Lihat ke Halaman Asli

aleksandro

Journalist Hiburan

Dr. Firman Candra Komentari Gugatan Rp114 Miliar dan Saksi Ahli dalam Kasus Nikita Mirzani

Diperbarui: 24 September 2025   02:03

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Firman Candra

Jakarta -- Advokat sekaligus pengajar Magister Ilmu Hukum, Dr. H. Firman Candra, S.E., S.H., M.H., memberikan pandangannya terkait perkembangan kasus hukum yang menjerat artis Nikita Mirzani. Salah satu yang menjadi sorotan adalah gugatan wanprestasi dengan nominal mencapai Rp114 miliar.

Menurut Firman, gugatan adalah hak setiap warga negara tanpa memandang besaran nilai yang diajukan. Namun, ia menegaskan keputusan tetap ada di tangan Majelis Hakim.

"Gugatan itu adalah hak dari warga negara. Nilainya berapapun juga tetap hak. Tapi pertanyaannya, apakah di-approve oleh Majelis Hakim? Biasanya hakim akan melihat gugatan sesuai alat bukti, material maupun imaterial," jelasnya.

Ia mencontohkan bahwa kerugian imaterial biasanya hanya sekitar 10 persen dari kerugian material. Karena itu, proses pembuktian menjadi krusial, apalagi sistem hukum Indonesia yang menganut sistem Eropa Kontinental menempatkan hakim sebagai pihak yang menilai sejak tingkat pertama hingga kasasi.

Terkait dengan polemik saksi ahli, Firman menekankan pentingnya kuasa hukum menghadirkan saksi yang berkualitas untuk memperkuat posisi terdakwa.

"Saksi ahli itu penting sebagai alat bukti. Kalau Bepom menolak, jangan hanya mengejar Bepom, masih banyak instansi lain yang bisa dihadirkan. Kalau tiga alat bukti, yaitu saksi fakta, saksi ahli, dan dokumen bisa menguatkan terdakwa, peluang untuk bebas itu ada," terangnya.

Ia juga menilai langkah kuasa hukum Nikita Mirzani yang mengajukan gugatan wanprestasi sudah tepat, meski menimbulkan pro dan kontra karena banyak kontrak kerja yang batal akibat penahanan.

"Dalam perdata itu ada dua, PMH (perbuatan melawan hukum) dan wanprestasi. Kalau PMH itu tidak ada perjanjian, kalau wanprestasi ada perjanjian. Jadi yang tahu ada perjanjian atau tidak ya kuasa hukumnya. Tapi esensinya, keduanya tidak boleh digabung," kata Firman.

Selain itu, ia menyinggung soal alasan BPOM yang menolak hadir sebagai saksi ahli karena tidak ada surat langsung dari Majelis Hakim. Firman menyarankan agar kuasa hukum segera mencari alternatif saksi ahli lain agar tidak kehilangan kesempatan di persidangan.

"Kalau Bepom tetap tidak berkenan hadir, cari saksi ahli yang lain. Jangan hanya mengejar satu instansi, karena waktu menghadirkan saksi itu terbatas. Kalau waktunya habis, otomatis masuk ke tuntutan jaksa," ujarnya.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline