Perkembangan kecerdasan buatan (artificial intelligence/AI) semakin pesat dan terasa dekat dengan kehidupan sehari-hari. Salah satu yang kini menjadi sorotan adalah Gemini AI versi 2.0, sistem terbaru dari Google yang sudah mendukung bahasa Indonesia dan hadir dengan berbagai fitur canggih. Kehadiran teknologi ini membuka peluang besar, namun sekaligus menghadirkan tantangan baru terkait etika, privasi, dan regulasi.
Fitur Baru Gemini AI
Gemini AI 2.0 menawarkan sejumlah peningkatan yang membuatnya berbeda dari generasi sebelumnya. Beberapa di antaranya adalah:
Kemampuan multimodal, yang memungkinkan AI memahami teks, gambar, audio, hingga video dalam satu interaksi.
Kemampuan pemecahan masalah yang lebih kompleks, seperti soal matematika tingkat lanjut dan pemrograman.
Integrasi dalam dunia pendidikan, dengan lebih dari 30 fitur yang dapat membantu guru dan siswa, termasuk sistem pelacakan progres belajar serta panduan interaktif.
Dukungan bahasa Indonesia, yang membuat teknologi ini lebih mudah diakses oleh pengguna lokal.
Fitur-fitur tersebut menegaskan bahwa AI tidak lagi sebatas alat bantu sederhana, melainkan sudah menjadi bagian dari proses belajar, bekerja, hingga aktivitas sosial.
Tantangan yang Mengiringi
Meski membawa banyak manfaat, penggunaan AI juga menimbulkan sejumlah persoalan yang perlu diantisipasi.
Pertama, halusinasi informasi. AI kerap memberikan jawaban yang terdengar meyakinkan, tetapi ternyata tidak akurat. Jika hal ini digunakan dalam konteks pendidikan atau informasi publik, dampaknya bisa serius.
Kedua, bias algoritmik. Karena sebagian besar data pelatihan berasal dari luar negeri, AI berpotensi salah menangkap konteks budaya lokal. Hal ini dapat memunculkan interpretasi yang keliru bahkan diskriminatif.