Lihat ke Halaman Asli

Mai Satus Sakinah

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Mengawal Martabat Kemanusiaan: Urgensi Hak Asasi Manusia di Era Modern

Diperbarui: 24 April 2025   11:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Zahra Tyana/Mai satus/Nicken Yudit

Di tengah gemuruh kemajuan teknologi dan hiruk pikuk globalisasi, satu nilai fundamental tetap menjadi fondasi peradaban yang beradab: Hak Asasi Manusia (HAM). Bukan sekadar jargon politik atau konsep abstrak, HAM adalah inheren dalam diri setiap individu sejak ia dilahirkan. Ia adalah pengakuan atas martabat kemanusiaan yang tak dapat dicabut, di mana setiap orang berhak atas kehidupan yang layak, kebebasan berpendapat, persamaan di hadapan hukum, dan perlindungan dari segala bentuk diskriminasi serta kekerasan.

Sayangnya, realitas seringkali jauh panggang dari api. Pelanggaran HAM masih menjadi isu krusial di berbagai belahan dunia, termasuk di Indonesia. Diskriminasi berbasis ras, etnis, agama, gender, dan orientasi seksual masih terjadi. Kekerasan terhadap perempuan dan anak-anak terus menghantui. Kebebasan berpendapat dan berekspresi tak jarang dibungkam. Konflik agraria dan ketidakadilan ekonomi juga menjadi potret buram implementasi HAM.

Mengapa isu HAM begitu penting untuk terus digaungkan? Pertama, HAM adalah landasan keadilan dan kesetaraan. Tanpa pengakuan dan perlindungan HAM yang setara bagi semua, terciptalah jurang ketidakadilan yang merusak tatanan sosial. Kelompok minoritas dan rentan menjadi korban, sementara kekuasaan dan privilese melanggengkan ketidaksetaraan.

Kedua, HAM adalah prasyarat pembangunan yang berkelanjutan. Masyarakat yang menjunjung tinggi HAM cenderung lebih stabil, inklusif, dan inovatif. Ketika hak-hak individu dihormati, partisipasi aktif dalam pembangunan akan meningkat, potensi setiap warga negara dapat berkembang optimal, dan konflik dapat diminimalisir. Sebaliknya, pelanggaran HAM menciptakan ketidakpercayaan, instabilitas, dan menghambat kemajuan.

Ketiga, HAM adalah cerminan peradaban suatu bangsa. Bagaimana suatu negara memperlakukan warganya, terutama kelompok yang paling rentan, adalah tolok ukur kemajuan moral dan etika bangsa tersebut. Penegakan HAM yang konsisten menunjukkan komitmen terhadap nilai-nilai universal kemanusiaan dan membangun citra positif di mata dunia.

Sejarah Republik Indonesia, sayangnya, tidak hanya diwarnai oleh tinta emas perjuangan kemerdekaan dan pembangunan. Terdapat pula catatan kelam berupa berbagai peristiwa pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) berat yang meninggalkan luka mendalam bagi para korban dan bangsa secara keseluruhan. Meskipun dekade telah berlalu, bayang-bayang kelam tragedi-tragedi ini masih terasa, menuntut keadilan dan penyelesaian yang tuntas.

Berbagai peristiwa pelanggaran HAM berat telah terjadi di Indonesia, meninggalkan jejak penderitaan yang tak terperi. Tragedi 1965-1966, dengan pembantaian massal yang diperkirakan menelan ratusan ribu hingga jutaan jiwa, menjadi salah satu luka paling menganga dalam sejarah bangsa. Para korban dan keluarga hingga kini masih mencari keadilan dan pengakuan atas penderitaan yang mereka alami.

Selain itu, serangkaian peristiwa kekerasan dan pelanggaran HAM juga terjadi di berbagai daerah konflik. Kasus Talangsari (1989) di Lampung, Tragedi Trisakti, Semanggi I dan II (1998-1999) di Jakarta, kerusuhan Mei 1998, serta berbagai kasus kekerasan dan pelanggaran HAM di Aceh dan Papua menjadi catatan buram lainnya. Kekerasan seksual, penghilangan paksa, penyiksaan, dan pembatasan kebebasan berekspresi menjadi bagian kelam dari sejarah kita.

1.     Tragedi Trisakti (12 Mei 1998): Simbol Kekerasan Negara Terhadap Aspirasi Demokrasi

Penembakan mahasiswa Universitas Trisakti yang tengah berdemonstrasi secara damai menuntut reformasi menjadi katalisator bagi gelombang protes yang lebih besar. Kematian Elang Mulia Lesmana, Hafidin Royan, Hery Hartanto, dan Hendriawan Sie meninggalkan luka mendalam dan membuktikan betapa represifnya rezim Orde Baru dalam menghadapi aspirasi perubahan. Analisis kritis terhadap tragedi ini menyoroti beberapa poin:

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline