Pasar tradisional di Indonesia memegang peranan penting dalam perekonomian rakyat. Di balik hiruk pikuk aktivitas jual beli yang tampak sederhana, sebenarnya tersimpan dinamika ekonomi mikro yang kompleks, terutama dalam hal penentuan harga dan output (jumlah barang yang diproduksi atau dijual). Usaha Kecil dan Menengah (UKM) sebagai pelaku utama dalam pasar ini dihadapkan pada berbagai faktor yang memengaruhi keputusan harga dan jumlah output mereka.
Dalam konteks teori ekonomi mikro, keputusan harga dan output biasanya dijelaskan dalam kerangka pasar persaingan sempurna, di mana banyak penjual menjual produk homogen, dan harga ditentukan oleh kekuatan pasar (permintaan dan penawaran). Namun, dalam realitas pasar tradisional, kondisi ini tidak selalu berlaku sepenuhnya. UKM memiliki fleksibilitas yang lebih besar dalam menetapkan harga, meskipun tetap harus memperhitungkan kondisi pasar. Oleh karena itu, penting untuk mengidentifikasi faktor-faktor yang secara nyata memengaruhi pengambilan keputusan mereka.
Biaya Produksi dan Operasional
Salah satu faktor utama yang memengaruhi keputusan harga dan output adalah biaya produksi dan operasional. Bagi UKM yang bergerak di bidang makanan, misalnya, harga bahan baku seperti beras, minyak goreng, dan daging akan sangat menentukan harga akhir produk. Jika harga bahan baku naik, pengusaha dihadapkan pada pilihan sulit: menaikkan harga jual (dengan risiko kehilangan pelanggan) atau menurunkan margin keuntungan.
Sebagai contoh, seorang penjual nasi uduk di Pasar Kebayoran Lama mengaku harus menyesuaikan harga setiap kali harga telur dan beras naik. Namun, ia juga menyadari bahwa kenaikan harga terlalu drastis akan membuat pelanggan berpaling ke kompetitor. Akibatnya, ia memilih mengurangi porsi lauk atau menggunakan bahan alternatif agar tetap bisa menjual dengan harga terjangkau.
Permintaan Konsumen
Permintaan pasar juga menjadi pertimbangan penting. Di pasar tradisional, interaksi langsung dengan konsumen memberi UKM keunggulan dalam memahami preferensi dan daya beli konsumen. Seorang pedagang sayur di Pasar Palmerah menyatakan bahwa dia bisa memperkirakan permintaan berdasarkan musim dan hari dalam seminggu. Misalnya, permintaan cabai dan bawang melonjak menjelang akhir pekan atau hari besar keagamaan. Dalam situasi seperti ini, pedagang akan meningkatkan output dan bisa menaikkan harga sedikit, memanfaatkan lonjakan permintaan.
Sebaliknya, saat permintaan lesu, pedagang cenderung memberikan diskon atau menjual dalam kemasan lebih kecil. Ini adalah bentuk fleksibilitas yang penting dalam menjaga volume penjualan tetap stabil, meskipun margin keuntungan mungkin menurun.
Persaingan Antar Penjual
Meski tidak seketat persaingan dalam pasar modern atau online marketplace, persaingan antar pedagang di pasar tradisional tetap ada. Penjual barang serupa yang berada dalam jarak berdekatan akan saling memantau harga satu sama lain. Dalam kondisi ini, UKM cenderung tidak bisa menaikkan harga terlalu tinggi, karena khawatir kehilangan pelanggan tetap.
Namun, bukan berarti mereka selalu harus menjual dengan harga termurah. Banyak pelaku UKM yang bersaing dengan menonjolkan kualitas produk, pelayanan ramah, atau tambahan layanan seperti pengantaran ke rumah. Ini menunjukkan bahwa meskipun harga penting, faktor non-harga juga menjadi bagian dari strategi bersaing.