Dalam beberapa bulan terakhir, harga emas telah mengalami lonjakan yang signifikan. Rekor demi rekor terus dipecahkan akibat ketidakstabilan ekonomi dan geopolitik global saat ini. Tren ini disambut dengan kekhawatiran maupun antusiasme dari kalangan masyarakat, pelaku usaha, juga para investor. Satu persoalan utama yang menjadi tanda tanya besar di kalangan masyarakat: Apakah tren ini akan terus berlanjut, telah mencapai titik stagnan, atau bahkan segera menemui titik baliknya?
Kenaikan harga emas pada tahun 2025 ini sejatinya dapat dikatakan jauh melebihi ekspektasi banyak orang. Dalam kurun waktu 5 tahun terakhir, kenaikan harga emas telah mencapai 12%/tahunnya dan 30% hanya pada kuartal pertama tahun 2025 ini. Menurut data, harga emas dunia mencapai rekor rekor tertinggi dalam sejarah pada perdagangan Selasa (22/04/2025), yakni mencapai USD3.500,50/troy ounce. Pada hari yang sama, harga emas Antam juga mengalami hal serupa, yakni mencapai rekor tertinggi sepanjang masa, senilai Rp2.039.000,00/gram.
Tren ini bukan semata-mata akibat kenaikan permintaan, namun juga turut merepresentasikan kekhawatiran pasar terhadap ketidakstabilan ekonomi global. Ketika mata uang dan aset lainnya menunjukkan fluktuasi yang ekstrem, emas kembali menjadi safe haven (aset yang dianggap menjadi penyimpanan aman, karena bernilai stabil di tengah ketidakpastian global) bagi para investor.
Terdapat banyak faktor yang berkombinasi dan berkontribusi bagi tren kenaikan harga emas, yang meliputi:
1. Ketidakpastian Ekonomi dan Geopolitik Global
Harga emas cenderung menunjukkan kenaikan di tengah ketidakpastian ekonomi global. Hal tersebut lantaran investor menganggap emas sebagai investasi yang aman (safe haven) dan tidak terpengaruh oleh krisis yang terjadi di dunia. Kondisi geopolitik yang dimaksud misalnya kebijakan tarif impor yang dikeluarkan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump, ketegangan di Timur Tengah, hingga ketegangan AS-Tiongkok. Permintaan yang naik pada akhirnya membuat harga emas turut naik.
2. Inflasi dan Suku Bunga
Inflasi yang tinggi di berbagai negara membuat nilai mata uang terus mengalami pelemahan. Meskipun bank sentral Amerika Serikat (The Fed) menaikkan suku bunga untuk mengendalikan inflasi, namun permintaan terhadap emas tetap tak terbendung. Alasannya adalah karena nilainya yang tidak tergerus oleh inflasi yang mungkin berpotensi berlanjut tanpa batas waktu.
3. Melemahnya Nilai Tukar Dolar AS dan Potensi Resesi Global
Mata uang USD mengalami pelemahan beberapa waktu terakhir, lantaran kebijakan ekonomi agresif Donald Trump yang dinilai dapat membawa AS masuk ke jurang resesi. Ketika mata uang USD melemah, maka harga emas biasanya mengalami penguatan. Dalam merespons potensi resesi dan nilai USD yang semakin turun, maka permintaan akan emas sebagai safe haven mengalami peningkatan, sehingga harga emas pun mengalami tren kenaikan.