Lihat ke Halaman Asli

Rice Milling Berjalan, Mudahkan Petani Mengolah Padi Menjadi Beras

Diperbarui: 6 Mei 2016   03:08

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Dokumentasi pribadi

Suara gaduh yang dihasilkan oleh mesin penggiling padi menarik perhatian saya tempo lalu, tepatnya akhir bulan April 2016 di Kecamatan Sungai-Geringging, Kabupaten Padang Pariaman.

Mesin penggilingan padi yang saya maksud biasanya ada pada suatu tempat, lokasi permanen, yang dikenal dengan heller, kata heller ini saya kurang paham, apa artinya, entah dari bahasa inggris atau apa, persisnya saya tidak tau. Yang saya tau, jika petani ingin mengelupaskan padinya menjadi beras, maka diantar ke heller. 

Namun, pagi sekitar pukul 09.00 wib di Sungai-Geringging di tanah kelahiran saya, ada yang berubah, petani yang kebetulan masih keluarga saya, padinya sekitar 3 karung tidak lagi diantar ke heller, tapi didatangi oleh seorang lelaki, sebut saja namanya Mawar,( Maaf bukan mawar korban perkosaan, tapi karena saya lupa namanya, padahal udah ditanya, tapi lupa mencatat). Pak Mawar kira-kira berusia 33 tahun, ia membawa mobil rakitan, bak terbuka, di atas mobil terdapat mesin pengelupas padi (rice milling) yang didesain menyatu dengan mesin mobil

Mawar, mencantumkan no hp-nya di mobil rakitan tersebut, sehingga ia mudah dihubungi oleh petani yang ingin padinya dikelupas menjadi beras. Saya perhatikan cara ia bekerja, nyaris tidak lama, kurang lebih satu jam, mawar sukses melepaskan cangkang padi, menjadi halus yang dikenal di Sungai-Geringging dengan sebutan "dadak" sebanyak 1 karung dan padi yang sudah terkelupas menjadi beras sebanyak 2 karung.

"Sejak kapan rice milling berjalan ini ada di kampung kita Ajo?" Tanya saya pada petani yang menggunakan jasa mawar. Ajo menjawab, " kira-kira 1 tahun inilah."  

"Berapa upahnya untuk 3 karung padi ini?" Tanya saya lagi. " Ajo belum tau, karena ini pertama kali ajo memakai jasanya." Jawabnya.

Setelah Mawar selesai mengerjakan tugasnya. Saya ajak bercerita, ternyata Mawar berasal dari Bireuen, Aceh. Ia sudah lama menetap di Sungai-Geringging dan mempersunting orang setempat sebagai istrinya. Bisnis rice milling berjalan seperti mobil ini, kurang lebih sejak 1 tahun belakangan dilakoninya, sebelumnya ia merakit mesin tersebut di Aceh untuk di perjual belikan, pengakuannya, ia tamatan SMK Otomotif, jadi  ia sendiri yang merakit.

Hingga saat ini, kalau ada yang memesan, ia siap merakit dan menjualnya seharga 50 juta. Dan, ia pun mengklaim, bahwa mesin rice milling rakitannya tersebut sangat membantu petani. Sebab, petani tidak perlu lagi mengantar ke heller, cukup hubungi no hp yang tertera( sambil menunjuk), maka ia akan datang, untuk membantu petani mengelupaskan padi menjadi beras melalui rice milling berjalan seperti mobil yang ia miliki.

Upah penggilingan padi yang ia patok juga tidak mahal, tidak perlu pakai uang tunai. Petani cukup membayarnya dengan beras satu 1/4 liter dalam 20 liter beras. Maksudnya, jika ia menggiling padi dan menghasilkan beras sebanyak 20 liter, maka upahnya adalah satu seperempat liter. 

Kebetulan, saat menggiling padi Ajo, Mawar berhasil mendapatkan upah sebanyak 20 liter beras. Jika beras 20 liter tersebut dihargai 1 liternya 10.000 rupiah ( perkiraan harga beras 1 liter menurut Ajo), maka Mawar telah mendapatkan upah sebanyak 200 ribu rupiah dalam 1 jam bekerja. Hasil yang fantastik. Namun, petani tidak merasa mahal memberikan upah yang demikian.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline