Lihat ke Halaman Asli

Cecep Suryani Sobur

Berbagi ilmu dengan tulisan

Dilema Obat Mahal dan Penyakit Langka di Era JKN-BPJS

Diperbarui: 16 Oktober 2019   18:38

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilustrasi sel darah dalam pembuluh darah. | humanlimbregeneration.com

Apabila kita lihat daftar obat temahal di dunia, maka dapat kita tebak dengan mudah bahwa kebanyakan dari obat-obatan tersebut adalah untuk penyakit langka. 

Untuk refreshing, coba simak di bawah ini mengenai harga dan penyakit langka tersebut. Saya jamin kebanyakan orang belum pernah mendengar obat atau penyakit tersebut:


Salah satu obat yang ada dalam daftar tersebut adalah Soliris (Eculizumab), yaitu obat untuk penyakit yang dinamakan PNH (paroxysmal nocturnal hemoglobinuria). Kenapa saya mencoba mengemukakan PNH, karena saya pernah bertemu dengan penderita PNH di Indonesia. Tidak hanya sekali, tapi beberapa kali kesempatan saya bertemu dengan penderita penyakit ini. 

Sungguh malang karena selain jarang, obatnya pun mahal. Sebagai informasi, Soliris atau nama generiknya eculizumab bukan obat yang murah dengan biaya obat  $432.000 sampai $542.000 tiap pasien per tahun. 

Mengerikan sekali dan sayangnya, pasien PNH yang saya temui masuk ke golongan masyarakat biasa. 

Celakanya lagi, selain mahal ternyata Soliris juga tidak tersedia di Indonesia. Kalau ingin memakai obat tersebut, harus didatangkan dulu dari luar negeri. Apakah obat ini masuk dalam biaya BPJS? Sejauh yang saya ketahui tidak, karena otomatis obatnya tidak tersedia dalam e-katalog.

Lalu, tanpa obat tersebut bagaimana nasib penderita PNH tersebut? Ya tentu diterapi sesuai dengan apa yang ada. Terapi suportif berupa transfusi dan pemberian pengencer darah karena pasien PNH darahnya cenderung mudah membeku. Memang sebaiknya diberikan obat eculizumab ini, tapi karena tidak tersedia dan tidak terjangkau, jadinya tidak bisa diberikan.

Gambaran ini cukup mewakili apa yang terjadi pada saudara-saudara kita yang terkena kondisi yang sangat tidak mengenakan, yaitu penyakit langka. Penderitanya sedikit tapi biaya pengobatannya sangat mahal dan hampir tidak terjangkau. Kondisi penyakit langka memang memberikan dampak yang kurang baik:

  1. Jumlah penderita langka, tidak ada suplier obat atau perusahaan farmasi yang bisa mendatangkan obat secara rutin ke Indonesia. Otomatis harus membeli langsung dan terkadang terkendala peraturan bea cukai, peraturan soal obat-obatan dan lain-lain. Tidak mudah mendatangkan obat dari luar negeri apalagi dengan harga yang begitu fantastis.
  2. Asuransi kebanyakan tidak bisa mengcover penyakit ini, termasuk BPJS. Apalagi dengan keuangan BPJS yang kurang baik, bagaimana mungkin kemudian harus menanggung pengobatan penderita yang memakan biaya begitu besar seperti ini
  3. Tenaga ahli yang terbatas. Dikarenakan kondisi langka, tentu hanya tenaga kesehatan tertentu saja yang bisa menangani penyakit ini dan untuk Indonesia, berarti hanya rumah sakit pusat rujukan tertentu saja yang mampu menangani kasus tersebut. Bagaimana dengan penderita yang hidup di daerah pelosok?

Itu adalah tiga hal sekelumit masalah yang harus ditanggung oleh penderita penyakit langka. Bagaimana jalan keluarnya? Tentu pembiayaan adalah salah satu kunci masalah dari penanganan penyakit ini disamping tentu pengadaan obat. 

Perlu dipikirkan bagaimana cara yang terbaik dalam menangani penyakit langka ini. Idealnya adalah BPJS dapat membantu menanggung beban pengobatan penderita penyakit ini. 

Namun, dengan berbagai beban yang menyandera sistem pembiayaan kesehatan kita, saya kira jalan panjang harus dilalui sebelum hak saudara kita yang kurang beruntung ini dapat diberikan selayaknya orang sakit lain dengan penyakit yang lebih umum.




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline