Lihat ke Halaman Asli

Alfred Benediktus

TERVERIFIKASI

Menjangkau Sesama dengan Buku

Satu Bulan, Dua Jalan Maaf

Diperbarui: 12 Maret 2025   22:15

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

(ilustrasi olahan GemAIBot, dokpri)

Satu Bulan, Dua Jalan Maaf

Angin malam berhembus lembut, membawa aroma tanah basah setelah hujan sore tadi. Di sebuah kota kecil yang sunyi, Fajar duduk sendirian di bangku kayu taman, memeluk dirinya dalam dinginnya udara bulan puasa. Hatinya penuh luka, dihantam pengkhianatan sahabatnya, Rama, yang diam-diam mengambil keuntungan dari bisnis mereka dan pergi tanpa sepatah kata pun. Dendam dan amarahnya telah menjadi beban yang terlalu berat untuk dipikul.

Di sisi lain kota, di sebuah desa kecil yang sepi, Laila duduk di beranda rumahnya, menatap langit malam yang bertabur bintang. Kenangan akan pengkhianatan suaminya, Arman, masih membekas dalam hati. Setahun yang lalu, Arman meninggalkannya dan anak mereka, Rara, demi cinta lain. Meski ia mencoba tegar, bekas luka itu masih terasa seperti pisau yang menyayat hatinya setiap kali ia ingat.

Malam itu, langkah kaki mendekat menghentikan lamunan mereka. Bagi Fajar, sosok Rama muncul di hadapannya, wajahnya penuh keraguan dan penyesalan. Sedangkan bagi Laila, Arman berdiri di pintu gerbang, matanya berkaca-kaca oleh rasa bersalah.

"Fajar..." Rama berbicara dengan suara pelan, nyaris tak terdengar. "Boleh aku duduk?"

"Laila, aku mohon maaf," ucap Arman dengan suara serak. "Aku tahu aku telah menyakitimu, tapi aku ingin memperbaiki semuanya."

Kedua pertemuan ini dipenuhi ketegangan. Fajar dan Laila sama-sama merasakan campuran emosi: kemarahan, kebencian, rasa sakit, dan sedikit harapan. Mereka tidak tahu apakah bisa mempercayai orang-orang yang pernah menghancurkan hidup mereka.

Fajar menatap Rama dengan dingin. "Apa yang kau mau?" tanyanya tajam.

"Aku... Aku tahu aku telah menyakitimu," kata Rama, suaranya bergetar. "Aku bukan hanya mengkhianatimu, aku juga mengkhianati diriku sendiri. Selama ini aku hidup dalam rasa bersalah, dan aku tahu tak ada alasan yang bisa membenarkan apa yang telah aku lakukan."

Laila, di sisi lain, menatap Arman dengan tatapan penuh amarah. "Kenapa sekarang? Kenapa setelah setahun kau baru muncul dan meminta maaf?"

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline