Lihat ke Halaman Asli

Ainul Yakin

Magister Akuntansi, Fakultas Bisnis, Universitas Katolik Widya Mandala Surabaya

Cultural Relativism dalam Akuntansi Manajemen: Ketika Budaya Menentukan Angka

Diperbarui: 1 Agustus 2025   08:11

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Cultural Relativism dalam Akuntansi Manajemen (Sumber: Ilustrasi AI)

Sistem manajemen Amerika Serikat sangat kompetitif dan terukur, sementara sistem Jepang begitu rapi dan teratur. Mengapa hal ini dapat terjadi meskipun keduanya menerapkan prinsip akuntansi manajemen? Di sinilah memahami konsep cultural relativism sangat penting. Budaya menurut Edward T. Hall adalah media manusia; budaya dapat mempengaruhi dan mengubah semua aspek kehidupan manusia. Pada dasarnya, budaya mempengaruhi proses penilaian dan keputusan akuntansi. Budaya mempengaruhi komponen, aspek, dan dimensi dari sistem organisasi, perilaku mikroorganisasi, dan fungsi kognitif seorang individu. Pada akhirnya, budaya mempengaruhi proses penilaian dan keputusan individu ketika mereka menghadapi masalah akuntansi manajemen.

Lalu, apakah Cultural Relativism itu? Cultural Relativism adalah sebuah klaim yang dapat dibuat oleh para antropolog ketika menjelaskan bagaimana etika praktiknya berbeda-beda di berbagai budaya; sebagai akibatnya, kebenaran atau kepalsuan relativisme budaya dapat ditentukan oleh bagaimana antropolog dan ahli antropologi mempelajari dunia (Nickerson, 2023). Menurut Belkaoui (2021) budaya dibedakan dalam lima dimensi: variabilitas, kompleksitas, permusuhan, heterogenitas, dan saling ketergantungan. Menurut model relativisme budaya, perbedaan dalam kelima dimensi ini dapat menyebabkan lingkungan budaya yang berbeda. Perbedaan ini dapat mempengaruhi fungsi kognitif individu, struktur organisasi yang dipilih, dan perilaku mikroorganisasi yang dapat memengaruhi proses penilaian/keputusan akuntansi.

Budaya menurut Hofstede (1983) juga berbeda dalam empat dimensi yang menunjukkan orientasi budaya suatu negara dan menunjukkan setengah dari perbedaan sistem nilai antarnegara: (1) Antara individualisme dan kolektivisme, (2) jarak kekuasaan yang besar dan kecil, (3) penghindaran ketidakpastian yang kuat dibandingkan dengan yang lemah, (4) maskulinitas dan femininitas. Dalam filsafat, relativisme adalah perspektif bahwa nilai-nilai moral bersifat relatif, yang berarti bahwa baik atau buruknya sebuah perilaku etis tergantung pada individu yang menghadapinya. Peraturan, norma, dan nilai-nilai spiritual keagamaan tidak lagi penting bagi relativisme (Sugijaya, 2023).

Secara sederhana, budaya relativisme berarti bahwa nilai, tradisi, dan praktik manajemen suatu negara harus dilihat dan dipahami dari sudut pandang budayanya sendiri. Tidak mungkin untuk melihat praktik akuntansi manajemen di Indonesia dengan kacamata Amerika, begitu juga sebaliknya. Dalam akuntansi manajemen, seringkali terjadi ketika sistem pengendalian kinerja terlihat "cocok" di satu negara tetapi tidak berfungsi dengan baik di negara lain. Bukan karena sistemnya buruk, tetapi karena budayanya tidak sesuai dengan masyarakat dan organisasi.

Akuntansi manajemen tidak hanya tentang angka; tetapi juga tentang mengevaluasi kinerja karyawan, mengelola biaya, mengukur produktivitas, dan bahkan memberikan insentif. Misalnya, perusahaan di negara-negara Barat yang individualistik cenderung menilai karyawan berdasarkan hasil kerja pribadinya, seperti angka, target, dan efisiensi. Namun, di negara-negara seperti Jepang, Korea, dan Indonesia, hasil kerja tim dan kolaborasi sering lebih dihargai daripada pencapaian individu.

Jadi, jika perusahaan asing masuk ke Indonesia dan menerapkan sistem penilaian kinerja "copy-paste" dari luar, ada kemungkinan akan ada tantangan. Manajer lokal mungkin mengalami kesulitan untuk menyesuaikan, karyawan mungkin merasa tidak dihargai, dan sistem mungkin hanya menjadi formalitas.

Lingkungan akuntansi manajemen suatu negara dipengaruhi oleh beberapa faktor penting, salah satunya adalah budaya. Budaya suatu negara sebenarnya menentukan akuntansi. Karena tujuan akuntansi yang lebih kultural daripada teknis, tidak ada kesepakatan antara negara-negara tentang metode akuntansi yang paling sesuai. Dampak budaya pada akuntansi dapat dipelajari dengan berbagai cara. Relativisme budaya sering direkomendasikan ketika mempelajari keragaman praktik akuntansi (Riahi-Belkaoui, 2001; Hofstede, 2001). Pertama, teori relativisme budaya menyatakan bahwa perbedaan sikap dan keyakinan dipengaruhi oleh keragaman budaya. Di sisi lain, teori subkultur akuntansi (Gray, 1988) menyatakan bahwa praktik akuntansi dipengaruhi oleh nilai-nilai sosial dan membantu memperkuat nilai-nilai tersebut.

Akuntansi manajemen tidak hanya efektif tetapi juga relevan. Jika perusahaan dapat menyesuaikan sistem manajemennya dengan budaya lokal maka kinerja, kesetiaan, dan keberlanjutan akan lebih terjaga. Paham akan relativisme budaya merupakan kebutuhan manajemen di era kerja lintas batas.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline