JAKARTA - Dr. Heri Solehudin menyampaikan makalah dan menjadi moderator dalam Konferensi International Convention Humanity, Sustainability & Technology (ICHST) 2025 di Universitas Nahdlatul Ulama (UNU) Pasuruan, Jawa Timur, Kamis, 28 Agustus 2025.
Kegiatan yang digelar secara Hybrid (offline dan online) ini berlansung selama tiga hari, 28-30 Agustus 2025, di Auditorium Kampus Nahdlatul Ulama Pasuruan, Jawa Timur.
Pada kesempatan tersebut, Dosen Pascasarjana Uhamka Jakarta ini menyampaikan makalah secara online dengan tema "Analysis of Innovative Intersectional Policy Model for Equitable Education Access Using Mixed-Methods and AI Among Non-registered Citizens in Jakarta" (Analisis Inovasi Model Kebijakan Interseksional untuk Akses Pendidikan yang Adil Berbasis Metode Campuran dan AI di Kalangan Warga Non-Registered di Jakarta).
Selain Dr. Heri Solehudin sebagai penulis pertama, makalah tersebut juga ditulis oleh Dr. Erna Budiarti, M.Pd. (online), Dr. Eko Digdoyo (online), dan Rani Darmayanti, M.Pd. (offline).
Keynote Speaker dalam konferensi ini adalah Rektor Universitas Nahdlatul Ulama Pasuruan Dr. Abu Amar Bustomi, M.Si., Staf Ahli Kemendikti RI Dr. Muhammad Hasan Chabibie, M.Si., dan Direktur NGO Gusdurian Indonesia Alissa Wahid, M.Psi.
Tiga pembicara yang tampil dalam Konferensi Internasional yaitu Dr. Omar Hisham Altalib (President Altalib Associates Consulting LLC Reston, Virginia, USA), Dr. Eunkyung Lee (Reserch Professor Global Sustainable Development, Sun Moon University, Korea Selatan), dan Dr. Nur Lalua Rashidah Mohd Rahsiad (Welbeck and Bradivel Limited, London, Inggris).
Dalam paparannya, Dr. Heri Solehudin menyampaikan bahwa sebanyak 38% anak tidak terdaftar bersekolah di pendidikan formal. Hambatan utamanya adalah: dokumen administrasi yang ketat, pendapatan tidak stabil, kurangnya kesadaran, dan sekolah alternatif yang terbatas.
"Kebijakan saat ini (misalnya KJP) mengecualikan banyak anak karena persyaratan administratif," ujar Tokoh Masyarakat Ciamis dan Keturunan Raja Galuh Panjalu ke-17 ini.
Dr. Heri Solehudin juga menyebutkan sejumlah temuan utama. Terkait hambatan akses, temuannya adalah birokrasi/dokumen sebesar 90,1%, administrasi 85,3%, kesulitan ekonomi 78,6%, mutu sekolah alternatif rendah 72,4%, dan kurangnya kesadaran sebesar 68,9%.
Temuan lainnya adalah terkait wawasan AI. "Mengidentifikasi subkelompok berisiko, simulasi kebijakan menunjukkan kemungkinan peningkatan partisipasi +27% jika persyaratan disederhanakan dan dilakukan sosialiasi," kata Dr. Heri Solehudin.