Lihat ke Halaman Asli

Sudut Kritis Budi

Entrepreneur dan Penulis

3.000 Rumah Sitaan Bank Mandiri: Peluang Investasi atau Bom Waktu bagi Pembeli?

Diperbarui: 17 Agustus 2025   06:10

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi: Hasil generasi AI oleh ChatGPT/OpenAI berdasarkan prompt khusus dari penulis.

Bank Mandiri membuka peluang besar dengan melelang lebih dari 3.000 rumah sitaan KPR macet pada 2025. Dengan diskon hingga 50% dari harga pasar, bahkan mulai Rp 100 juta, tawaran ini tampak menggoda. Bagi masyarakat berpenghasilan menengah, kesempatan memiliki rumah di Jabodetabek dengan harga terjangkau adalah mimpi yang seolah bisa jadi nyata.

Namun, di balik angka-angka yang fantastis itu, ada pertanyaan besar: apakah rumah lelang benar-benar solusi kepemilikan rumah, atau justru menjadi bom waktu dengan risiko hukum, sosial, dan finansial?

⚖️ Risiko Hukum: Perlindungan Konsumen Masih Lemah
Membeli rumah lelang tak serta-merta aman. Meski Bank Mandiri menyatakan dokumen rumah “lengkap”, tetap ada risiko hukum yang mengintai:
- Sengketa kepemilikan → seringkali debitur lama menggugat eksekusi lelang.
- Status tanah → apakah SHM/HGB bebas dari blokir, sita, atau masalah agraria?
- Izin bangunan → tidak semua rumah sitaan memiliki IMB/PBG yang sesuai.

Secara hukum, mekanisme lelang diatur dalam Pasal 6 UU Nomor 4 Tahun 1996 tentang Hak Tanggungan (UUHT) yang memberi hak kepada kreditur (bank) untuk menjual objek hak tanggungan melalui lelang apabila debitur wanprestasi. Selain itu, Peraturan Menteri Keuangan (PMK)Nomor 213/PMK.06/2020 tentang Lelang menjadi pedoman teknis.Artinya, lelang sah secara hukum, tetapi perlindungan bagi pembeli masih minim jika muncul gugatan pasca-lelang.

🏚️ Risiko Fisik: Murah tapi Butuh Perbaikan
Harga rumah sitaan memang lebih rendah. Tapi, bagaimana kondisi fisiknya? Banyak rumah yang terbengkalai bertahun-tahun, rusak parah, atau tidak terurus.

Selain itu, ada pula risiko fasilitas umum (jalan, air, listrik) yang belum diserahkan pengembang ke pemerintah daerah. Jika pembeli tidak cermat, biaya renovasi bisa lebih besar dari selisih harga murah yang ditawarkan.

🚪 Risiko Sosial: Penghuni Lama Menolak Pergi
Inilah risiko paling sering dihadapi pembeli rumah lelang: penghuni lama yang enggan keluar. Secara hukum, setelah lelang sah, hak kepemilikan berpindah ke pembeli. Tetapi proses pengosongan bisa memakan waktu panjang, bahkan harus melalui eksekusi pengadilan.

Banyak kasus di lapangan menunjukkan penghuni lama melakukan perlawanan fisik, gugatan, bahkan perusakan rumah sebelum meninggalkan asetnya. Risiko ini jarang disampaikan secara transparan kepada calon pembeli.

💸 Risiko Finansial: Murah yang Bisa Jadi Mahal
Peserta lelang wajib menyetorkan uang jaminan 20–50% dari harga limit, lalu melunasi pembayaran paling lambat 5 hari kerja. Tenggat yang sangat ketat ini membuat pembeli harus benar-benar siap secara likuid.

Selain harga rumah, ada biaya tambahan:
- Pajak BPHTB dan PPh
- Balik nama di BPN
- Biaya notaris/PPAT
- Biaya renovasi dan pengosongan penghuni lama

Jika ditotal, harga rumah lelang bisa mendekati bahkan melebihi harga rumah non-lelang.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline