah pada tebing berguguran dan runtuh membuat jalan-jalan terbelah, ambles.

Padahal aku telah melaksanakan tugas sebagaimana digariskan oleh rencana besar. Bukan kebiasanku mengabaikan, bahkan secuil perintah. Sejak jutaan tahun lalu, secara tertib sesuai dengan ketentuan, aku senantiasa memenuhi amanat tanpa syarat. Tanpa tanya. Tanpa melewatkan bagian-bagian, sekalipun yang paling subtil.

Tiada sempat dan tidak akan pernah terpikir untuk membalah aturan-aturan yang telah dikukuhkan, yang tercipta di masa pembentukan planet bumi ini.

Tak akan terbersit pertanyaan filosofis: mengapa ketentuan semacam itu harus ada? kenapa ketentuan tersebut harus dijalankan sesuai jadwal? apa tujuan dari itu semua? Tidak. Tidak, aku tidak hendak menggugat pertanyaan-pertanyaan yang tak dapat dijawab secara empiris.

Dalam hal mana kewajiban-kewajiban itu telah diatur berdasarkan urutan kerja. Terencana sempurna, terperinci, dan aku melakukannya secara saksama tanpa ada sedikit pun bagian terlewati. Takada pengubahan. Tak pernah ada penyesuaian.

Memang warga negeri? Warga negeri yang selalu protes atas apa saja. Dikasih dingin, mengeluh. Diberi kerontang, sambat. Lalu, maunya apa?

Mereka sebenarnya mahir membuat aturan. Bagus di atas kertas. Namun, berhubung tak sepenuhnya dipikirkan matang-matang, maka tidak sedikit masalah datang. Bentuk protesnya kemudian bikin gaduh, saling lempar kesalahan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline