Mohon tunggu...
Ni Putu Rismayani
Ni Putu Rismayani Mohon Tunggu... Mahasiswa

Olahraga

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Tri Hita Karana: Filosofi Bali untuk Harmoni Hidup dan Kearifan Lokal

13 Oktober 2025   05:02 Diperbarui: 11 Oktober 2025   08:45 16
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Di tengah dunia modern yang serba cepat dan penuh tekanan, manusia semakin sering mencari resep kebahagiaan. Ada yang mengejar materi, ada yang sibuk menumpuk prestasi, ada juga yang mencari ketenangan lewat spiritualitas. Namun, masyarakat Bali sejak lama sudah memiliki sebuah panduan hidup yang sederhana sekaligus mendalam: Tri Hita Karana.

Filosofi ini mengajarkan bahwa kebahagiaan sejati hanya bisa dicapai jika kita hidup dalam keseimbangan, yaitu dengan Tuhan, sesama manusia, dan alam.

Apa Itu Tri Hita Karana?

Secara harfiah, Tri Hita Karana berarti "tiga penyebab kebahagiaan":

  1. Parahyangan menjaga hubungan harmonis dengan Tuhan melalui doa, sembahyang, dan rasa syukur. Ini diwujudkan melalui sembahyang, rasa syukur, dan pelaksanaan upacara keagamaan. Parahyangan bukan sekadar ritual, tapi juga tentang bagaimana manusia menumbuhkan kesadaran spiritual dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Pawongan menjaga hubungan baik dengan sesama manusia lewat gotong royong, toleransi, dan solidaritas. Nilai-nilai seperti gotong royong, tenggang rasa, saling menghargai, dan toleransi menjadi wujud nyata dari Pawongan. Tradisi ngayah, misalnya, adalah bentuk nyata dari kebersamaan tanpa pamrih.
  3. Palemahan menjaga hubungan selaras dengan alam melalui pelestarian lingkungan. Manusia dianggap bagian dari alam, bukan penguasanya. Oleh karena itu, menjaga kelestarian lingkungan adalah bentuk penghormatan terhadap kehidupan itu sendiri.

Ini adalah tiga pilar kebahagiaan yang jadi fondasi kehidupan masyarakat Bali, sekaligus kearifan lokal yang bisa diterapkan oleh siapa saja, di mana saja.

Tri Hita Karana sebagai Filsafat Hidup

Tri Hita Karana bukan sekadar budaya, melainkan filsafat hidup. Ia memberikan arah dalam berpikir, bersikap, dan bertindak. Ketika seseorang mampu menyeimbangkan aspek spiritual, sosial, dan ekologis, ia akan menemukan harmoni dalam hidupnya. Contohnya:

  • Dalam aspek spiritual (Parahyangan)

Masyarakat Bali menjalankan ritual seperti Melasti, yaitu upacara penyucian diri menjelang Hari Raya Nyepi. Ritual ini bukan hanya simbol pembersihan fisik, tetapi juga spiritual yang menyucikan pikiran dan hati agar kembali pada keseimbangan.

  • Dalam aspek sosial (Pawongan)

Tradisi Ngaben dan Ngayah mengajarkan nilai kebersamaan, empati, serta tanggung jawab sosial. Semua warga turut membantu keluarga yang berduka atau gotong royong dalam kegiatan adat, tanpa memandang status.

  • Dalam aspek ekologis (Palemahan)

Sistem irigasi tradisional Subak adalah contoh nyata penerapan Tri Hita Karana. Melalui musyawarah dan kebersamaan, para petani mengatur air secara adil tanpa merusak sumber daya alam. Bahkan, Nyepi pun memiliki dampak ekologis luar biasa, sehari tanpa kendaraan dan aktivitas industri berarti sehari bumi beristirahat.

Tri Hita Karana sebagai Kearifan Lokal

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun