Akhir-akhir ini, negeri kita ramai oleh berbagai aksi dan demonstrasi anak muda. Mulai dari aksi 17+8 hingga gerakan mahasiswa di berbagai kota, semua menunjukkan satu hal yang sama yaitu semangat generasi muda untuk bersuara. Kita ingin didengar, ingin perubahan, ingin masa depan yang lebih baik untuk negri ini, namun di tengah semua itu muncul pertanyaan penting: apakah semangat besar itu hanya untuk di jalanan atau atau bisa tumbuh menjadi sesuatu yang benar-benar membangun?
Indonesia sekarang sedang dalam masa perubahan, selalu bergerak. Kita melihat banyak anak muda di negeri ini yang penuh semangat, berani bersuara, dan tak takut mengambil sikap. Namun, semangat sebesar itu perlu diarahkan ke tempat yang tepat agar tidak berubah menjadi amarah yang sia-sia. Canisius College Cup XL 2025 menjadi salah satu ruang di mana energi dan gairah muda itu bisa tersalurkan dengan positif. Di sini, kita belajar menghabiskan tenaga bukan untuk melawan dan menghancurkan, tetapi untuk berjuang dan membangun.
Seperti mercu suar alexandria di mesir kuno, CC Cup XL menjadi mercu suar seluruh jakarta. Di ajang ini, ratusan siswa menghabiskan tenaga bukan dalam keramaian jalanan, melainkan di lapangan, di panggung, dan di balik layar. Kita menyalurkan semangat lewat kerja keras, sportivitas, dan kolaborasi. CC Cup XL menjadi ruang di mana anak muda belajar mengatur diri, menahan ego, dan mengubah semangat menjadi tindakan nyata. Inilah wadah di mana keberanian dan kreativitas berpadu menjadi semangat membangun.
Satu Minggu penuh Api Semangat
Closing Canisius College CUP XL oleh The Changcuters | foto diambil oleh saya sendiri
Minggu kemarin, langit Jakarta Pusat terutama jalan menteng kembali dipenuhi soraksemangat ketika Kolese Kanisius menggelar CC Cup XL 2025 pada 20 hingga 27 September. Lebih dari 200 sekolah ikut serta dan lebih dari 1000 panitia bekerja keras memastikan acara berjalan lancar. Mengangkat tema "el-elw m yekmelsh" sebuah pepatah dari mesir yang berarti "A Beautiful Thing is Never Perfect", "Sesuatu yang indah tidak pernah sempurna", mengajak generasi muda melalui acara ini untuk berani mencoba, berproses, dan melihat keindahan dalam ketidaksempurnaan.
Tahun ini, suasana Mesir kuno menjadi latar utama. Tahta Firaun menempati lobby gedung Xaverius, simbol hieroglif, dan warna gurun keemasan menghiasi hampir setiap sudut sekolah. Bukan hanya sekadar dekorasi, tetapi juga pengingat akan bertapa kerja keras dan semangat kita sebagai panitia dalam menyelenggarakan acara ini, menunjukan bahwa setiap keindahan lahir dari proses panjang. Tema ini seolah berbicara langsung kepada para peserta bahwa menjadi hebat tidak selalu berarti harus sempurna, melainkan berani berproses dan menghadapi tantangan apa adanya.
Di lapangan, semangat para pemain terasa membara. Mereka berlari, berteriak, dan saling mendukung, sementara penonton ikut larut dalam suasana penuh adrenalin. Supporter dari setiap sekolah mendukung sekolahnya sendiri, Alaska (Aliansi Supporter Kanisius) sebagai supporter tuan rumah bergema lebih keras dari sebelumnya. Di sisi lain, ratusan panitia muda bekerja keras baik di depan maupun di belakang layar, memastikan semua berjalan lancar. Ada yang menata venue sejak pagi, ada yang mengatur jadwal pertandingan, dan ada pula yang menyiapkan panggung untuk acara penutupan. Semua bergerak dengan satu tujuan: menjadikan CC Cup bukan hanya ajang kompetisi, tetapi juga perayaan semangat muda.
Saya sendiri menjadi bagian dari tim itu. Tahun ini, saya dipercaya menjadi koordinator seksi desain dan dekorasi, dua bidang yang berjalan berdampingan tapi sama-sama penting. Ini bukan pertama kalinya saya menjadi koordinator desain, tetapi baru kali ini saya juga memimpin dekorasi untuk acara sebesar CC Cup. Tanggung jawabnya terasa besar, tapi juga penuh tantangan yang menarik.
Sejak dua bulan sebelum acara dimulai, tim kami sudah bekerja. Kami menggambar, membuat konsep, memilih warna, dan menyiapkan dekorasi untuk seluruh area acara. Tahun ini, tema mengangkat nuansa budaya Mesir kuno, sebuah opertunitas besar untuk membuat CC CUP XL bersinar di mata peserta dan pengunjung. Tema ini membuat saya tertarik sejak awal karena berbeda dari tahun-tahun sebelumnya yang biasanya mengambil tema lokal seperti Majapahit atau suku Dayak.