Partisipasi politik Generasi Z atau Gen Z menjadi fenomena yang menarik untuk dikaji karena media sosial berperan besar dalam membentuk kesadaran politik mereka. Dengan akses yang luas dan kemampuan berbagi informasi secara instan, platform digital kini menjadi ruang utama bagi Gen Z untuk mencari informasi, berdiskusi, sekaligus menyuarakan pandangan politik. Sebagai generasi yang lahir dan tumbuh di era digital, ketergantungan mereka pada internet membuat media sosial seperti Instagram, TikTok, dan X (Twitter) tidak hanya menjadi sarana hiburan, tetapi juga ruang belajar politik yang dinamis.
Melalui media sosial, Gen Z dapat memperoleh berita, opini, hingga analisis politik secara real-time dari berbagai sumber. Fenomena global seperti Black Lives Matter atau kampanye iklim menunjukkan bagaimana media sosial mampu memobilisasi dukungan anak muda dalam skala besar. Selain itu, interaksi politik kini terasa lebih dekat dimana Gen Z bisa menyampaikan pendapat, ikut berdiskusi, bahkan berinteraksi langsung dengan politisi melalui kolom komentar, siaran langsung, atau pesan pribadi. Hal ini tidak hanya memperkaya literasi politik, tetapi juga menumbuhkan sikap kritis terhadap kebijakan publik (T. Rivaldo Putra et al., 2024). Peran media sosial dalam partisipasi politik Gen Z terlihat dalam beberapa hal: meningkatnya kesadaran politik, mobilisasi gerakan digital, aktivisme daring, serta interaksi yang lebih terbuka dengan politisi. Namun, ada juga tantangan serius yang muncul. Risiko misinformasi, polarisasi, hingga fenomena filter bubble dapat mempersempit ruang diskusi yang sehat. Oleh karena itu, kemampuan untuk berpikir kritis dan memverifikasi informasi menjadi kunci agar keterlibatan politik Gen Z tetap berkualitas.
Konteks Indonesia memperlihatkan tren serupa. Sejak era reformasi, peran media sosial dalam politik terus berkembang dan mencapai puncaknya pada Pemilu 2024. Politisi menggunakan media sosial untuk kampanye, sementara Gen Z memanfaatkannya untuk mengawasi, mengkritik, hingga menggalang dukungan publik. Dengan jumlah pengguna internet yang mencapai lebih dari 216 juta orang, media sosial menjadi arena politik yang tidak terhindarkan. Politisi yang mampu menyesuaikan gaya komunikasi dengan karakter Gen Z lewat konten kreatif dan interaktif berpeluang lebih besar meraih simpati generasi muda (Aulia & Rohman, 2024).
Pada akhirnya, cyberpolitics melalui media sosial menjadikan Gen Z sebagai generasi yang lebih sadar dan aktif secara politik dibanding generasi sebelumnya. Akses informasi yang mudah, ruang diskusi terbuka, dan potensi mobilisasi digital membuat mereka berperan penting dalam proses demokrasi. Meski tantangan seperti misinformasi dan polarisasi tidak bisa diabaikan, Gen Z memiliki potensi besar untuk menjaga kualitas demokrasi Indonesia.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI