Mohon tunggu...
Mai Satus Sakinah
Mai Satus Sakinah Mohon Tunggu... Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya

Mahasiswa Universitas Negeri Surabaya Angkatan 2024. Program Studi S1 Biologi

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Mengawal Martabat Kemanusiaan: Urgensi Hak Asasi Manusia di Era Modern

24 April 2025   11:16 Diperbarui: 24 April 2025   11:16 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Penggunaan Kekuatan Berlebihan: Tindakan aparat keamanan yang menggunakan peluru tajam terhadap demonstran damai jelas merupakan pelanggaran HAM berat. Tidak ada justifikasi yang dapat membenarkan kekerasan mematikan dalam situasi tersebut.
Komando yang Tidak Jelas dan Impunitas: Hingga kini, aktor intelektual dan rantai komando di balik penembakan mahasiswa Trisakti belum terungkap secara tuntas. Proses hukum yang berjalan cenderung menyasar pelaku lapangan dengan hukuman ringan, sementara pihak yang bertanggung jawab di level atas seolah terlindungi oleh impunitas.
Dampak Psikologis dan Sosial: Tragedi ini tidak hanya merenggut nyawa, tetapi juga meninggalkan trauma mendalam bagi keluarga korban, saksi, dan aktivis pro-demokrasi. Rasa ketidakadilan yang terus membayangi menghambat proses rekonsiliasi nasional yang sesungguhnya.
2.     Kerusuhan Mei 1998: Kejahatan Kemanusiaan di Tengah Transisi Kekuasaan

Kerusuhan yang terjadi pada 13-15 Mei 1998 di Jakarta dan beberapa kota lain merupakan puncak dari ketegangan sosial dan politik yang terakumulasi. Kekerasan massal, penjarahan, pembakaran, dan terutama kekerasan seksual sistematis terhadap perempuan etnis Tionghoa merupakan kejahatan kemanusiaan yang mengerikan. Analisis kritis terhadap kerusuhan Mei menyoroti:

Keterlibatan Aktor Terorganisir: Indikasi kuat keterlibatan aktor-aktor terorganisir dalam memicu dan mengarahkan kerusuhan, termasuk unsur-unsur militer dan preman, mengindikasikan adanya desain tertentu untuk menciptakan kekacauan.

Kegagalan Negara Melindungi Warga Negara: Aparat keamanan dinilai gagal dalam mencegah dan mengendalikan kerusuhan, bahkan diduga kuat melakukan pembiaran terhadap tindakan kekerasan seksual. Hal ini menunjukkan abdikasi tanggung jawab negara dalam melindungi hak-hak warganya.

Trauma Mendalam dan Stigma: Kekerasan seksual sistematis meninggalkan trauma psikologis yang mendalam bagi para korban dan keluarga. Stigma sosial dan budaya patriarki semakin mempersulit proses pemulihan dan pengungkapan kebenaran.

3.     Tragedi Semanggi I dan II (1998-1999): Pembungkaman Demokrasi Berlanjut.

Tragedi Semanggi I (November 1998) dan Semanggi II (September 1999) kembali menelan korban jiwa dari kalangan mahasiswa dan masyarakat sipil yang memprotes keberadaan militer dalam politik dan menuntut pertanggungjawaban atas tragedi sebelumnya. Analisis kritis terhadap tragedi Semanggi menyoroti:

Pola Kekerasan Negara yang Berulang: Penggunaan kekuatan berlebihan oleh aparat keamanan terhadap demonstran damai kembali terulang, menunjukkan belum adanya perubahan signifikan dalam doktrin dan praktik keamanan.

Upaya Sistematis Menghindari Pertanggungjawaban: Proses penyelidikan dan penuntutan kasus Semanggi juga berjalan lambat dan tidak efektif, mengindikasikan adanya upaya sistematis untuk melindungi para pelaku dan menghindari pertanggungjawaban yang transparan.

Implikasi terhadap Demokrasi: Rangkaian tragedi ini mencoreng citra transisi demokrasi Indonesia dan menunjukkan bahwa kekerasan negara masih menjadi alat untuk membungkam aspirasi masyarakat.

Benang merah yang menghubungkan Tragedi Trisakti, Kerusuhan Mei, dan Tragedi Semanggi adalah impunitas. Kegagalan negara dalam mengusut tuntas dan menghukum para pelaku kejahatan HAM berat ini melanggengkan ketidakadilan, menyuburkan budaya kekerasan, dan menghambat proses rekonsiliasi nasional yang sejati. Impunitas mengirimkan pesan yang berbahaya bahwa kekerasan negara dapat dilakukan tanpa konsekuensi yang berarti.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun