Lihat ke Halaman Asli

Andriyanto

Jika kamu tak menemukan buku yang kamu cari di rak, maka tulislah sendiri.

Lucifer: Pembawa Cahaya atau Pemberontak? Cerita yang Lebih Dalam dari Sekedar Iblis

Diperbarui: 10 September 2025   01:37

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sumber: Edit image, resize image, crop pictures and appply effect to your images (artpictures.club)

Bayangkan ada tokoh yang disebut sebagai pembawa cahaya, tapi juga dituduh sebagai pemberontak terbesar sepanjang sejarah. Namanya Lucifer. Sebagian besar orang mungkin langsung membayangkannya sebagai iblis, penguasa neraka, atau sosok yang membawa kehancuran. Namun, benarkah kisahnya sesederhana itu?

Di balik nama yang sering ditakuti ini, ada perjalanan panjang yang melintasi bahasa, budaya, dan kepercayaan. Kisah Lucifer ternyata tidak selalu hitam-putih. Ia bisa dimaknai sebagai simbol kejatuhan, tetapi juga bisa dipandang sebagai lambang pencerahan dan keberanian. Kita akan coba menelusuri hal ini lebih jauh dengan pikiran terbuka dan rasa ingin tahu.

Dari Langit ke Tanah: Siapa Sebenarnya Lucifer?

Banyak orang mengira Lucifer adalah nama yang berasal langsung dari kitab suci. Padahal, kalau kita melihat kembali ke teks Ibrani kuno, kita akan menemukan istilah Helel ben Shachar, yang berarti “yang bersinar, anak fajar.” Kata ini ada di dalam Kitab Yesaya, dimaksudkan kepada sosok seorang raja Babilonia yang dianggap angkuh, bukan kepada malaikat yang jatuh.

Ketika Alkitab diterjemahkan ke dalam bahasa Latin, istilah Helel diterjemahkan menjadi Lucifer, yang secara harfiah berarti pembawa cahaya. Dari sinilah muncul tafsir bahwa Lucifer adalah malaikat yang jatuh karena kesombongan, yang kemudian berkembang dalam tradisi Kristen.

Seiring berjalannya waktu, kisah ini semakin diperkaya oleh tafsir teolog, sastrawan, dan budaya populer. Jadilah Lucifer yang kita kenal sekarang: simbol pemberontakan yang berubah menjadi iblis. Tetapi, bila dilihat dari akar katanya, Lucifer bukanlah makhluk jahat, melainkan hanya “bintang fajar” atau cahaya yang redup menjelang pagi.

Prometheus: Pemberontak yang Dicintai

Kalau kita menoleh ke mitologi Yunani, ada tokoh yang sering dianggap mirip dengan Lucifer, yaitu Prometheus. Ia mencuri api dari para dewa dan menyerahkannya kepada manusia. Tindakannya dianggap sebagai pemberontakan besar terhadap Zeus, penguasa para dewa.

Akibatnya, Prometheus dihukum berat. Ia diikat di sebuah batu, dan setiap hari seekor burung elang memakan hatinya, yang kemudian tumbuh kembali untuk dimakan lagi. Siksaannya tidak pernah berhenti.

Namun, ada yang menarik: meski dihukum, Prometheus justru dipandang sebagai pahlawan umat manusia. Ia berani melawan kekuasaan demi memberi pengetahuan dan teknologi kepada manusia. Dalam sastra, seperti dalam karya Paradise Lost karya John Milton, Lucifer kerap digambarkan mirip Prometheus, cerdas, berani, tragis, dan membangkang.

Pertanyaannya: apakah setiap pemberontakan otomatis jahat? Kisah Prometheus memberi kita pelajaran bahwa pemberontakan bisa juga lahir dari keberanian dan cinta pada manusia, bukan semata-mata kesombongan.

Melek Taus: Malaikat Merak yang Disalahpahami

Cerita serupa dapat kita temukan dalam tradisi Yazidi, komunitas religius di Irak dan wilayah sekitarnya. Mereka sangat menghormati sosok yang disebut Melek Taus, atau Malaikat Merak.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline