Pengeluaran Rutin yang Disepelekan
Sebuah Refleksi Harian dari Yogyakarta
[Transportasi, karena sudah menjadi kebutuhan seringkali luput dari hitungan. Namun setelah dihitung dengan cerman termasuk biaya perawatannya, bukan hanya bikin kita geleng kepala, tetapi justru "vertigo" alias pusing. Tidak disangka, yang kita anggap biasa karena sudah rutin "memakan" separuh gaji kita. Apalagi jika dalam satu rumah lebih dari dua kendaraan (roda dua saja) dan sumber dananya hanya satu pintu. Lebih baik jalani saja, karena kalau dihitung teliti bisa pasang ring karena jantungan]
Setiap pagi, sebelum matahari sepenuhnya menampakkan diri, jutaan orang di seluruh Indonesia sudah mulai bersiap. Di kota-kota besar seperti Jakarta, Surabaya, Bandung, dan Medan, alunan mesin motor, deru kendaraan, dan derap langkah pejalan kaki membentuk simfoni rutin yang tak pernah berhenti: ritual pulang-pergi kerja. Tapi pernahkah kita berhenti sejenak dan bertanya, "Berapa sih sebenarnya biaya yang kubayar setiap hari untuk perjalanan ini?"
Bukan sekadar angka, pertanyaan ini menyentuh jantung dari keseharian kita, dari kantong, waktu, hingga kesehatan mental. Mari kita telusuri, dari rute-rute yang dilewati, moda yang digunakan, hingga bagaimana ongkos transportasi ini bisa menjadi beban yang memakan sepertiga gaji, atau bahkan lebih.
Hitungan dalam tulisan berikut contoh pengalaman saya di sebuah kota kecil seperti Yogyakarta, belum lagi kota besar lainnya.
Dari Bensin, Gojek, Hingga Bawa Anak Sekolah: Kisah Nyata di Balik Angka
Setiap minggu, saya (sebut saja Budi) mengisi bensin motor sekitar Rp40.000. Putraku, yang masih SMK menghabiskan Rp35.000 seminggu untuk bensin motornya sendiri. Lalu ada Gojek, Rp35.000 per minggu untuk antar-jemput anak nomor dua kalau saya berhalangan, atau saat hujan tiba tiba-tiba. Sementara istri, kadang-kadang butuh ojek online juga, kadang Rp25.000, kadang Rp35.000.
Kalau kita hitung, dalam sebulan: Bensin Budi: Rp40.000 4 = Rp160.000. Bensin anak: Rp35.000 4 = Rp140.000. Gojek untuk anak kedua: Rp35.000 4 = Rp140.000 dan Gojek istri (rata-rata): misal Rp30.000 2 kali sebulan = Rp60.000. Total: Rp500.000 per bulan.
Itu belum termasuk parkir, perawatan motor, atau kemacetan yang menggerus waktu dan bahan bakar. Dan ini belum bicara tentang waktu. Dua jam di jalan tiap hari berarti 10 jam seminggu, setara dengan satu hari kerja penuh yang hilang di jalan.
Gojek atau Kendaraan Pribadi? Pertarungan Antara Fleksibilitas dan Biaya
Di satu sisi, Gojek dan Grab memberi kemudahan. Tidak perlu khawatir macet, hujan, atau mencari parkir. Tapi di sisi lain, tarifnya terus naik. Tarif rata-rata GoRide di 2025 berkisar Rp7.000 per kilometer, dengan harga minimal Rp15.000-Rp30.000 per perjalanan. Jika kamu pulang-pergi kerja 10 km, itu sudah Rp70.000 per hari-Rp1,75 juta per bulan.
Tapi kendaraan pribadi pun bukan solusi murah. Selain bensin, ada pajak tahunan, asuransi, servis berkala, dan risiko kerusakan. Belum lagi parkir, di gedung perkantoran Jakarta, tarif parkir bisa mencapai Rp10.000--Rp15.000 per hari. Kalau dikali 22 hari kerja, itu Rp220.000-Rp330.000 per bulan. Lebih mahal dari ongkos Gojek!