Lihat ke Halaman Asli

Etika Komunikasi Dalam Penggunaan Media Sosial di Kalangan Mahasiswa

Diperbarui: 13 Maret 2025   22:26

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Inovasi. Sumber ilustrasi: PEXELS/Jcomp

Di era digital yang berkembang pesat, media sosial telah menjadi bagian tak terpisahkan dari kehidupan mahasiswa. Platform-platform seperti Instagram, Twitter, Facebook, dan TikTok tidak hanya berfungsi sebagai sarana komunikasi dan hiburan, tetapi juga sebagai ruang untuk mengekspresikan diri, membangun jaringan, dan mendapatkan informasi. Namun, seiring dengan meningkatnya intensitas penggunaan media sosial, muncul kekhawatiran mengenai etika komunikasi yang semakin terabaikan.

Urgensi pembahasan etika komunikasi di media sosial ini didasari oleh beberapa faktor krusial. Pertama, media sosial memiliki jangkauan yang sangat luas dan cepat, sehingga setiap unggahan atau komentar dapat dengan mudah menyebar dan memberikan dampak yang signifikan, baik positif maupun negatif. Mahasiswa, sebagai bagian dari generasi muda yang aktif di media sosial, memiliki tanggung jawab untuk menggunakan platform ini secara bijak dan bertanggung jawab.

Kedua, kurangnya pemahaman dan kesadaran akan etika komunikasi di media sosial dapat memicu berbagai permasalahan, seperti penyebaran berita palsu (hoaks), ujaran kebencian (hate speech), perundungan siber (cyberbullying), dan pelanggaran privasi. Dampak dari permasalahan ini tidak hanya merugikan individu yang menjadi korban, tetapi juga mencoreng citra mahasiswa sebagai kaum intelektual yang seharusnya menjunjung tinggi nilai-nilai etika dan moral.

Ketiga, media sosial telah menjadi bagian dari lingkungan pendidikan. Interaksi antara mahasiswa, dosen, dan staf universitas sering kali terjadi melalui media sosial. Oleh karena itu, penting bagi mahasiswa untuk memahami dan menerapkan etika komunikasi yang baik dalam konteks akademik, seperti menghormati pendapat orang lain, menjaga kesopanan dalam berkomunikasi, dan menghindari plagiarisme.

Latar belakang penulis dalam mengangkat isu ini adalah keprihatinan terhadap fenomena degradasi etika komunikasi di kalangan mahasiswa, yang berpotensi menghambat perkembangan karakter dan intelektualitas mereka. Penulis percaya bahwa mahasiswa, sebagai agen perubahan, memiliki peran penting dalam menciptakan lingkungan media sosial yang sehat dan produktif. Oleh karena itu, melalui tulisan ini, penulis ingin mengajak mahasiswa untuk lebih peduli dan bertanggung jawab dalam menggunakan media sosial, serta mendorong perguruan tinggi dan pihak terkait untuk memberikan edukasi dan sosialisasi mengenai etika komunikasi di era digital.

Semoga pendahuluan ini dapat memberikan gambaran yang jelas mengenai urgensi dan latar belakang isu yang diangkat.Menurut pandangan saya, etika komunikasi di media sosial bagi mahasiswa bukan sekadar formalitas, melainkan cerminan dari kedewasaan dan tanggung jawab sebagai kaum intelektual. Dalam era digital ini, jejak digital yang ditinggalkan mahasiswa di media sosial dapat membentuk persepsi publik terhadap mereka, baik di dunia akademik maupun profesional.

Salah satu tantangan utama adalah penyebaran informasi yang tidak terverifikasi atau hoaks. Data dari Kementerian Komunikasi dan Informatika menunjukkan peningkatan signifikan kasus hoaks setiap tahunnya. Mahasiswa, yang seharusnya menjadi agen penyebar kebenaran, justru seringkali terjebak dalam pusaran informasi palsu. Hal ini tidak hanya merusak kredibilitas mereka, tetapi juga berpotensi memicu konflik dan perpecahan di masyarakat.

Selain itu, fenomena cyberbullying dan ujaran kebencian juga menjadi perhatian serius. Laporan dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat peningkatan kasus cyberbullying di kalangan remaja dan mahasiswa. Kurangnya empati dan kesadaran akan dampak negatif dari kata-kata yang diunggah di media sosial, menjadi pemicu utama. Mahasiswa perlu memahami bahwa di balik layar, terdapat manusia dengan perasaan yang sama seperti mereka.

Saya berpendapat, literasi digital menjadi kunci utama dalam mengatasi permasalahan ini. Mahasiswa perlu dibekali kemampuan untuk memilah informasi, memahami konsekuensi dari setiap unggahan, dan menghargai perbedaan pendapat. Perguruan tinggi memiliki peran penting dalam mengintegrasikan literasi digital ke dalam kurikulum, sehingga mahasiswa tidak hanya cerdas secara akademis, tetapi juga bijak dalam bermedia sosial.

Lebih dari itu, etika komunikasi di media sosial juga mencakup bagaimana mahasiswa berinteraksi dengan dosen dan staf universitas. Batasan antara ruang pribadi dan profesional seringkali kabur di media sosial. Mahasiswa perlu memahami bahwa meskipun media sosial terasa informal, mereka tetap merepresentasikan diri sebagai bagian dari komunitas akademik.

Saya percaya, dengan meningkatkan kesadaran dan pemahaman akan etika komunikasi di media sosial, mahasiswa dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan produktif. Mereka tidak hanya membangun reputasi positif bagi diri sendiri, tetapi juga berkontribusi dalam menciptakan masyarakat digital yang lebih beradab.Etika komunikasi dalam penggunaan media sosial di kalangan mahasiswa merupakan isu krusial yang memerlukan perhatian serius. Di era digital ini, media sosial telah menjadi bagian integral dari kehidupan mahasiswa, baik dalam konteks akademik maupun sosial. Namun, kurangnya kesadaran dan pemahaman akan etika komunikasi di media sosial telah memicu berbagai permasalahan, seperti penyebaran hoaks, ujaran kebencian, dan cyberbullying.

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline