Lihat ke Halaman Asli

Blasius P. Purwa Atmaja

Praktisi Pendidikan dan Pembelajar

Menghadapi Siswa "Spesial"

Diperbarui: 17 Juni 2015   07:36

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

Tahun lalu saya mempunyai siswa laki-laki yang spesial. Dalam setiap pembelajaran di kelas sulit sekali saya melibatkan anak ini agar turut aktif mengikuti pembelajaran. Sebenarnya anak ini tidak mengganggu proses pembelajaran. Dia seorang siswa yang pendiam, atau bahkan terlalu pendiam.

Suatu saat saya memberikan tugas kepada anak-anak. Seperti biasanya saya berkeliling memeriksa proses anak-anak dalam mengerjakan tugas. Tibalah saya di samping meja anak yang spesial ini. Saya bertanya pada anak tersebut, “Sudah selesai, Nak?” Dia diam saja. Saya masih tetap menunggu di samping mejanya. Di luar dugaan, tangannya yang memegangi ballpoin gemetar dengan sangat keras. Giginya yang mengatup berbunyi gemeretak. Saya bertanya-tanya dalam hati. Ada apa ini? Akhirnya saya meninggalkan mejanya.

Setelah saya telusuri dengan mencari informasi dari guru Bimbingan Konseling, ternyata anak ini mengalami masalah dan sedang dalam pemantauan psikolog. Mengetahui hal tersebut saya lebih berhati-hati ketika bertanya atau menegur anak ini. Jangan sampai pertanyaan saya justru semakin membuat anak ini tertekan. Namun demikian, saya berpendapat bahwa anak ini harus tetap ditangani. Kalau dibiarkan dalam kondisi seperti itu tentu kasihan dia. Kelihatannya dia belum merasa nyaman berada di sekolah ini.

Saya merasa tertantang untuk mengadakan pendekatan personal dengan anak ini. Setiap kali bertemu, baik itu pagi, siang, ataupun sore saya selalu menyapa dengan menyebut namanya. Awalnya dia tidak pernah menjawab. Beberapa hari kemudian, dia mulai merespon dengan jawaban pendek “Ehmm.” Berikutnya setiap kali saya menyapa selamat pagi atau siang dia menjawab dengan jawaban pedek, “Pagi,” atau “Siang.” Meskipun menjawab singkat, ini sudah merupakan sebuah kemajuan.

Pada saat yang lain ketika dia keluar dari perpustakaan dan saya sedang duduk-duduk di dekat dapur, saya panggil dia. Saya mengajak dia duduk di samping saya. Saya tanya hobinya apa kalau sedang berada di rumah. Mungkin karena suasananya santai dan tidak berada di dalam kelas, dia akhirnya menjawab. “Bermain game, Pak!” Saya melanjutkan bertanya, “Main pakai apa? Komputer, HP, atau apa?”

“Kadang pakai laptop, kadang ya di HP,” jawabnya.

Dia kemudian mengeluarkan sebuah ponsel pintar dari dalam sakunya. Sejurus kemudian dia terlihat mengoperasikan ponsel tersebut. Tak lama kemudian dia tampak senyum-senyum sendiri. Saya jadi merasa penasaran. Saya tanyakan kepadanya, “Lihat apa kog senyum-senyum sendiri?” Saya lihat ponselnya. Ternyata di ponselnya terdapat banyak meme lucu. Berawal dari meme lucu itulah saya mencoba memasuki dunianya. Di kesempatan lain, setiap saya bertemu dengan dia, saya ungkit kembali meme lucu yang ada di HP-nya. Dia akhirnya bisa tertawa.

Dari kedekatan itu akhirnya saya sedikit mengetahui latar belakang kondisinya sekarang. Dia mengatakan bahwa dulunya dia adalah seorang yang lumayan banyak bicara. Karena banyak bicara itulah dia kemudian sering dibentak-bentak oleh gurunya sewaktu masih di sekolah dasar. Lama-kelamaan dia berubah menjadi pendiam dan tertutup. Dia juga mengatakan bahwa saat ini sedang dalam proses penangangan oleh seorang psikolog di Surabaya.

Kedekatan secara informal tersebut saya manfaatkan untuk tujuan pembelajaran. Kini siswa spesial itu sudah lebih mudah saya arahkan. Tidak ada ketakutan lagi. Meskipun tidak bisa dituntut seperti siswa-siswa pada umumnya, anak tersebut sudah mulai mau mengerjakan tugas. Sebuah perkembangan yang menggembirakan.

Berkebalikan dengan pengalaman tersebut, saya juga pernah mempunyai siswa spesial yang lain. Siswa tersebut terkenal sebagai siswa yang bandel, temperamen, suka cari gara-gara, dan beragam sebutan negatif lainnya. Intinya anak tersebut anak yang nakal. Banyak guru telah dibuat pusing menangani anak ini.

Menghadapi siswa seperti ini kita sudah semestinya berhati-hati. Kita perlu menelusuri latar belakang mengapa anak tersebut berperilaku seperti itu. Bisa jadi ada masalah lain yang menjadi pemicunya atau sebenarnya perilakunya itu hanya untuk mencari perhatian karena di rumah kurang mendapat perhatian dari orang tuanya.

Benar juga dugaan saya. Anak tersebut adalah korban broken home. Di rumah dia sering mendapat perlakuan fisik yang keras dari orang tuanya dan itu juga rupanya yang dia tiru. Kalau kita mau berpikir dan merenung lebih dalam, dia sebenarnya adalah korban. Kita sebagai pendidik seharusnya memberikan perhatian khusus terhadapnya bukan malahan ikut-ikutan mem-bully.

Anak yang keras dan kasar seperti ini harus didekati secara halus, disentuh hatinya, sehingga dia akan luluh. Kita juga tidak boleh mempermalukannya di depan teman-temannya atau mengungkit-ungkit kesalahan-kesalahan yang pernah ia lakukan karena hal itu hanya akan membuat dia berontak.

Sebagai manusia, wajar jika kita mencari yang mudah dan menghindari kesengsaraan. Mencari siswa yang nurut-nurut saja, tidak menimbulkan masalah. Namun faktanya, kita memang harus menghadapi berbagai karakter peserta didik beserta permasalahan yang dihadapinya. Kembali ke tugas kita sebagai guru, kita harus mampu mengajar dan mendidik. Mengajar berarti menyampaikan ilmu sesuai dengan bidang kita. Mendidik berarti membentuk sikap, watak, dan kepribadian seorang anak. Dengan demikian, dalam menghadapi siswa dengan karakter apa pun kita harus lebih bersabar dan sambil berusaha menemukan teknik yang tepat untuk menanganinya. Kita harus selalu berpikiran positif.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline