Lihat ke Halaman Asli

Band

TERVERIFIKASI

Let There Be Love

Para Dramatis

Diperbarui: 2 Juli 2021   16:27

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh T Anh dari Pixabay

Serangkaian hari-hari cerah yang mengurung. Langit yang bersih, matahari yang kuning.  Aku sendiri menganggapnya selesai. Kamu sendiri barangkali masih menikmati, kerna aku telah pulang terlebih dahulu. Beberapa musim terakhir berwarna biru dan kuning, lalu disekitarnya aku mewarnai jingga kesukaanku dan kamu memakai warna hijau, menjadi alam rona kita.  

Entah seberapa lama tahun berjalan, barangkali matematika tidak bekerja baik, sehingga aku hanya tahu kita pernah melukis buku warna kenangan. Dan kamu bilang, itu hanya kegembiraan yang ada di dalam saku baju, yang selalu kamu bawa kemanapun kamu pergi. Sedang aku, hanya mengingat dan menyimpannya ke dalam kepala diatas kenangan lain yang paling atas. Karena kamu tahu kan? Waktu itu aku tergesa-gesa pergi.

Tugas yang aku bawa terasa begitu berat, meski aku tak bisa menjelaskannya kepadamu. Aku hanya mengatakan aku pergi untuk melakukan tugasku. Saat itu matamu seperti memaklumi dan bahkan sama sekali tidak bertanya soal waktu, kapan aku akan kembali, atau bahkan aku bisa saja tak kembali.  

Aku akan menunggu! Katamu.
Aku tak menjawabnya, karena persiapan perjalananku begitu mepet dengan setumpuk hapalan yang harus ku presentasikan.

Tak mengapa, sayang! Katamu.
Lalu kamu memberikan lembaran gambar-gambar berwarna kenangan yang menggembirakan untuk bisa ku bawa kedalam bagasiku. Aku tak begitu memperhatikannya, dan hanya tertawa kecil.

Untuk apa, sayang? Tanyaku.

Tapi kau tetap memaksakan dan menyelipkan album itu di sisi bagasi. Aku mendiamkannya karena aku masih mengingatnya jelas kok! Semua tersimpan rapi dan detil di dalam lemari kepalaku.

Lalu aku pun pergi ke dalam perjalanan yang ku tahu bakalan panjang karena jarak yang jauh. Aku tak mengukurnya, terlalu jauh. Hanya melaluinya, meski pemandangannya lebih banyak berwarna abu. Kayak orang menunggu, perjalanan itu lama sekali dan tidak bisa menyerah. 

Pernah ku tengok lewat jendela bahwa hanya terlihat hijau melulu, seperti rumput saja, kalaupun ada bunga, hanya bunga aster putih, itupun tumbuh bersembunyi di sela-sela batu. Tapi aku tetap menikmati perjalanan sambil mempersiapkan tugas-tugasku.

Setelah waktu perjalanan yang tidak bisa ku tebak, aku tiba di suatu tempat. Aku pikir itu seperti sebuah desa tapi bersih dan indah. Orang-orang disana ramah, saling menyapa dan saling memberi. 

Aku berjalan sendiri namun terasa begitu banyak teman layaknya saudara, yang rasa-rasanya pernah kenal tapi tidak menjadi persoalan. Akupun bisa tidur dengan nyaman dimana ku suka, yang entah berapa hari, minggu, bulan atau tahun, aku seperti tidak merasakan waktu.
Hingga ketika, suatu hari seorang laki-laki mendatangiku dan ingin berbicara denganku. Dia memohon.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline