Lihat ke Halaman Asli

dinamika keagamaan di surabaya barat: studi toleransi antar-umat beragama di kawasan royal residence

Diperbarui: 16 Juni 2025   12:35

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Sejarah masyarakat Jawa Timur tidak dapat dilepaskan dari dinamika keagamaan yang membentuk struktur sosial dan kebudayaan wilayah ini sejak masa klasik hingga era modern. Jawa Timur menjadi ruang yang subur bagi pertemuan berbagai agama, sistem kepercayaan, dan nilai-nilai spiritual yang terus berkembang dari masa ke masa. Kerajaan besar seperti Majapahit menunjukkan pola kehidupan spiritual yang plural, di mana sinkretisme antara agama Hindu dan Buddha menjadi ciri utama kehidupan religius masyarakatnya. Hal ini tercermin dalam berbagai peninggalan arkeologis dan sastra seperti Negarakertagama, yang menggambarkan penguasa yang mampu menjaga harmoni antara dua sistem kepercayaan besar. Transformasi signifikan terjadi pada abad ke-14, ketika Islam mulai menyebar ke wilayah pesisir utara Jawa Timur, termasuk Gresik, Lamongan, dan Surabaya. Penyebaran Islam tidak berlangsung secara konfrontatif, melainkan melalui jalur perdagangan, pendidikan, dan dakwah kultural yang menyesuaikan dengan tradisi lokal. Sunan Ampel, salah satu tokoh Wali Songo yang berperan besar dalam proses Islamisasi di wilayah Surabaya, tidak hanya mendirikan pesantren sebagai pusat pembelajaran Islam, tetapi juga menjadi penghubung antara nilai-nilai Islam dan budaya Jawa. Proses ini memperlihatkan bahwa masyarakat Jawa Timur memiliki keterbukaan terhadap perubahan, sekaligus kecenderungan kuat untuk melakukan integrasi budaya dan spiritual yang damai (Susetya, t.t.). Masuknya agama Kristen dan Katolik pada masa kolonial Belanda pada abad ke-17 dan 18 juga memberikan warna baru dalam dinamika keagamaan di wilayah ini. Menurut Basundoro (2012:1), meskipun pada awalnya agama-agama ini menyasar komunitas tertentu seperti orang Eropa atau kelompok Tionghoa, dalam perkembangannya kehadiran gereja-gereja di Surabaya menjadi bagian dari keragaman lanskap keagamaan. Contoh nyata adalah berdirinya Gereja Katolik Santa Perawan Maria dan gereja-gereja Protestan yang berlokasi di tengah masyarakat multikultural. Proses ini menunjukkan bahwa masyarakat Jawa Timur, khususnya di kota-kota besar seperti Surabaya, telah lama hidup berdampingan dengan pemeluk berbagai agama secara relatif harmonis. Dalam perkembangan nilai-nilai toleransi yang telah tumbuh sejak masa lampau terus hidup dalam masyarakat urban Jawa Timur, salah satunya di kota Surabaya. Kota ini tidak hanya menjadi pusat perdagangan dan industri, tetapi juga ruang pertemuan budaya dan agama yang semakin kompleks. Keberadaan komunitas Islam, Kristen, Katolik, Buddha, Hindu, dan Konghucu dalam satu kota menunjukkan bahwa Surabaya tetap menjadi simbol pluralitas yang dinamis (Prayitno, 2016). Kehidupan keagamaan masyarakat kini tidak hanya mencerminkan keberagaman secara demografis, tetapi juga merupakan hasil dari proses sejarah panjang interaksi antar agama yang diwariskan dari masa ke masa. Oleh karena itu, mempelajari dinamika keagamaan di Jawa Timur tidak cukup hanya menyoroti penyebaran agama di masa lalu, tetapi juga penting untuk menggali bagaimana nilai-nilai sejarah itu mewujud dalam kehidupan masyarakat modern. Salah satu contoh nyata yang mencerminkan kesinambungan sejarah tersebut adalah kawasan Royal Residence di Surabaya Barat, di mana masjid, gereja, dan vihara berdiri berdampingan dalam satu lingkungan perumahan. Fenomena ini bukan hanya mencerminkan harmoni ruang, tetapi juga menjadi simbol nyata dari toleransi yang berakar dalam sejarah panjang keberagamaan masyarakat Jawa Timur. 

Jejak sejarah keberagaman di Jawa Timur a. Masa Hindu Budha (Singasari dan Majapahit) Kerajaan Singasari, yang berdiri pada tahun 1222 hingga 1292, merupakan kerajaan Hindu-Buddha di Jawa Timur yang didirikan oleh Ken Arok. Awalnya bernama Kerajaan Tumapel dengan ibu kota Kutaraja, kerajaan ini kemudian dikenal dengan nama Singasari setelah putra mahkota Wisnuwardhana, Kertanegara, mengganti nama ibu kota menjadi Singhasari. Kerajaan ini menggantikan Kerajaan Kediri sebagai kekuatan utama di wilayah Jawa Timur dan mengalami masa kejayaan di bawah pemerintahan Kertanagara yang berambisi menyatukan wilayah Nusantara dibawah kekuasaannya. Singhasari dikenal sebagai kerajaan yang kuat dengan pengaruh budaya Hindu dan Budha yang kental, serta melakukan ekspedisi untuk memperluas wilayah kekuasaannya ke berbagai daerah di Nusantara. Setelah keruntuhan Singasari akibat serangan Jayakatwang pada tahun 1292, berdirilah Kerajaan Majapahit pada tahun 1293 yang didirikan oleh Raden Wijaya, menantu Kertanegara. Majapahit kemudian berkembang menjadi salah satu kerajaan terbesar dan paling berpengaruh di Nusantara, dengan wilayah kekuasaan yang meliputi hampir seluruh pulau di Indonesia dan Semenanjung Melayu. Majapahit dikenal sebagai pusat kebudayaan Hindu-Buddha yang maju, dengan karya sastra seperti Nagarakretagama yang menggambarkan kejayaan kerajaan dan keberagaman budaya. Kerajaan ini juga menjadi simbol persatuan dan toleransi antar berbagai suku dan agama yang ada di wilayah kekuasaannya. b. Proses islamisasi oleh walisongo (fokus: sunan Ampel) Sunan Ampel merupakan salah satu tokoh Walisongo yang sangat berperan dalam proses Islamisasi di Jawa Timur pada abad ke-15. Ia lahir di Champa pada tahun 1401 dan kemudian menetap di Ampel Denta, Surabaya, yang menjadi pusat dakwah dan pendidikan Islam. Sunan Ampel mendirikan Pesantren Ampel Denta sebagai lembaga pendidikan dan pusat pembinaan para santri yang kelak menjadi ulama dan dai penyebar Islam di berbagai daerah, seperti Sunan Giri, Raden Patah, dan Sunan Bonang. Strategi dakwahnya bersifat persuasif dan edukatif dengan pendekatan budaya lokal, misalnya mengganti istilah shalat menjadi sembahyang dan mushola menjadi langgar agar lebih mudah diterima masyarakat Jawa. Ia juga menggunakan alat musik tradisional seperti bedug dan kentongan untuk menarik perhatian masyarakat non-Muslim agar tertarik masuk ke masjid atau mushola. Selain itu, Sunan Ampel memperkuat jaringan dakwah melalui pernikahan dan kekerabatan dengan keluarga penguasa lokal, termasuk menikahkan para dai dengan putri-putri penguasa bawahan Majapahit, sehingga membentuk jaringan sosial yang mendukung penyebaran Islam. Dakwah Sunan Ampel juga menghadapi tantangan, seperti penolakan dari penguasa lokal di Madura, namun dengan pendekatan yang sabar dan bijaksana, Islam akhirnya diterima dan berkembang pesat di Jawa Timur. Pengaruhnya tidak hanya terbatas di Surabaya dan Jawa Timur, tetapi juga merambah ke wilayah lain di Indonesia. Pendekatan Sunan Ampel yang menggabungkan dakwah agama dengan adaptasi budaya lokal menjadi kunci keberhasilan Islamisasi di wilayah tersebut. c. Masuknya kristen dan katolik pada masa kolonial Masuknya agama Kristen dan Katolik ke Indonesia pada masa kolonial bermula dari kedatangan bangsa Portugis pada abad ke-16 yang membawa misi 3G: gold (kekayaan), glory (kejayaan), dan gospel (penyebaran agama). Portugis pertama kali mendarat di Maluku pada 1512 dan mendirikan benteng pertahanan di Ternate pada 1522 yang menjadi pusat misi Katolik mereka. Para misionaris Portugis, seperti Simon Vaz dan Fransiscus Xaverius, berhasil mengkristenkan bangsawan lokal dan menyebarkan ajaran Katolik di wilayah tersebut. Namun, setelah Belanda mengambil alih Maluku pada 1575, posisi Portugis dan misi Katolik mulai tergeser. Belanda yang berkuasa melalui VOC membawa agama Kristen Protestan ke Indonesia, terutama di Maluku dan wilayah lain. VOC pada awalnya lebih fokus pada perdagangan dan hanya mendukung penyebaran Kristen selama menguntungkan secara politik dan ekonomi. Mereka menggantikan imam Katolik Portugis dengan pendeta Protestan Belanda dan melakukan konversi penduduk dari Katolik ke Protestan. Pada abad ke-18 dan masa politik etis, pemerintah Hindia Belanda memberikan perhatian lebih pada perkembangan Kristen dengan mendirikan sekolah dan fasilitas kesehatan yang dikelola misionaris. Namun, di daerah mayoritas Muslim, kegiatan misi sering dibatasi demi menjaga ketertiban. Penyebaran Kristen dan Katolik pun terus berkembang hingga masa kemerdekaan Indonesia. d. Toleransi dan pluralitas agama dalam sejarah lokal Toleransi dan pluralitas agama dalam sejarah lokal di Nusantara, khususnya di Jawa Timur, telah berlangsung sejak masa pra-Islam hingga era kerajaan besar seperti Majapahit. Bukti arkeologis dan catatan sejarah menunjukkan bahwa masyarakat pada masa Hindu-Budha maupun Islam hidup berdampingan secara harmonis tanpa konflik agama yang signifikan. Pada masa Majapahit, misalnya, tercatat adanya pejabat kerajaan yang mengurusi berbagai agama seperti Hindu, Budha, dan Islam, yang menunjukkan adanya pengakuan dan penghormatan terhadap keberagaman agama dalam struktur pemerintahan. Hal ini menandakan bahwa toleransi beragama sudah menjadi bagian dari kehidupan sosial masyarakat sejak dahulu kala. Selain itu, tradisi toleransi di Indonesia juga dipengaruhi oleh akulturasi budaya dari berbagai bangsa yang datang, seperti budaya megalitikum, India, Arab (Islam), dan Eropa. Proses akulturasi ini membentuk masyarakat plural yang mampu menghargai perbedaan keyakinan dan menjalankan kehidupan bersama secara damai. Dalam konteks Islam, tradisi toleransi berakar dari prinsip-prinsip yang diajarkan Nabi Muhammad SAW dan diterapkan oleh para khalifah awal yang memberikan kebebasan beragama dan perlindungan bagi non-Muslim selama tidak mengganggu ketertiban sosial. Nilai-nilai toleransi ini kemudian menjadi modal sosial penting dalam menjaga kerukunan antar umat beragama di Indonesia hingga saat ini. Toleransi dan pluralitas agama dalam sejarah lokal a. Gambaran wilayah Surabaya Barat dan Royal Residence Berikut gambaran wilayah Surabaya Barat dan Royal Residence dalam bentuk baris: 1. Wilayah Surabaya Barat, khususnya kawasan Wiyung, berkembang pesat dengan fasilitas modern dan akses strategis. 2. Royal Residence terletak di Jalan Raya Menganti, Wiyung, Surabaya Barat. 3. Perumahan ini menempati lahan luas dengan desain hunian nyaman dan lengkap. 4. Fasilitas meliputi club house, kolam renang, taman, jogging track, dan keamanan 24 jam. 5. Lokasi dekat pusat pendidikan, rumah sakit, pusat perbelanjaan (Pakuwon Mall, Mitra 10), serta akses jalan tol dan transportasi umum. 6. Kawasan asri dengan banyak pepohonan besar, menciptakan suasana teduh dan nyaman. 7. Tipe rumah bervariasi dengan harga mulai Rp 550 juta hingga miliaran rupiah, menjangkau berbagai kalangan. 8. Keunikan Royal Residence adalah keberadaan lima rumah ibadah dari berbagai agama berdampingan, mencerminkan keberagaman dan toleransi sosial. 9. Dekat dengan fasilitas kesehatan, sekolah, dan pusat perbelanjaan, menjadikan Royal Residence pilihan favorit keluarga muda, pensiunan, dan investor. b. Perkembangan perumahan elite dan keberagaman sosial Perkembangan perumahan elite di Surabaya Barat menunjukkan pertumbuhan yang pesat dengan berbagai proyek hunian mewah dan fasilitas lengkap yang menarik minat kalangan atas dan menengah ke atas. Kawasan ini menawarkan perumahan seperti Citraland, Graha Family, dan Royal Residence yang dikenal dengan konsep modern, keamanan 24 jam, serta fasilitas seperti clubhouse, kolam renang, taman hijau, dan pusat kebugaran. Harga rumah di kawasan ini bervariasi mulai dari ratusan juta hingga milyaran rupiah, sehingga menjangkau berbagai segmen sosial dan ekonomi. Infrastruktur yang terus berkembang serta akses mudah ke pusat bisnis, pendidikan, dan perbelanjaan semakin menambah daya tarik kawasan ini sebagai lokasi hunian dan investasi properti. Keberagaman sosial di perumahan elite Surabaya Barat juga cukup menonjol, terutama di Royal Residence yang menjadi contoh kawasan dengan masyarakat heterogen. Penghuni perumahan ini berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, dan budaya, yang hidup berdampingan secara harmonis. Keberadaan rumah ibadah dari enam agama yang berdiri berdampingan di kawasan ini mencerminkan nilai toleransi dan inklusivitas sosial yang kuat. Lingkungan sosial yang rukun dan damai ini menjadi daya tarik tersendiri bagi keluarga muda, pensiunan, dan investor yang menginginkan hunian tidak hanya nyaman secara fisik, tetapi juga kondusif dari segi sosial. c. Keberadaan masjid, gereja, vihara dalam satu kawasan Di kawasan perumahan Royal Residence, Surabaya Barat, terdapat enam rumah ibadah dari agama-agama yang diakui di Indonesia yang berdiri berdampingan tanpa pembatas pagar, hanya berjarak sekitar 2-3 meter satu sama lain. Keenam tempat ibadah tersebut adalah Masjid Muhajirin (Islam), Gereja Kristen Indonesia (Kristen Protestan), Kapel Santo Yustinus (Katolik), Vihara Buddhayana (Buddha), Klenteng Ba De Miao (Konghucu), dan Pura Sakti Raden Wijaya (Hindu). Setiap rumah ibadah dikelola secara mandiri oleh warga pemeluk agama masing-masing dan dibangun melalui swadaya warga serta dukungan proposal pengajuan dana. Keberadaan keenam rumah ibadah ini menjadi simbol nyata toleransi dan pluralitas agama di lingkungan perumahan elite tersebut. Bangunan rumah ibadah memiliki gaya arsitektur khas masing-masing agama dan saling menyatu tanpa adanya tembok pembatas, menciptakan suasana harmonis dan rukun antar umat beragama. Tempat ibadah ini juga terbuka bagi masyarakat umum, tidak hanya penghuni perumahan, sehingga menjadi contoh kerukunan umat beragama yang dapat dijadikan teladan nasional. Forum Komunikasi antar Rumah Ibadah Royal Residence dibentuk untuk menjaga kelancaran aktivitas ibadah dan mempererat hubungan antarumat beragama di kawasan ini. Praktik Toleransi Ditengah Keberagaman Sikap toleransi sangatlah penting sebagai alat pemersatu bangsa. Tanpa adanya toleransi kehidupan yang penuh dengan kemajemukan dan perbedaan ini tidak akan pernah bersatu. Toleransi merupakan bagian dari visi teologi, khususnya sikap toleransi antarumat beragama karena ia adalah suatu keniscayaan sosial bagi seluruh umat beragama dan merupakan jalan bagi terciptanya kerukunan antarumat beragama (Kuswana dkk, 2024). Toleransi dalam keagamaan adalah sebuah toleransi yang berhubungan dengan aqidah dan agama, untuk dapat menyikapi perbedaan dengan sikap lapang dada dan sikap menerima atas perbedaan-perbedaan yang ada. Sebagaimana dalam Islam bahwa, Islam mengajarkan umatnya untuk harus memiliki sikap menerima dan lapang dada. Toleransi bukan hanya ditujukan kepada antar umat beragama lain, tetapi juga toleransi ditujukan kepada internal umat beragama (Erlina dkk,2023). Dinamika keagamaan di Surabaya Barat, khususnya di Kawasan Royal Residence, menunjukkan praktik toleransi yang baik di tengah keberagaman. Interaksi antar umat beragama terjadi dalam berbagai bentuk. a. Bentuk-bentuk Interaksi Antarumat Beragama Interaksi antarumat beragama merupakan bentuk hubungan sosial antara individu atau kelompok dari berbagai agama yang berbeda dalam kehidupan sehari-hari, baik dalam konteks sosial, budaya, ekonomi, maupun kemanusiaan. Dengan tujuan yang baik untuk menciptakan kedamaian, toleransi, dan saling menghargai serta pengertian antar umat beragama. 1. Kerja Sama dalam Bidang Sosial, umat beragama bisa bekerja sama dalam kegiatan sosial seperti kerja bakti sosial, donor darah, atau membantu korban bencana tanpa membedakan agama. Kerja sama disini dimaksudkan sebagai usaha bersama antara kelompok manusia untuk mencapai satu tujuan bersama dalam hal antar umat beragama. Contoh: Membuat program bantuan bencana alam yang melibatkan semua agama. 2. Komunitas atau Dialog Antarumat Beragama, disini mereka bisa melakukan kegiatan rutinan untuk saling memahami ajaran masing-masing dan menghindari konflik. Dengan saling mengobrol tentang kemajuan serta kepentingan kegiatan antarumat beragama di kawasan mereka dan aktivitas bersama. Contoh: Forum kerukunan umat beragama (FKUB) yang membahas isu-isu toleransi dan keberagaman. 3. Toleransi dan Saling Menghormati, adalah bentuk menghormati kebebasan beribadah umat agama lain dan tidak memaksakan keyakinan sendiri. Contoh: Tidak mengganggu ibadah agama lain dan menghargai setiap hari besar dari agama lain. 4. Kolaborasi dalam Kegiatan Pendidikan dan Budaya, mengadakan kegiatan lintas agama seperti seminar, pelatihan atau festival budaya. Contoh: Festival budaya antaragama di kompleks tersebut dengan melibatkan kerjasama antar agama. 5. Gotong Royong di Lingkungan Masyarakat, wujud kebersamaan dalam kegiatan sehari-hari seperti kerja bakti, ronda malam, atau pembangunan fasilitas umum. Contoh: Membuat agenda kerja bakti, atau masyarakat dari berbagai agama membangun jalan bersama guna memberikan kenyamanan beribadah antar agama. b. Kegiatan Lintas Iman dan Peran Tokoh Agama Lokal Kegiatan lintas iman merupakan bentuk interaksi positif antar umat beragama yang bertujuan membangun kerukunan, saling menghargai, dan kerja sama di tengah keberagaman. Kegiatan ini mencakup berbagai aktivitas seperti bentuk-bentuk interaksi antar umat beragama yang membahas toleransi dan aksi sosial bersama. Bahkan, dalam momen-momen tertentu, masyarakat dari berbagai keyakinan dapat mengikuti doa bersama lintas iman sebagai bentuk solidaritas dan kepedulian bersama. Melalui kegiatan ini, diharapkan tercipta kehidupan yang harmonis, saling menghargai, dan terbebas dari konflik yang berlatar belakang sama. Peran tokoh agama lokal dalam kegiatan keagamaan tentunya memiliki keterlibatan dari berbagai macam aspek seperti: 1. Mediator konflik, menengahi jika ada perselisihan antar kelompok agama. 2. Penyebar nilai toleransi, memberikan ceramah atau khutbah yang mendorong persaudaraan, saling menghargai, dan hidup damai. 3. Pembimbing moral masyarakat, menjadi sumber nasihat etis dan spiritual bagi masyarakat tanpa memandang agama. 4. Pendorong kerja sama antarumat, mengajak umatnya untuk terlibat dalam aktivitas lintas iman dan sosial. c. Respons Warga Terhadap Perbedaan Keyakinan Dalam kondisi sosial masyarakat di Perum Royal Residence Surabaya dapat dilihat bahwa masyarakat di sana adalah masyarakat yang kemajemukannya sangat terlihat. Terutama dalam agama. Keenam kepercayaan yang dianut oleh masyarakat di sana, yaitu Islam, Kristen, Hindu, Buddha, Katolik, dan Konghucu. Perbedaan ini juga menghasilkan perbedaan kultur atau budaya pula dalam menjalankan nilai-nilai keagamaannya atau dalam melakukan ibadah. Pembangunan rumah ibadah di Perum Royal Residence dilatarbelakangi oleh kebutuhan umat muslim terkait ibadah masjid. Namun, kebutuhan salah satu umat beragama tidak menjadikan umat muslim di sana tidak berlaku adil, lalu pembangunan kelima rumah ibadah lain yaitu Gereja, Kapel, Vihara, Klenteng dan Pura juga diusulkan sebagai bentuk keadilan. Hal ini memperlihatkan bahwa tingkat toleransi yang dimiliki oleh masyarakat di Perum Royal Residence cukup baik untuk menjaga kerukunan antar umat, karena itu juga merupakan hal baik untuk agama masing-masing. Faktor Pendukung dan Tantangan Toleransi Agama Toleransi antarumat beragama dapat tumbuh dengan baik apabila didukung oleh berbagai faktor penting dalam kehidupan masyarakat. Salah satu faktor utamanya adalah pendidikan yang inklusif dan multikultural, dimana dalam pendidikan siswa diajarkan untuk menghargai perbedaan agama sejak dini. Dukungan dari pemerintahan melalui hukum dan kebijakan yang menjamin kebebasan beragama juga menjadi landasan kuat terciptanya suasana harmonis dan damai. Semua faktor ini berkaitan dan berkontribusi dalam menciptakan masyarakat yang toleran dan menghargai keberagaman. Setiap faktor pendukung pasti memiliki tantangan nya sendiri, di tengah dinamika perkembangan zaman yang terus mengalir, banyak isu konflik yang dipicu oleh klaim eksklusivitas kebenaran agama, yang dapat mengarah pada kekerasan atau kebencian. a. Peran Pendidikan, Ekonomi dan Komunitas Dalam toleransi dapat terjadi hubungan timbal balik yang melibatkan berbagai peran sosial dan kemanusiaan. Dalam hubungan tersebut, individu atau kelompok bekerja sama atau berkonflik, melakukan interaksi formal maupun non formal, langsung atau tidak langsung dalam masyarakat dimana saja bisa terjadi dalam bidang pendidikan, ekonomi, dan komunitas. 1. Pendidikan, terutama berbasis nilai-nilai agama dan kemanusiaan, berperan dalam mengajarkan pentingnya menghormati perbedaan dan memahami agama-agama lain. Di Surabaya Barat, yang terdiri dari berbagai etnis dan agama, pendidikan mengajarkan toleransi antar umat beragama yang sangat vital dalam mengurangi ketegangan sosial. Melalui sekolah dapat mendidik siswa dengan perspektif pluralisme dan toleransi, sehingga generasi muda akan lebih siap untuk hidup harmonis dalam masyarakat yang majemuk. Sekolah-sekolah di kawasan Royal Residence, baik di sekolah umum maupun sekolah agama, memiliki peran besar dalam menanamkan nilai-nilai toleransi antar umat beragama. Mengajarkan tentang sejarah, ajaran agama, dan hubungan antar agama, serta belajar tentang hak asasi manusia dan pentingnya kerukunan antar umat beragama, dapat mengurangi konflik yang mungkin timbul di masyarakat. 2. Ekonomi, dalam dinamika keagamaan di Surabaya Barat, khususnya di kawasan Royal Residence, sangat signifikan dalam membentuk pola interaksi dan toleransi antar umat beragama. Ekonomi yang berkembang pesat di daerah tersebut menciptakan ruang bagi berbagai kelompok agama untuk saling berinteraksi dan bekerja sama dalam berbagai bidang. Keberagaman sosial yang dipicu oleh pertumbuhan ekonomi memungkinkan terciptanya kesadaran kolektif tentang pentingnya saling menghargai, baik dalam ranah kehidupan sehari-hari maupun dalam konteks sosial maupun dalam pekerjaan. Di kawasan Royal Residence membentuk jaringan ekonomi yang inklusif, yang mendorong kolaborasi antar individu dari latar belakang agama yang berbeda. Sehingga peran ekonomi mendorong hubungan harmonis antar umat beragama, dan memberikan kesempatan bagi setiap individu untuk berpartisipasi dalam membangun ekonomi tanpa diskriminasi. 3. Komunitas, peran komunitas dalam keagamaan juga memiliki sifat membangun dan menjaga toleransi antar umat beragama. Komunitas lokal yang terdiri dari berbagai kelompok agama memainkan peran sebagai jembatan untuk mempererat hubungan sosial dan mengurangi potensi konflik, komunitas yang tidak hanya sebagai tempat berkumpul untuk kegiatan keagamaan, tetapi juga sebagai wadah untuk memperkenalkan nilai-nilai toleransi, saling menghormati, dan bekerja sama. Di Dalam komunitas memberi semangat kebersamaan dan saling mendukung, kawasan Royal Residence juga turut menjaga stabilitas sosial dan mengembangkan suasana yang kondusif bagi terciptanya toleransi antar umat beragama. b. Potensi Konflik atau Gesekan Sosial Potensi konflik atau gesekan sosial dalam dinamika keagamaan di Surabaya Barat, khusunya di kawasan Royal Residencee, dapat muncul akibat perbedaan pandangan, praktik keagamaan, tau nilai-nilai budaya yang dimiliki oleh masing-masing umat beragama. Kawasan ini juga dikenal keberagaman yang tinggi, ketegangan sosial bisa timbul ketika ada ketidaksepahaman dalam hal interpretasi ajaran agama atau dalam pelaksanaan ritual keagamaan. Misalnya, perbedaan dalam cara merayakan hari-hari besar agama atau perbedaan ruang ibadah yang berdampingan bisa memicu perasaan cemburu atau bahkan persaingan antar komunitas. Faktor ekonomi juga dapat mempengaruhi kehidupan sosial yang dapat memperburuk gesekan antar umat beragama, ketimpangan ekonomi atau akses yang tidak setara terhadap sumber daya bisa menambah ketegangan, terutama jika kelompok tertentu merasa terpinggirkan atau kurang diperhatikan. Menimbulkan beberapa kasus, ketegangan sosial yang bisa berujung pada stereotip, prasangka, dan diskriminasi antar kelompok agama. Namun, dengan adanya kesadaran kolektif dan peran aktif dari komunitas-komunitas di kawasan tersebut, potensi konflik seharusnya dapat diminimalisir. Dialog antar agama, kegiatan bersama yang melibatkan berbagai kelompok, serta upaya tokoh agama dan masyarakat untuk mengedukasi pentingnya toleransi dan saling menghormati dapat mengurangi risiko gesekan sosial dan menciptakan keharmonisan dalam kehidupan beragama di kawasan Royal Residence. c. Tantangan Generasi Muda dan Era Digital Generasi muda di era digital dalam keagamaan menjadi tantangan tersendiri, tentunya ini adalah menjadi tempat perkembangnya informasi dan tekonologi dalam menyalurkan ilmu pengetahuan. Media sosial adalah sebuah media online dengan para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berbagi, dan meliputi blog, jejaringan sosial,wiki, forum, dan dunia virtual, yang dimana di zaman sekarang banyak generasi muda yang menjadi admin dari berbagai media sosial. Keberagaman yang ada di media sosial kadang menjadi tantangan yang dapat memicu ketegangan dan konflik antar kelompok agama yang berbeda, melalui konten-konten provokatif yang menyudutkan agama atau kelompok agama tertentu yang sering kali muncul di platform twitter dan facebook. Konflik ini dapat memperburuk polarisasi sosial dan menyebabkan perpecahan antara kelompok yang memiliki pandangan agama berbeda. Misalnya melalui meme, komentar atau postingan foto dan video yang menyinggung agama lain dapat memicu ketegangan yang berujung pada konflik di dunia nyata. Pemanfaatan media sosial sebagai media untuk berdakwah telah dilaksanakan oleh banyak pendakwah di Indonesia, salah satunya adalah Husein Ja’far, seorang pendakwah dan penulis Indonesia, ia dikenal karena dakwahnya yang menggunakan media sosial dan gaya berdakwah yang milenial. Habib Jafar juga dikenal sebagai tokoh agama Islam yang sering menjadi narasumber dalam berbagai acara dan seminar, serta dalam konten yang dibuat oleh Habib Ja'far sering berkolaborasi dengan tokoh agama lain yang menampilkan toleransi antar umat beragama. Penyebaran pemahaman agama yang tidak sah, individualisasi praktek agama, potensi konflik antar agama, komersialisasi agama, dan penyebaran hoax adalah beberapa tantangan melalui media sosial yang perlu dihadapi. Maka itu dibutuhkan bersama antara para pemerintah, masyarakat dan pemuka agama untuk memanfaatkan media sosial sebagai alat untuk menjaga integritas ajaran agama di dunia maya.

Dinamika keagamaan di Surabaya Barat, khususnya di kawasan Royal Residence, mencerminkan keberlanjutan nilai-nilai toleransi yang telah mengakar dalam sejarah masyarakat Jawa Timur. Pluralitas agama yang telah berkembang sejak masa kerajaan, Islamisasi, hingga kolonial, tampak tidak hanya sebagai catatan historis, tetapi juga terwujud dalam kehidupan keagamaan masyarakat urban masa kini. Kehadiran rumah ibadah yang berdampingan menjadi simbol konkret dari keberagaman yang harmonis serta menjadi bukti bahwa warisan sejarah dapat bertransformasi menjadi praktik sosial yang menciptakan ruang bersama yang damai. Oleh karena itu, studi ini menegaskan pentingnya pemahaman sejarah dalam membentuk budaya toleransi dan kohesi sosial di tengah masyaraka

 yang semakin kompleks.

DAFTAR PUSTAKA Anis, M. (2013). Spiritualitas di Tengah Modernitas Perkotaan. In Jurnal Bayan: Vol. II (Issue 4). http://naskahkuno.blogspot.com/, Aziz, A. (2018, May). Religiusitas Masyarakat Urban di Era Digital (The Religiosity of Urban Communities in the Digital Era). In International Conference Departement Communication (pp. 311-333). Adam, A. F. (2019). Kapitalisasi Agama Menuju Pasar, Komodifikasi Dan Komersialisasi “Agama.”. Musamus Journal of Public Administration, 1(2), 17-24. Basundoro, P. (2010). Dari Kampung Desa ke Kampung Kota: Perubahan Ekologi Kota Surabaya dalam Perspektif Permukiman pada Masa Kolonial. Jantra Jurnal Sejarah dan Budaya, 5(10), 845-861. Creswell, J. W. (2003). Desain Penelitian Pendekatan Kualitatif & Kuantitatif. Jakarta: Kik. Emzir. (2013). Metode Penelitian Kualitatif Analisis Data. Depok. Rajawali Press Jamaludin, A. N. (2015). Sosiologi perkotaan: memahami masyarakat kota dan problematikanya. Mujibuddin, M., & Zuliana, R. (2019). Post-Sekulerisme Islam Populis di Indonesia. JSW (Jurnal Sosiologi Walisongo), 3(1), 1-14. Muhid UIN Sunan Ampel Surabaya, A. (2021). Efektifitas Pesan Dakwah di Media Sosial Terhadap Religiusitas Masyarakat Muslim Analisis Literature Review. In Jurnal Ilmu Dakwah (Vol. 20, Issue 1). Nottingham, E. K. (1985). Agama dan Masyarakat; Suatu Pengantar Sosiologi Agama. Jakarta: Rajawali Press Prayitno, U. S., & Basundoro, P. (2015). Etnisitas Dan Agama Di Kota Surabaya: Interaksi Masyarakat Kota Dalam Perspektif Interaksionisme Simbolik. Jurnal Aspirasi, 6(2), 119-130. Rustanto, B. (2015). Masyarakat Multikutural Indonesia. Bandung: Pt. Remaja Rosadakarya. Rahmat, J. (2010). Psikologi Agama. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Syukron, B. (2017). Agama Dalam Pusaran Konflik (Studi Analisis Resolusi Terhadap Munculnya Kekerasan Sosial Berbasis Agama Di Indonesia). Ri'ayah: Jurnal Sosial dan Keagamaan, 2(01), 1-28 Soedarso,S. & Windiani, W. 2013. “Dinamika Multikultural Masyarakat Kota Surabaya.”Jurnal Sosial Humaniora, 6(1): 62–75 Sugiyono, P. (2011). Metodologi Penelitian Kuantitatif Kualitatif Dan R&D. Bandung: Alpabeta. Sofinadya, D., & Warsono, W. (2023). Praktik Toleransi Kehidupan Beragama pada Masyarakat Etnis Tionghoa di Kota Surabaya. Kajian Moral Dan Kewarganegaraan, 11(1), 16-31. Sumbulah, U., & Nurjanah, N. (2013). Pluralisme agama: Makna dan lokalitas pola kerukunan antarumat beragama. UIN Maliki Press.masyarakat muslim: analisis literature review. Alhadharah: Jurnal Ilmu Dakwah, 20(1), 17-28. Widiana, A., Rusliana, I., & Busro, B. (2024). Peran media sosial terhadap religiusitas remaja melalui pendekatan kualitatif deskriptif. WARAQAT: Jurnal Ilmu-Ilmu Keislaman, 9(1), 1-19. Marjuwwa, PM, & Anshori, I. (2023). Keberagamaan Masyarakat Muslim Inklusif Di Perum Royal Residence Surabaya: Analisis Fenomenologi Edmund Husserl. Al-Hikmah: Jurnal studi Agama-agama, 9(1), 46-61. Kuswana, D., & Syah, Y. H. H. (2024). Potret Kerukunan dan Toleransi Antar Umat Beragama di Perumahan Royal Residence Surabaya. Al Qalam: Jurnal Ilmiah Keagamaan dan Kemasyarakatan, 18(4), 2608-2627. Erlina, D., Aprilliani, D., & Rahma, H. E. (2023). Praktik Toleransi dan Persepsi Beragama di Tengah Perbedaan Kepecayaan Mahasiswa. Islamic Education, 1(3), 610-617. Yulianto, R., & Tohari, A. (2019). Model toleransi antar umat beragama di desa Gading RW. VII kecamatan tambak sari kota Surabaya. Al-Hikmah: Jurnal Studi Agama-Agama, 5(1), 53-73.  

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline