Kecerdasan buatan ada di mana-mana. Dan ada satu hal yang bikin kita mengernyit. Survei publik menunjukkan pola yang agak aneh (Pew Research Center, 2023).
Orang yang hanya tahu sedikit soal AI cenderung lebih mudah percaya. Sementara para ahli malah lebih hati-hati.
Ironi? Iya. Tapi apakah sesimpel itu saja? Apa ini murni soal kurangnya pengetahuan?
Coba tengok dulu apa yang kita sebut paham. Ada yang paham secara teknis. Mereka mengerti algoritma, data, cara kerja di balik layar.
Ada juga yang paham secara praktis. Mereka mungkin tidak tahu detail teknis. Tapi mereka merasakan manfaatnya.
AI membantu mereka mencari rute saat berkendara. AI memberi rekomendasi lagu yang pas.
Dari sini tumbuh rasa percaya. Bukan karena bodoh, melainkan karena terbukti berguna.Kalau sesuatu membantu hidup sehari-hari. Wajar bila kepercayaan ikut naik.
Faktor harapan dan budaya juga ikut main. Riset global menemukan pola yang cukup jelas. Antusiasme terhadap AI lebih tinggi di negara berkembang (Ipsos, 2023).
Ini berbeda dengan banyak negara maju. Di negara berkembang, teknologi dipandang sebagai jalan cepat menuju kemajuan.
AI jadi simbol peluang. Orang melihatnya sebagai alat untuk menyelesaikan masalah besar.
Di negara maju, kondisinya lain. Banyak orang sudah nyaman. Ada ruang untuk cemas.