Lihat ke Halaman Asli

Bambang Subroto

Menikah, dengan 2 anak, dan 5 cucu

Sabar Tersubur

Diperbarui: 23 Februari 2021   09:14

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di manakah letak kesabaran itu ? Konon, orang menjadi sabar, apabila diuji dalam kondisi marah. Kalau mengujinya saat tenang, emosi hangat melenggang. Tentu tidak dimaksudkan untuk membuat hari-hari penuh kemarahan.

Pada hakikatnya, sabar terbelah menjadi dua bagian. Pertama, sabar terhadap yang paling dibenci. Kedua, sabar terhadap yang paling disukai.

Terhadap kategori marah terhadap hal-hal yang paling dibenci, semua pernah mengalami. Reaksinya pun sama. Sambil mengelus dada, lalu bilang :"Sabar-sabar".

Namun untuk sabar terhadap hal-hal yang paling disukai, sering tidak melalui proses mengelus dada. Paling ngomongnya begini : "Padahal saya makan jerohan hanya sedikit lho". Itu diucapkan ketika badan sudah susah bergerak. Persendian kaku semua. "Enake sak klentheng, larane sak rendheng". Kenikmatan sesaat, mengakibatkan sakit berlipat-lipat.

Diskusi pun mengarah ke pengertian sabar dangkal, bukan sabar penuh penghayatan. Kesenangan memang membutakan dan mendangkalkan. "Setinggi apa pun gunung, di atasnya selalu ada karang terjal yang membutakan". Di kedalaman samudera pun begitu. Akan dijumpai karang indah, namun membahayakan. Padahal jalan kehidupan, ditempuh dalam ketinggian dan kedalaman.

Kesabaran mengandung sifat-sifat : tabah, telaten, panjanghati, tenang, pemaaf, dan toleran. Kebalikannya, tidak sabar itu suka gaduh, riuh, dan cara yang paling buruk pun ditempuh. Tidak semua orang mampu untuk menyapu dada dengan segera.

Sejatinya, kesabaran itu mampu mengalahkan segalanya : "Patientia vincit omnia" .




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline