Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

TERVERIFIKASI

Menjangkau Sesama dengan Buku

[politik] Bayangan di Zebra Cross

Diperbarui: 29 Agustus 2025   21:16

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(olahan Grok.AI, dokpri)

Bayangan di Zebra Cross

Di Jakarta yang basah oleh hujan malam, ratusan rantis Brimob bergerak pelan menyusuri Jalan Gatot Subroto. Udara masih bau gas air mata, bekas bentrokan siang tadi. Para pengunjuk rasa sudah dibubarkan, gedung-gedung vital dikunci rapat. Keamanan diklaim pulih. Tapi sesuatu bergerak di balik kabut.

Seorang polisi muda, Bripka Dika, duduk di kokpit rantis Barracuda 07. Tangannya gemetar. Ia baru saja kembali dari tugas pembubaran massa. Ia tidak menyetir, hanya bertugas sebagai penembak gas air mata. Tapi ia melihat semuanya. Termasuk saat kendaraan di depan mereka (yang dikemudikan oleh tim Brimob senior) menghantam seorang ojol yang sedang menyeberang mengantar pesanan pendemo.

"Cuma ojol, santai aja," kata komandan tim sambil tertawa. "Lagian dia nyelonong aja, nggak lihat situasi."

Tapi Dika melihat wajah pria itu sebelum tubuhnya terseret. Wajah itu tidak menunjukkan kemarahan. Tidak menunjukkan ketakutan. Hanya... penyerahan. Seperti orang yang sudah terlalu sering dipukul, lalu akhirnya berhenti melawan.

Malam itu, Dika bermimpi aneh.

Ia berdiri di jalan yang basah, sendirian. Di ujung jalan, seorang pria mengenakan jaket Gojek biru tua berdiri, membawa tas delivery. Wajahnya tertunduk. Dika ingin berteriak, tapi suaranya tak keluar. Pria itu perlahan mengangkat kepala. Matanya hitam pekat. Dan dari mulutnya, bukan suara, tapi suara ribuan orang, suara ibu yang menangis, anak yang kelaparan, buruh yang dipecat, petani yang tanahnya digusur.

"Kami tidak minta banyak," bisik suara itu, menggema dari segala arah. "Kami hanya ingin hidup."

Dika terbangun dengan keringat dingin.

Hari kedua. Kota terasa aneh. Sepi. Ojek online tiba-tiba menghilang dari jalan. Tidak ada yang mau narik. Bahkan aplikasi macet. Pemerintah mengumumkan "penertiban sementara" karena "gangguan keamanan". Tapi Dika tahu, ini bukan penertiban. Ini mogok massal. Diam-diam. Tanpa bendera. Tanpa pengeras suara.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline