Pintu Sempit, Jalan Luas: Mengikuti Yesus di Tengah Dunia yang Berisik
Di tengah hiruk-pikuk zaman yang serba cepat, di mana nilai-nilai kerap terbalik dan kebenaran menjadi komoditas yang bisa ditawar, kita sering kali merasa tersesat, bukan karena tidak tahu jalan, tetapi karena terlalu banyak jalan yang menjanjikan.
Dalam hiruk pikuk itu, Yesus berdiri tenang, mengajak kita: "Usahakanlah segala cara untuk masuk melalui pintu sempit." (Lukas 13:24). Bukan jalan lebar yang ramai, bukan pintu yang gemerlap, tetapi jalan yang menyempit, yang menuntut komitmen, ketulusan, dan keberanian. Di Minggu ke-21 biasa, 24 Agustus 2025, Firman Tuhan mengajak kita merenungkan: Apakah kita benar-benar mengikuti Yesus di zaman ini atau hanya mengikuti arus?
Pintu Sempit yang Mengubah Hidup (Injil: Lukas 13:22-30)
Yesus sedang berjalan menuju Yerusalem, perjalanan terakhir-Nya yang penuh makna teologis dan spiritual. Di tengah jalan, seseorang bertanya: "Tuhan, adakah yang diselamatkan hanya sedikit?" Pertanyaan ini mengungkap kecemasan manusia sepanjang zaman: Apakah aku termasuk yang diselamatkan?
Tetapi Yesus tidak menjawab dengan angka atau statistik. Ia malah berkata: "Usahakanlah segala cara untuk masuk melalui pintu sempit." Pintu sempit bukan sekadar simbol kerendahan hati atau kesederhanaan, tetapi jalan yang meminta totalitas. Di zaman ini, pintu sempit itu adalah: Menolak kemudahan dosa yang ditawarkan teknologi, Menolak sikap apatis terhadap ketidakadilan, Menolak menjadi orang baik tanpa berani menjadi kudus.
Banyak yang akan berkata, "Kami makan dan minum bersama-Mu, Engkau mengajar di pasar kami...", tetapi itu tidak cukup. Pengenalan intelektual atau ritual keagamaan tidak menjamin keselamatan. Yang dibutuhkan adalah komitmen hidup yang berbuah kekudusan, belas kasih, dan keberanian menanggung salib.
Di zaman medsos yang penuh pencitraan, pintu sempit adalah ketika kita memilih jujur meski dihujat, memilih mengampuni meski sakit, memilih setia meski ditinggalkan.
Panggilan yang Tak Terduga: Dari Ujung Dunia ke Mezbah Tuhan (Bacaan Pertama: Yesaya 66:18-21)
Nabi Yesaya membawa penglihatan yang mengejutkan: Tuhan tidak hanya menyelamatkan Israel, tetapi "mengumpulkan segala bangsa dan bahasa" dari ujung bumi. Bahkan dari mereka, Tuhan akan memanggil imam dan orang-orang Lewi, hal yang dulu dianggap mustahil bagi bangsa asing.
Ini adalah kabar gembira yang radikal: Tuhan tidak membatasi keselamatan berdasarkan latar belakang, status, atau tradisi. Ia memanggil siapa pun yang hatinya terbuka. Di zaman ini, kita diajak melihat: Apakah kita masih membatasi siapa yang "layak" untuk melayani Tuhan? Apakah kita masih memandang rendah mereka yang datang dari luar "gereja yang benar"?
Tuhan sedang memanggil para pengembara, pecundang, yang merasa tidak pernah cukup baik, untuk menjadi pembawa terang. Bahkan dari antara mereka, Tuhan akan membuat "imam dan orang-orang Lewi."