Lihat ke Halaman Asli

Galih Satria H

Belajar menulis

Langkah Kita di Titik Senja

Diperbarui: 22 September 2025   14:44

Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Gambar oleh RENE RAUSCHENBERGER dari Pixabay

Dira menarik nafas dalam-dalam sambil menatap keluar jendela kamar kosnya. Hujan turun pelan, menciptakan ritme lembut di atas genting rumah. Kota kecil itu seolah ikut bernafas bersama dirinya, membawa campuran rasa lelah dan harapan.

Sejak pagi tadi, ia sibuk menyiapkan karya seni untuk pameran akhir semester. Tumpukan kanvas berwarna-warni berserakan di sudut ruangan, bersama cat dan kuas yang hampir habis. Dira memang punya mimpi besar: menjadi seniman yang karyanya bisa menginspirasi banyak orang. Namun, di balik itu semua, hidupnya tak pernah mudah.

Ibunya sakit dan harus dirawat di rumah. Sehari-hari, Dira membantu berjualan di warung kecil keluarganya, sambil berkuliah dan mengejar mimpi. Kadang ia merasa seperti berjalan di atas tali yang rapuh, di antara tanggung jawab dan keinginan pribadi.

Di tengah kesibukannya, Dira selalu menyempatkan diri untuk bertemu Arga---teman sekaligus kekasihnya. Arga adalah sosok pekerja keras, yang berjuang dengan caranya sendiri. Ia bekerja paruh waktu di toko buku kecil untuk menyambung hidup, sekaligus menulis novel yang sudah lama menjadi impian.

Hari itu, seperti biasa, mereka bertemu di kafe favorit mereka---tempat yang penuh aroma kopi dan suara tawa muda. Arga sudah menunggu di meja pojok, dengan secangkir kopi hitam dan senyum khasnya.

"Hujan jadi romantis, ya?" kata Arga sambil menyerahkan payung.

Dira tersenyum, menerima payung itu, dan duduk di seberangnya. "Romantis memang. Tapi aku juga takut kalau hujan bikin semuanya jadi berantakan."

Arga menatap mata Dira, penuh pengertian. "Kita juga kayak hujan, ya. Kadang deras, kadang pelan. Tapi selalu ada pelangi setelahnya."

Dira tertawa pelan, lalu berkata, "Aku lelah, Arga. Kadang aku ingin menyerah, tapi nggak bisa. Karena aku nggak mau membuat ibu kecewa."

Arga menggenggam tangan Dira, hangat. "Aku ngerti, Dir. Aku juga gitu. Nulis novel sambil kerja nggak gampang. Tapi aku percaya, perjuangan kita nggak sia-sia."

Halaman Selanjutnya


BERI NILAI

Bagaimana reaksi Anda tentang artikel ini?

BERI KOMENTAR

Kirim

Konten Terkait


Video Pilihan

Terpopuler

Nilai Tertinggi

Feature Article

Terbaru

Headline