Lihat ke Halaman Asli

Ukat Saukatudin

Koordinator Umum Jaringan Rakyat Untuk Demokrasi dan Pemilu (JRDP)

Seabad Naar de Republiek Tan Malaka, Gagasan Indonesia Sosialis dan Demokratis yang Kian Terpinggirkan

Diperbarui: 1 Mei 2025   01:30

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Foto Tan Malaka, Sumber: Wikipedia

Tan Malaka adalah salah satu tokoh yang pertama kali mencetuskan gagasan Republik Indonesia. Hal itu tertuang dalam buku Naar de Republiek Indonesia atau Menuju Republik Indonesia yang ditulis oleh Tan Malaka. Buku itu diterbitkan pertama kali di Canton pada April tahun 1925, atau tepat seabad yang lalu. Buku tersebut ditulis lebih dulu daripada buku Indonesia Vrije tahun 1928 yang ditulis Mohammad Hatta, maupun buku Mencapai Indonesia Merdeka tahun 1933 yang ditulis oleh Sukarno. 

Usai dicetak di Canton, buku ini kemudian diselundupkan ke Indonesia yang kala itu masih Hindia Belanda.

Namun, saat pertama kali terbit, tidak diketahui secara pasti berapa eksemplar yang dicetak. Karena hanya beberapa buah yang berhasil diselundupkan ke Indonesia. 

Barulah pada Desember tahun 1925, saat Tan berada di Filipina, cetakan kedua buku ini kembali dicetak dan berhasil menyebar luas di Indonesia melalui jaringan Perhimpunan Pelajar Indonesia.

Singkatnya, Tan dengan tegas mengkritik perjuangan kompromistis yang dilakukan oleh organisasi dan tokoh pergerakan saat itu dalam memperjuangkan kemerdekaan. 

Menurut Tan, kemerdekaan Indonesia harus diperjuangkan secara penuh dengan kekuatan yang dimiliki yakni dengan melakukan perjuangan kelas seperti petani dan kelas pekerja yang akhirnya menjadi gerakan revolusi sosial. Tan mendorong perjuangan secara aktif dengan gerakan-gerakan radikal seperti mogok kerja ataupun pemberontakan bersenjata demi merebut kemerdekaan. Karena menurutnya, dalam buku Madilog dengan tegas mengatakan "Tuan rumah tidak akan berunding dengan maling".

Indonesia merdeka harus berbentuk republik dengan pemerintahan rakyat yang adil dan egaliter, bukan sistem monarki maupun protektorat. Setelah merdeka, Tan menginginkan Indonesia membangun sistem sosialisme dengan memperjuangkan keadilan sosial, distribusi kekayaan untuk rakyat, dan menghapuskan eksploitasi kelas pekerja dan petani. Negara bertanggungjawab menjamin kesejahteraan rakyat banyak, menghapuskan jurang kaya-miskin. Pendidikan yang merata dan bebas harus diberikan kepada seluruh rakyat, sebagai fondasi membangun bangsa yang kuat dan berdaya.

Tan dengan tegas mengatakan bahwa pemerintahan harus dipegang oleh rakyat biasa melalui sistem demokrasi sejati. Akan tetapi, saat ini demokrasi seolah-olah hanyalah alat untuk melegitimasi kekuasaan dan menjadi simbol kerakusan para pemodal.

Dalam catatan, pada masa Kolonial Belanda, Naar de Republiek dilarang keras oleh Pemerintah Hindia Belanda karena dianggap radikal dan berbahaya karena berisikan pedoman revolusi. Setelah merdeka, pada masa pemerintahan orde baru (tahun 1966-1998) buku Naar de Republiek kembali dilarang beredar. Pada masa orde baru, bukan hanya buku-buku karya Tan Malaka yang dilarang, tetapi seluruh buku-buku berbau kiri, dekat dengan komunis, maupun buku-buku sosialisme radikal.

Naasnya, tak hanya buku-buku Tan yang dilarang, tetapi namanya pun turut dikaburkan dari sejarah oleh pemerintah orde baru. Barulah setelah reformasi 1998, buku-buku Tan Malaka bisa bebas dipelajari dan didiskusikan.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline