Pada tanggal 20 Oktober 2024, Kementerian Agama (Kemenag) DIY bekerja sama dengan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta menggelar sebuah acara besar bertajuk "Menyambung Juang Merengkuh Masa Depan -- Empowering Knowledge Shaping the Future". Acara ini menghadirkan berbagai narasumber inspiratif dari kalangan akademisi, praktisi, hingga aktivis sosial. Salah satu yang menarik perhatian adalah kehadiran Krapyak Peduli Sampah (KPS), sebuah gerakan lingkungan yang berangkat dari Pondok Pesantren Krapyak, di bawah koordinasi Andika Muhammad Nuur, sebagai pembicara utama dalam bidang pengelolaan sampah mandiri.
Sampah: Masalah Global yang Dekat dengan Santri
Dalam paparannya, Andika Muhammad Nuur menekankan bahwa isu sampah bukan hanya problem lingkungan, tetapi juga problem sosial, budaya, dan bahkan keimanan. Setiap hari, Indonesia menghasilkan jutaan ton sampah, dan Yogyakarta sendiri menghadapi ancaman "darurat sampah" akibat menumpuknya limbah rumah tangga, industri, hingga pesantren.
Santri, sebagai bagian dari masyarakat yang hidup dalam komunitas padat dan terikat aturan pesantren, juga tidak luput dari masalah ini. Aktivitas harian santri yang menghasilkan sampah organik maupun anorganik jika tidak dikelola dengan baik dapat menimbulkan pencemaran, bau, dan penyakit. Oleh karena itu, pengelolaan sampah di lingkungan pesantren menjadi hal yang sangat penting dan strategis.
Proses Pengelolaan Sampah di Krapyak Peduli Sampah
KPS membagikan pengalaman bagaimana mereka berhasil menurunkan volume sampah di Pondok Pesantren Krapyak dari 2 ton per hari menjadi hanya 100 kilogram. Prinsip yang diterapkan adalah "sampah hari ini selesai hari ini".
Pengelolaan dilakukan dari dua sisi:
Sisi Hulu (Sumber Sampah):
Edukasi santri agar memilah sampah sejak dari kamar atau dapur pesantren.
Pemberian fasilitas pemilahan sampah organik, anorganik, dan residu.
Membentuk culture of responsibility, yakni kesadaran bahwa setiap orang bertanggung jawab atas sampahnya sendiri.