Lihat ke Halaman Asli

Andri Rifandi

Aktivis Mahasiswa

Kala Suara Raja Ampat Didengar, Lalu Bagaimana Kalimantan Timur?

Diperbarui: 12 Juni 2025   11:32

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi kerusakan lingkungan akibat tambang batu bara di Kaltim. [kaltimtoday.co])

"Kala Suara Raja Ampat Didengar, Lalu Bagaimana Kalimantan Timur?"

Oleh: Andri Rifandi

Ketika kabar penutupan tambang nikel di Raja Ampat mencuat ke permukaan, publik Indonesia menyambutnya dengan lega dan haru. Pemerintah bertindak cepat, mengoreksi izin tambang yang dinilai mencederai lingkungan, bahkan ketika tambang itu belum lama berjalan. Ini tentu merupakan sinyal positif bahwa negara hadir dan peduli pada masa depan bumi, warisan hayati, dan martabat masyarakat adat.

Namun, dari sisi lain Indonesia, tepatnya di Kalimantan Timur, kami hanya bisa menyaksikan semua itu dengan rasa yang sulit dijelaskan antara ikut bersyukur sekaligus tercekik diam-diam oleh rasa kecewa.

Kami bertanya: Mengapa tidak ada kecepatan dan ketegasan serupa untuk tambang-tambang batu bara yang telah sekian lama melukai bumi Borneo?

Di Kaltim, lubang-lubang tambang menganga seperti luka terbuka yang tidak pernah diobati. Anak-anak jatuh dan meninggal. Sungai-sungai yang dulu jernih kini membawa sisa tambang yang pahit. Hutan yang menjadi rumah orangutan dan berbagai satwa telah lama diganti dengan hamparan debu dan barisan truk pengangkut batu bara.

Namun tanggapan terhadap semua ini kerap terasa lambat, seolah luka Kaltim adalah bagian dari "harga yang harus dibayar" demi pertumbuhan ekonomi nasional.

Kami tidak iri pada Raja Ampat. Justru kami bangga karena suara masyarakat adat di sana didengar, karena laut dan pulau-pulau kecilnya dijaga. Tapi kami bertanya: Apakah Kalimantan Timur kurang indah untuk diperjuangkan? Kurang penting untuk dilindungi?

Mungkin karena Kalimantan Timur telah begitu lama dikenal sebagai “lumbung energi”, membuat luka-lukanya dianggap biasa. Padahal, di balik statistik produksi dan ekspor batu bara, ada masyarakat yang kesulitan air bersih, anak-anak yang tumbuh tanpa ruang bermain, dan generasi muda yang mewarisi beban ekologis yang tak ringan.

Dalam setiap napas pembangunan, seharusnya ada keadilan. Kecepatan dan ketegasan negara dalam menangani tambang nikel di Raja Ampat seharusnya menjadi standar etis dan moral yang sama di seluruh negeri ini, termasuk Kalimantan Timur.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline