Lihat ke Halaman Asli

Ahlan Mukhtari Soamole

Menulis untuk menjadi manusia

Tanah Melimpah, Krisis atau Pergolakan

Diperbarui: 25 Oktober 2023   14:58

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Ilmu Alam dan Teknologi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Anthony


Oleh : Ahlan Mukhtari Soamole*


     Keberlimpahan adalah rahmat anugerah meluas di bumi, ketersediaan sumber daya alam melimpah tak hentinya dapat menopang keberlangsungan hidup manusia. Namun, kerap ketersediaan alam kerap menuai konfrontasi tak berkesudahan. Ketersediaan alam tanah melimpah merah berharga mencukupi atas pemanfaatannya harga tinggi diterapkan, keuntungan besar, dibalik itu bencana, banjir ketidakseimbangan alam terjadi, segala protes, kritik muncul secara bebas, upaya mempertahankan hak-hak dari eksploitasi memarjinalkan kehidupan. Tanah merah mempunyai pengkayaan barang-barang material ekonomis berubah menjadi 'darah' perlawanan dan amarah. Pelaksanaan sistem pengelolaan asas pemanfaatan menguntungkan sepihak pada pemilik modal. Kerap kemelaratan, kemiskinan terjadi pada wilayah-wilayah lokasi memiliki keterdapatan sumber daya alam melimpah luas, pertambangan nikel, emas, tembaga berdampak pada pencemaran, kerusakan alam dan ekosistem. Bilamana pertambangan hanya mengutamakan produksi eksploitasi semata maka tanpa alasan penerapan sistem tambang baik dan benar (good mining practice) menjadi biasa saja tanpa keprihatinan dan kepeduliaan pada aspek keberlanjutan. Kemajuan masyarakat selaras pada kemajuan alam lingkungan, ekonomi dan peradaban, kesejahteraan melingkupi keterpenuhan kesejahteraan jiwa, raga secara ekstensif. Tanah-tanah berharga adalah harapan dapat membawa pada kehidupan harmoni secara inklusif adalah kehidupan tentram, adil, makmur sebaliknya bilamana tanah-tanah merah menghasilkan dampak pada kerusakan lingkungan dan kemelaratan berarti pengelolaan sumber daya alam tak sesuai kaidah keselarasan keseimbangan ekologis. Resiko-resiko besar terjadi dibalik aktivitas industri, pertambangan merupakan resiko krisis dan eksploitatif jangka panjang, sehingga dapat menimbulkan konfrontasi konflik pada lingkar tambang maupun industri tak berkesudahan. Kerap integrasi politik praktis atau korporatokrasi membentuk dinamika penguasaan sumber daya alam terdapat perekonominan kapitalisme 'bergerilya' menunjukan menguasai sebagaimana pada kenyataan upaya-upaya menghegemoni daya kendali pada kebijakan industri secara politik maupun ekonomi. Ungkapan Acemoglu dan Robinson bahwa negara gagal bertalian dengan rusaknya institusi politik, ekonomi terjadi. Akses kapitalisme dan korporatokrasi jalan untuk memperoleh keuntungan tanpa melibatkan upaya kesejahteraan secara holistik. Menyadari hal itu seyogyanya kepedulian terhadap pembangunan, pertambangan pada aspek pemanfaatan hasil sumber daya alam secara berarti. Hal ini berarti gejolak atas pertentangan, konflik terjadi dapat diakhiri. Dengan menunjukan keberpihakan pada rakyat yaitu memastikan terpenuhinya suatu keadilan dan kemakmuran.
     Tentu, proses dimulai adalah mengembalikan suatu kesadaran pada titik multidimensional bukan suatu kacamata kuda memandang pada keuntungan semata, pemberdayaan, perbaikan sejalan pada perilaku terpercaya memungkinkan dapat menumbuhkan cara pandang membangun yaitu membangun pada sisi kemanusiaan, alam dan lingkungan. Sebagaimana corak pemikiran berwawasan lingkungan atau industri, pertambangan berkelanjutan bisa mengisi ruang eksploitatif menjadi perbaikan terus-menerus sebab tanah melimpah, tanpa kesadaran, perubahan, perbakan hanya mencuat antara krisis, kritis atau suatu pergolakan.

*Ditulis oleh Ahlan Mukhtari Soamole  (Penulis adalah Pegiat Pertambangan)




BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline