Di Indonesia Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) pada tahun 2025 masih menjadi perhatian yang serius oleh pemerintah dan masyarakat. Berdasarkan data BPS, pada Febuari 2025 Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) tercatat sebesar 4,76%, dengan jumlah pengangguran sekitar 7,28 juta orang. Meskipun mengalami penurunan dari tahun sebelumnya pada 2024 yang sebesar 4,82%, angka tersebut masih tetap tergolong tinggi sehingga menempatkan Indonesia sebagai negara dengan tingkat pengangguran yang tertinggi di ASEAN pada tahun 2025. Sebagian dari pengangguran bahkan berasal dari kalangan muda, dengan tingkat pengangguran terbuka yang tercatat melebihi 16%.
Dalam menghadapi situasi tersebut, pemerintah Indonesia telah melaksanakan bebagai kebijakan agar dapat menurunkan tingkat pengangguran tersebut, yaitu melalui program pelatihan kerja, pengembangan pendidikan vokasi, pembangunan infrastruktur, serta upaya mendorong industrialisasi. Tetapi masih banyak kritik dari berbagai kalangan yang sering terdengar. salah satunya adalah terkait dengan efektifitas program-program pemerintah yang dianggap masih belum cukup berhasil dalam menyerap tenaga kerja baru secara signifikan. Sebagai contohnya adalah komitmen pemerintah untuk menciptakan 19 juta lapangan pekerjaan yang disampaikan oleh wakil presiden belum sepenuhnya dapat diwujudkan secara optimal. Walaupun pembangunan infrastruktur dan industrialisasi terus digencarkan, penyerapan tenaga kerjanya masih terbatas dan belum sepenuhnya menjangkau sektor-sektor padat karya secara maksimal. selain dari itu, kritik juga muncul terkait dengan penyediaan pelatihan dan pendidikan vokasi yang dinilai belum sejalan dengan kebutuhan pasar kerja. Masih banyak lulusan pendidikan formal maupun pelatihan kerja yang masih belum memiliki keterampilan yang sesuai dengan standar dan tuntutan dari dunia industri, sehingga mereka menghadapi kesulitan untuk bersaing di pasar tenaga kerja yang semakin kompetitif. Hal tersebut menunjukkan bahwa terdapat kesenjangan antara supply dan demand tenaga kerja yang masih belum bisa dijembatani secara efektif oleh program pemerintah.
Dari sudut pandang pribadi, peran pemerintah ini sangat penting dalam menangani masalah tersebut, namun perlu juga disert dengan evaluasi yang mendalam serta kebijakan yang lebih fleksibel dan menyesuaikan dengan perubahan kebutuhan dunia kerja. Pemerintah juga perlu memperkuat kerja sama antara sektor pendidikan, pelatihan, dan industri melalui program kolaborasi yang lebih intensif, agar nantinya para lulusan memiliki keterampilan yang relavan dengan kebutuhan pasar. Selain itu, juga perlu diperluas lagi pengembangan dari program padat karya, khususnya pada sektor-sektor yang memiliki potensi menyerap banyak tenaga kerja seperti manufaktur, pertanian, dan pariwisata.
Tingginya angka pengangguran tersebut dapat berdampak langsung pada perekonomian nasional. kalau secara makro, kondisi tersebut dapat menyebabkan penurunan pada pendapatan nasional dikarenakan berkurangnya penerimaan pajak yang diakibatkan menurunya pendapatan pada masyarakat. Selain itu, pengangguran juga dapat membuat menurunya daya beli masyarakat, yang kemudian dapat mengurangi permintaan terhadap barang dan jasa, sehingga dapat memperlambat laju pertumbuhan ekonomi dan dengan situasi pasar tenaga kerja yang kurang stabil juga dapat membuat para investor ragu untuk menanamkan modal, yang pada akhirnya dapat menghambat investasi dan memperlambat perkembangan di sektor industri. Pengangguran yang tinggi juga berpotensi membawa dampak sosial yang signifikan, seperti menurunya dalam kesejahteraan individu dan keluarga yang terdampak. Kondisi inilah yang berpotensi meningkatkan angka kemiskinan dan memperluas ketimpangan sosial. Dari kondisi tersebut mengakibatkan pemerintah harus menanggung beban sosial dan ekonomi yang meningkat itu dengan melakukan berbagai pelaksanaan program bantuan sosial untuk meringankan dampak tersebut bagi masyarakat.
Terdapat beberapa solusi nyata yang dapat dilakukan oleh pemerintah yaitu dengan meningkatkan akses dan kualitas pelatihan vokasi berbasis kompetensi, memperkuat program pelatihan keterampilan ditingkat komunitas maupun di desa-desa, serta bisa juga dengan mendorong pengembangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) sebagai sumber utama dalam penciptaan lapangan pekerjaan. UMKM disini memiliki peran yang sangat penting dalam menyerap tenaga kerja di berbagai daerah, sehingga sangat perlu dukungan seperti kemudahan dalam akses untuk modal, pelatihan kewirausahaan, dan pendampingan teknis yang berkelanjutan. Selain itu, pemberdayaan generasi muda juga dapat dilakukan melalui program kewirausahaan dan pelatihan teknis sehinggan nantinya dapat membantu mengurangi ketergantungan terhadap lapangan kerja formal yang jumlahnya terbatas itu.
Keberhasilan dalam menurunkanya tingkat pengangguran terbuka ini nantinya akan memberikan dampak yang sangat positif untuk perekonomian indonesia. Dengan penyerapan tenaga kerja yang optimal itu dapat memperkuat daya beli masyarakat, menurunkan tingkat kemiskinan, serta dapat mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih inklusif setra berkelanjutan yang dapat lebih cepat tercapai. Nah sebaliknya, kalau tingkat pengangguran tetap tinggi hal itu dapat menghambat pada pembangunan nasional dan dapat menimbulkan potensi ketidakstabilan sosial. Jadi pemerintah disini perlu bersikap lebih responsif dan inovatif agar kebijakan ketenaga kerjaan bisa efektif dan mampu menyesuaikan diri dengan perubahan ekonomi global maupun domestik.
Pada intinya, untuk menangani tingkat pengangguran terbuka (TPT) yang tinggi ini memerlukan kerja sama anatara pemerintah pusat, daerah, pelaku usaha, dan masyarakat itu sendiri. Kolaborasi antar sektor juga menjadi kunci yang dapat menurunkantingkat pengangguran terbuka dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkeadilan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI