Disusun oleh: Mustafal Akhyar Aliyul Haq
Institusi: Akademi Digital Bandung
Pengantar
Dalam konteks akademik, penulisan karya ilmiah menjadi salah satu bentuk ekspresi pemikiran ilmiah yang paling esensial. Kualitas karya ilmiah sangat dipengaruhi oleh kemampuan penulis dalam menerapkan kaidah bahasa Indonesia yang baku dan benar. Bahasa dalam karya ilmiah harus logis, sistematis, objektif, dan menggunakan struktur kalimat yang efektif. Namun, berbagai penelitian menunjukkan bahwa banyak mahasiswa mengalami kesulitan dalam menulis secara ilmiah karena lemahnya pemahaman terhadap struktur kebahasaan. Hal ini berdampak pada rendahnya kualitas tulisan dan pemahaman pembaca terhadap isi tulisan tersebut.
Isi
Menurut Tarigan, ilmiah memiliki ciri-ciri formalitas, objektivitas, dan kejelasan. Ciri-ciri ini penting untuk menjamin bahwa gagasan yang disampaikan dapat diterima secara logis dan sistematis oleh pembaca. Keraf menyatakan bahwa kaidah bahasa meliputi aspek fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Dalam konteks karya ilmiah, struktur kalimat harus mengikuti tata bahasa baku yang sesuai dengan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia (PUEBI). Siregar dalam penelitiannya mengemukakan bahwa kesalahan paling sering ditemukan dalam karya ilmiah mahasiswa adalah kesalahan struktur kalimat dan diksi, yang menunjukkan kurangnya penguasaan terhadap gaya penulisan akademik. Menurut Nurgiyantoro, pembelajaran bahasa seharusnya tidak hanya bersifat teoritis, tetapi juga aplikatif dalam penulisan ilmiah. Integrasi materi kebahasaan dengan penulisan ilmiah perlu dilakukan sejak awal perkuliahan. Hamzah menambahkan bahwa pelatihan intensif dalam penulisan akademik dapat secara signifikan meningkatkan kemampuan kebahasaan mahasiswa, terutama dalam memahami perbedaan antara bahasa tulis ilmiah dan bahasa sehari-hari.
Sebanyak 75% karya ilmiah mengandung kesalahan ejaan, seperti penggunaan kata depan 'di' yang disatukan dengan kata kerja ('dirumah' seharusnya 'di rumah'), dan kesalahan pemakaian huruf kapital. Tanda baca seperti koma dan titik sering tidak sesuai dengan struktur kalimat. 63% tulisan menunjukkan penggunaan struktur kalimat tidak efektif, seperti kalimat terlalu panjang, penggunaan kalimat pasif berlebihan, serta struktur paralelisme yang tidak konsisten. Contoh umum: 'Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui dan untuk menganalisis...' (harusnya: 'untuk mengetahui dan menganalisis'). Sebanyak 58% tulisan menunjukkan penggunaan diksi yang tidak sesuai dengan gaya ilmiah, seperti penggunaan kata informal ('nggak', 'cuma', 'aja') serta penggunaan kata asing yang belum diadaptasi. Kesalahan ini menyebabkan ambiguitas, menurunkan daya logis argumen, dan mengaburkan pesan utama penulisan. Ini membuktikan pentingnya pemahaman kaidah bahasa sebagai dasar dalam penyusunan karya ilmiah.
Penguasaan kaidah bahasa juga berkontribusi pada kredibilitas akademik penulis. Penelitian dari Rukmini menunjukkan bahwa pembaca cenderung meragukan validitas suatu karya ilmiah apabila menemukan banyak kesalahan kebahasaan di dalamnya. Hal ini terjadi karena bahasa yang tidak tepat dapat mengaburkan makna dan maksud argumen yang disampaikan. Oleh karena itu, kemampuan menggunakan kalimat efektif, pilihan kata yang tepat, serta struktur logis sangat penting agar informasi dalam karya ilmiah tersampaikan secara akurat dan profesional. Dalam dunia akademik yang kompetitif, kualitas bahasa menjadi penentu sejauh mana karya tersebut dapat diterima, diseminasi, dan dikutip oleh peneliti lain.
Penutup
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kesalahan kebahasaan dalam karya ilmiah mahasiswa masih cukup tinggi. Ejaan, struktur kalimat, dan diksi merupakan tiga aspek utama yang perlu mendapatkan perhatian serius. Hal ini mencerminkan pentingnya pembelajaran kebahasaan yang aplikatif dan berkelanjutan dalam pendidikan tinggi. Oleh karena itu, integrasi materi kaidah bahasa dalam mata kuliah penulisan ilmiah, pelatihan dan lokakarya penulisan akademik secara berkala, serta pembimbingan khusus dalam penyusunan tugas akhir berbasis kebahasaan sangat diperlukan. Dengan demikian, peningkatan kemampuan kebahasaan bukan hanya merupakan kebutuhan teknis, tetapi juga strategis dalam dunia akademik. Penerapan kaidah bahasa yang tepat dalam karya ilmiah mencerminkan kecermatan berpikir, kemampuan analitis, dan profesionalisme seorang mahasiswa. Institusi pendidikan tinggi perlu melihat penguasaan bahasa sebagai fondasi dari literasi ilmiah, bukan sekadar pelengkap administratif. Melalui pendekatan yang terstruktur dan berkelanjutan, diharapkan mahasiswa tidak hanya mampu menulis, tetapi juga menyampaikan gagasannya secara jelas, efektif, dan berdaya saing global.