Lihat ke Halaman Asli

Andrea Wiwandhana

Digital Marketer

Sate Waru, Sate Paling Enak di Dunia (menurut saya)

Diperbarui: 24 Juli 2025   13:06

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sate Domba di Sate Waru Pondok Indah (Sumber: Dokumentasi Pribadi)

Sebagai seseorang yang cukup sering mencicipi berbagai jenis kuliner, dari yang kaki lima sampai fine dining berbintang lima, saya bisa katakan bahwa pengalaman makan bukan soal eksklusivitas atau plating yang rumit. Terkadang, kenikmatan sejati justru datang dari tempat-tempat yang tak terduga. Salah satunya adalah Sate Waru. Boleh dibilang, inilah salah satu makanan paling enak yang pernah saya cicipi. Klaim ini tentu bersifat subjektif --- tapi bukankah makanan memang pengalaman yang sangat personal?

Pertama kali saya menemukan Sate Waru secara tidak sengaja. Waktu itu saya dan istri baru selesai mampir ke Gramedia Matraman, dan kami sedang mencari tempat makan yang belum pernah dicoba. Saya ingat sepupu saya pernah menyarankan Sate Waru di Rawamangun, dan kami pun meluncur ke sana tanpa ekspektasi tinggi. Ketika sampai, tempatnya cukup tenang --- tidak ramai seperti resto yang sedang viral di media sosial. Tapi begitu hidangan datang, saya langsung tahu bahwa saya akan mengingat rasa ini untuk waktu yang lama.

Sate Waru menyajikan sate daging domba, bukan kambing biasa. Potongannya besar, tebal, dan begitu digigit --- empuknya bukan main. Bukan empuk seperti daging yang direbus lama lalu dibakar, tapi empuk seperti steak medium well yang juicy dan meleleh di lidah. Rahasia utamanya terletak pada teknik pembakaran dan lumuran lemak yang menyelimuti tiap tusuk sate. Aromanya begitu menggoda bahkan sebelum sampai di meja. Saat disantap, perpaduan rasa daging domba yang kaya, sedikit aroma asap, dan lemak yang meleleh membuat setiap gigitan seperti pesta kecil di mulut.

Yang membuat saya semakin jatuh cinta adalah kuah sop dombanya. Disajikan sebagai pendamping, kuah ini bukan sekadar pelengkap. Rempah-rempahnya tajam, dalam arti yang baik --- menghangatkan tenggorokan, menggelitik hidung dengan aroma cengkeh dan kapulaga yang seimbang. Ada kehangatan khas masakan Timur Tengah, namun dibalut dengan cita rasa lokal yang akrab.

Satu lagi bagian favorit saya dari pengalaman makan di Sate Waru adalah saat mengais-ngais sisa minyak dan lemak di hotplate tempat sate disajikan. Ini bukan sesuatu yang bisa Anda temukan di resto manapun. Sensasi mencolek bagian-bagian yang nyaris terbakar, dengan aroma karamelisasi lemak dan daging yang menempel di dasar piring panas, benar-benar kenikmatan yang tidak bisa dituliskan dengan kata-kata --- tapi saya mencoba menuliskannya juga, karena begitu spesial.

Beberapa bulan kemudian, saya kembali --- kali ini ke cabang Pondok Indah. Kebetulan ibu dan adik saya baru saja potong rambut di bilangan Blok A, jadi saya ajak mereka mencicipi Sate Waru. Ibu saya, seperti biasa, selalu menghargai makanan enak. Tapi adik saya ini agak berbeda. Tinggal di Bali dan bekerja di industri kreatif, selera makannya tinggi, dan kadang agak skeptis dengan tempat makan yang terlalu 'dihypekan'. Tapi ekspresi wajahnya ketika menggigit sate pertama adalah validasi terbaik bagi saya. Dia tidak mengatakan apa-apa --- hanya matanya agak terbuka lebar saat gigitan pertama, sambil terus makan.

Kali ini kami juga memesan bunga pepaya sebagai side dish. Si pahit yang saya pikir hanya cocok dimakan di restoran manado, ternyata cocok sekali dengan rasa gurih dan lemak dari sate domba. Rasa pahitnya justru menjadi penyeimbang alami. Momen-momen seperti ini yang membuat pengalaman kuliner menjadi lebih dari sekadar mengisi perut. Ia menjadi sarana ikatan keluarga, nostalgia, dan tentu saja cerita yang akan dikenang.

Ada yang bilang harga makanan di Sate Waru cukup mahal. Tapi menurut saya, mahal dan murah itu sangat relatif. Kalau rasanya biasa saja tapi harganya tinggi, baru itu namanya kemahalan. Tapi kalau rasa dan kualitasnya benar-benar sepadan --- dan Sate Waru menurut saya termasuk kategori ini --- justru harga segitu jadi terasa pantas. Kualitas daging dombanya, teknik memasaknya, bumbu, hingga presentasi semuanya diperhatikan dengan serius. Jadi ya, untuk saya pribadi, justru ini termasuk 'murah'.

Kenikmatan kuliner memang subjektif. Tapi bila Anda belum pernah mencicipi Sate Waru, saya sarankan untuk mencoba --- baik di Rawamangun maupun di Pondok Indah. Siapkan perut kosong, dan biarkan sate dombanya memperkenalkan Anda pada definisi baru tentang kelezatan. Siapa tahu, Anda juga akan berkata hal yang sama seperti saya: ini mungkin sate paling enak di dunia.

Dan kalau nanti ada yang nanya, "Sate terenak yang pernah kamu makan di mana?", saya tidak akan ragu sedikit pun menjawab: Sate Waru.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline