Lihat ke Halaman Asli

Arjun Praditya

Pelajar/Juara 1 Gagasan Inovatif Kemah Budaya & Kwarcab Badung

Desa Adat Sebagai Motor Ekonomi Inklusif: Integrasi Kearifan Lokal dalam upaya memecah kemiskinan di Bali

Diperbarui: 21 September 2025   16:22

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Garis Kemiskinan Menurut Klasifikasi Daerah, BPS Prov. Bali, 2025)

Menurut data resmi yang dirilis Badan Pusat Statistik (BPS) Nasional menunjukkan hasil perkiraan pertumbuhan ekonomi Indonesia pada kuartal II 2025 tercatat 5,12% secara tahunan (year on year/YoY) gambaran penting bagi Provinsi Bali. Secara umum, ekonomi Indonesia masih cukup tangguh berkat dorongan ekspor komoditas, namun Bali memiliki karakteristik yang berbeda. Sebagai daerah yang sangat bergantung pada pariwisata, ketahanan ekonomi Bali lebih ditentukan oleh tingkat konsumsi rumah tangga dan perputaran sektor jasa, bukan oleh ekspor mineral seperti di provinsi lain. Karena itu, tren perlambatan konsumsi domestik yang tampak di level nasional juga menjadi peringatan bagi Bali, meski wisatawan kembali berdatangan kesejahteraan masyarakat bali belum merata, terutama bagi pekerja informal dan usaha mikro yang bergantung pada daya beli wisatawan maupun masyarakat setempat.

Kebijakan moneter nasional, seperti langkah Bank Indonesia menahan suku bunga untuk menjaga stabilitas rupiah, juga berdampak pada Bali. Suku bunga yang tetap tinggi bisa menyulitkan pelaku usaha kecil dan menengah di desa-desa adat yang menjadi tulang punggung ekonomi lokal untuk mengakses pembiayaan. Di sisi lain belanja pemerintah melalui pembangunan infrastruktur dan program sosial sangat penting agar perputaran ekonomi Bali lebih merata, tidak hanya terkonsentrasi di kawasan wisata utama. Dengan demikian, meskipun pertumbuhan ekonomi Indonesia terlihat kuat, refleksi bagi Bali adalah bahwa pengurangan kemiskinan harus bertumpu pada penguatan konsumsi rumah tangga, penciptaan lapangan kerja lokal, dan pemberdayaan ekonomi berbasis desa adat, sehingga masyarakat Bali bisa merasakan manfaat langsung dari pemulihan ekonomi.

Kemiskinan di Provinsi Bali masih tampak nyata jika dilihat dari berbagai indikator. Data terbaru menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di wilayah perkotaan mencapai sekitar 631 ribu jiwa, sedangkan di pedesaan tercatat lebih dari 542 ribu jiwa. Angka ini memperlihatkan bahwa masalah kemiskinan tidak hanya menjadi persoalan desa yang selama ini identik dengan keterbatasan akses, tetapi juga hadir di kota-kota besar yang sebenarnya memiliki fasilitas lebih baik dalam hal infrastruktur, pendidikan, maupun kesempatan ekonomi. Pertumbuhan sektor pariwisata yang menjadi motor utama ekonomi Bali juga belum sepenuhnya mampu memberikan dampak yang merata, sebab sebagian besar keuntungan masih terkonsentrasi pada kelompok tertentu.

Kondisi tersebut menggambarkan bahwa wajah kemiskinan di Bali berbeda-beda sesuai dengan karakter wilayahnya. Di perkotaan penyebab kemiskinan biasanya berkaitan dengan biaya hidup yang tinggi, kesenjangan pendapatan, serta terbatasnya pekerjaan layak di luar sektor pariwisata. Sementara itu, di desa, kemiskinan lebih dipengaruhi oleh faktor struktural seperti rendahnya produktivitas pertanian, sulitnya akses ke pasar, hingga kurangnya pilihan sumber penghidupan. Oleh karena itu, upaya pengentasan kemiskinan di Bali harus dirancang dengan mempertimbangkan karakteristik tiap Kabupaten/Kota, agar program yang dibuat benar-benar tepat sasaran dan efektif. Jika pola ini dibiarkan, maka jurang ketimpangan antara desa dan kota akan semakin lebar dan menghambat pembangunan berkelanjutan di Bali.

Desa adat di Bali tidak sekadar berfungsi sebagai penjaga tradisi dan identitas kultural, melainkan juga memainkan peran penting dalam dinamika perekonomian masyarakat seperti penyaluran bantuan, monitoring dan proses pendataan. Selain hal itu dengan adanya lembaga-lembaga desa adat diharapkan mampu mendongkrak kemiskinan di Bali, misalnya seperti keberadaan Lembaga Perkreditan Desa (LPD) menjadi bukti nyata bahwa desa adat mampu menghadirkan sistem ekonomi berbasis komunitas yang mandiri berlandaskan kearifan lokal, namun tetap relevan dengan tuntutan perkembangan zaman. Dengan adanya lembaga ini diharapkan masyarakat bali mampu memperoleh akses permodalan yang lebih dekat dan terjangkau, terutama bagi pelaku usaha mikro dan kecil sembari menjaga semangat kebersamaan (Asah, Asih, dan Asuh) yang menjadi inti kehidupan adat.

Selain LPD, lahir pula Badan Usaha Milik Desa Adat (Bumda) yang memperluas peran desa adat dalam mengelola potensi ekonomi lokal. Bumda bergerak di berbagai sektor mulai dari perdagangan, jasa, pengelolaan aset desa adat, hingga pengelolaan sumber daya alam secara berkelanjutan. Hal ini menjadi instrumen penting untuk menciptakan lapangan kerja baru sekaligus menyalurkan manfaat ekonomi secara kolektif kepada krama adat. Melalui pola pengelolaan berbasis gotong royong dan akuntabilitas komunitas, harapannya Bumda mampu memperkuat daya saing desa adat menghadapi tantangan ekonomi modern.

Di sisi lain, koperasi desa adat juga mengambil peran signifikan sebagai wadah ekonomi rakyat yang berbasis kemasyarakatan. Koperasi tidak hanya berfungsi sebagai lembaga simpan pinjam, tetapi juga menjadi sarana pemasaran produk lokal, penguatan usaha kecil, hingga pengembangan usaha-usaha berbasis komunitas menjadikan koperasi desa adat sebagai instrumen efektif dalam menjaga keberlanjutan ekonomi desa sekaligus mengurangi ketergantungan pada sektor eksternal.

Memperkuat peran desa adat adalah salah satu hal yang penting dilakukan mengingat desa adat adalah komponen terkecil pengikat masyarakat antar banjar, pada kehidupan di Bali, Salah satu faktor penyebab kondisi ketimpangan ekonomi dan belum terjadinya pemerataan adalah belum optimalnya peran desa adat sebagai pemangku kepentingan strategis dalam upaya percepatan pengentasan kemiskinan. Dengan menempatkan desa adat sebagai aktor utama, proses pendataan, perencanaan, penyaluran bantuan, hingga evaluasi dan monitoring diyakini akan lebih tepat sasaran serta efektif dalam menekan angka kemiskinan di Bali. Hal ini melalui LPD, Bumda, dan koperasi sejatinya berarti memperluas ruang partisipasi masyarakat dalam pembangunan ekonomi. Dengan basis struktur sosial yang sudah kokoh dan berakar dalam tradisi, desa adat memiliki posisi strategis untuk memastikan distribusi hasil pembangunan berlangsung lebih merata, mengurangi ketimpangan sosial, sekaligus meningkatkan resiliensi ekonomi lokal terhadap guncangan eksternal. Dengan munculnya kebijakan daerah dapat menjadikan desa adat sebagai fondasi penting untuk mewujudkan Bali yang bukan hanya tangguh dalam menjaga warisan budaya, tetapi juga mandiri secara ekonomi dan inklusif bagi seluruh lapisan masyarakat dan mampu mengentas kemiskinan dari komponen yang paling kecil.

Peningkatan peran desa adat diharapkan dapat menjadi penopang ekonomi masyarakat adalah salah satu cara strategis untuk mengentas persoalan kemiskinan di Bali. Melalui penguatan LPD, Bumda, dan koperasi desa adat, masyarakat tidak hanya memperoleh akses terhadap sumber ekonomi yang lebih mudah, tetapi juga menjaga nilai-nilai kebersamaan yang menjadi fondasi kehidupan Bali. Dengan struktur adat yang telah mengakar, desa adat memiliki posisi penting dan krusial untuk menyalurkan manfaat pembangunan agar lebih merata ke seluruh lapisan masyarakat.

Maka dari itu sinergi antara masyarakat, pemerintah, dan desa adat harus semakin diperkuat. Pemanfaatan data Sensus Ekonomi menjadi kunci dalam memetakan potensi lokal sekaligus mengidentifikasi wilayah yang masih membutuhkan dorongan lebih besar. Melalui langkah bersama inilah Bali dapat membangun perekonomian yang stabil, inklusif, dan berkeadilan, sekaligus menjaga warisan budaya yang menjadi jati diri Pulau Dewata. Maka dari itu, Ayo bersama-sama sukseskan Sensus Penduduk 2026 sebagai langkah penting untuk memecah garis kemiskinan di Bali. Partisipasi aktif masyarakat akan menghasilkan data yang akurat dan menyeluruh, sehingga pemerintah dapat merancang program pembangunan yang tepat sasaran. Dengan dukungan desa adat sebagai penyangga ekonomi lokal, hasil sensus ini akan menjadi dasar kuat dalam memperluas pemerataan kesejahteraan, mengurangi ketimpangan, serta mewujudkan Bali yang lebih adil, inklusif, dan sejahtera bagi seluruh krama. 

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline