Lihat ke Halaman Asli

Assyifa F.G Insani

Mahasiswa aktif strata 1 UIN Prof. KH. Saifuddin Zuhri Purwokerto

Ukhty Ikmal, Secangkir Kopi, dan 30 Juz di Dadanya

Diperbarui: 19 Juni 2025   20:56

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(Foto yang diambil oleh penulis pada tahun 2023)

Ada suara-suara yang tidak hanya terdengar di telinga, tapi masuk jauh ke dalam dada. Suara yang, ketika melafalkan ayat-ayat suci, membuat hati terasa disapu pelan oleh kelembutan dan kekhusyukan. Itulah suara Ukhty Binti Ikmalatus Sholihah yang biasa dipanggil Ukhty Ikmal--- suara yang tak hanya merdu, tapi membawa ketenangan.

Ukhty Ikmal berasal dari Jawa Timur. Jauh dari rumah, ia memutuskan untuk mondok di Pangandaran demi satu tujuan besar: menjaga Kalam Allah dalam hatinya. Dari luar, ia terlihat tenang dan penuh semangat. Tapi hanya orang-orang terdekat yang tahu, perjuangannya lebih dalam dari sekadar setoran hafalan.

Ia punya satu teman setia: kopi. Bukan karena hobi, tapi karena memang itulah cara ia bisa terus terjaga untuk muroja'ah dan setoran. Hampir setiap hari ia minum kopi agar tidak tertidur, agar hafalannya bisa terus terulang, agar hatinya tetap terhubung dengan Al-Qur'an. Tapi teman setianya itu juga menjadi penyebab luka: lambungnya bermasalah, cukup parah.

Rasa sakit datang, tapi Ukhty Ikmal tetap bertahan. Ia tak pernah menjadikan kondisinya sebagai alasan untuk mundur. Ia tetap menyetor, tetap tersenyum, tetap duduk dengan mushaf di tangannya. Ia belajar menghadapi kelemahan tubuhnya dengan keikhlasan yang luar biasa.

Suatu malam, kami berbincang lewat WhatsApp. Waktu itu kami sama-sama sibuk, di tempat yang berbeda, tapi kalimat-kalimatnya masih terasa seolah disampaikan langsung dari hatinya:

"Kita nggak akan pernah bisa nyalahin kesibukan. Emang nggak ada yang perlu disalahin. Semua yang kita jalani itu hal baik. Kasih haknya masing-masing, jangan ada yang dianaktirikan. Semuanya penting. Menuntut ilmu juga kan amal shalih... insyaAllah nggak ada istilahnya amal shalih yang merusak ngaji kita. Bismillah, tata lagi hatinya. Mari berjuang bersama-sama, di tempat dan kesibukan yang berbeda. Allahu ma'ana."

Kalimat itu tidak hanya bijak, tapi juga menenangkan. Ia tidak pernah memaksa orang lain untuk menjadi sepertinya. Ia hanya mengingatkan dengan lembut: bahwa hidup adalah tentang menata, bukan memilih satu dan mengabaikan yang lain.

Hingga hari itu datang.

Hari ketika ia menyelesaikan hafalan 30 juz. Hari ketika tangisnya bukan karena lelah, tapi karena haru. Kami semua tahu betul, ayat-ayat itu bukan hanya ia hafalkan---tapi ia rawat, ia perjuangkan, ia perjuangkan meski tubuhnya menolak, ia ingat meski kepala berat oleh rasa sakit dan kurang tidur.

Dan seolah Allah telah menyusun semuanya dengan begitu rapi, di hari ia menyelesaikan hafalan Qur'annya, jodohnya pun datang. Ia dipinang dan dinikahkan. Dua kebahagiaan besar dalam satu hari yang sama. Seakan Allah berkata:

"Engkau telah menjaga firman-Ku, kini Aku menjaga hidupmu."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline