Mohon tunggu...
ammar damopolii
ammar damopolii Mohon Tunggu... Founder Moyotakin

Doyan diskusi & pergerakan | Kadang akademis, kadang aktivis, kadang jadi imam masjid.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Islam & Perkembangan Zaman

12 Oktober 2025   10:41 Diperbarui: 12 Oktober 2025   10:41 24
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(Ngaji Kalcer season 3) 

Oleh M. Ammar

Setiap generasi memiliki tantangannya sendiri. Zaman berganti, teknologi berubah, pola pikir manusia pun ikut bertransformasi. Namun, di tengah derasnya arus modernitas, ada satu hal yang tidak pernah lekang oleh waktu: nilai-nilai Islam. Ia bukan sekadar sistem keyakinan yang lahir di masa lalu, melainkan petunjuk hidup yang selalu hidup di setiap zaman.

Islam tidak hadir untuk membekukan akal manusia, tetapi untuk mengarahkan kemajuan agar tetap berpijak pada nilai kebenaran. Dalam sejarah, umat Islam pernah menjadi mercusuar peradaban dunia. Ketika Eropa masih diselimuti kegelapan intelektual, kota-kota Islam seperti Baghdad, Kordoba dan Kairo justru menjadi pusat ilmu pengetahuan. Itu karena Islam sejak awal mendorong manusia untuk membaca dan berpikir. Firman Allah dalam surah Al-'Alaq ayat 1, "Iqra' bismi rabbika alladzi khalaq" yang berarti bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan, menjadi simbol bahwa ilmu dan iman harus berjalan bersama.

Namun kini, tantangan kita bukan lagi soal menemukan ilmu, tetapi bagaimana menjaga nilai di tengah limpahan informasi. Zaman digital telah membuka peluang luar biasa, tetapi juga menumbuhkan wajah baru peradaban: budaya instan, hedonisme dan kehilangan makna hidup. Banyak anak muda yang terjebak dalam pencitraan di media sosial, mencari validasi dari manusia, bukan dari Allah. Di titik inilah, Islam kembali relevan sebagai kompas moral bagi manusia modern.

Islam tidak anti kemajuan. Justru, kemajuan adalah bagian dari perintahnya. Rasulullah SAW bersabda, "Antum a'lamu bi umuri dunyakum" yang berarti kamu lebih tahu urusan duniamu. Hadis ini menunjukkan bahwa Islam memberi ruang bagi kreativitas, penelitian dan inovasi. Hanya saja, semua kemajuan itu mesti berakar pada nilai tauhid, bahwa ilmu dan teknologi hanyalah sarana untuk mendekatkan diri kepada Sang Pencipta, bukan untuk menjauh dari-Nya.

Sayangnya, sebagian manusia modern menganggap agama sebagai penghalang kemajuan. Mereka memuja rasionalitas tanpa moralitas, menganggap spiritualitas sebagai sesuatu yang ketinggalan zaman. Padahal, krisis moral global hari ini seperti korupsi, kesenjangan sosial dan kerusakan alam, semuanya berakar dari hilangnya kesadaran ketuhanan. Zaman boleh maju, tapi tanpa iman, manusia akan kehilangan arah.

Ali bin Abi Thalib pernah berkata, "Manusia tidur dan mereka baru sadar ketika mati." Kalimat ini seperti teguran abadi bagi manusia modern yang sibuk mengejar dunia tanpa tahu untuk apa ia hidup. Kita membangun gedung tinggi, tetapi melupakan makna ketinggian hati. Kita menaklukkan luar angkasa, tetapi gagal menaklukkan hawa nafsu sendiri. Islam hadir bukan untuk menolak sains, tetapi untuk mengingatkan bahwa ilmu tanpa iman hanyalah kesombongan.

Bagi generasi muda Muslim, ini saatnya menegaskan kembali jati diri. Menjadi modern tanpa kehilangan keislaman dan menjadi beriman tanpa menolak kemajuan. Kita harus menjadi generasi yang mampu berdiri di dua dunia, memahami teknologi, tetapi tetap berpegang pada nilai-nilai ilahiah. Di sinilah letak keseimbangan Islam yang sering dilupakan. Dalam Al-Qur'an, Allah memerintahkan kita untuk mencari kebahagiaan dunia dan akhirat: "Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu kebahagiaan negeri akhirat, dan janganlah kamu lupakan bagianmu di dunia." (QS. Al-Qashash: 77)

Artinya, Islam menginginkan umatnya menjadi unggul dalam segala bidang, bukan hanya di masjid, tetapi juga di laboratorium, kampus, dan ruang-ruang digital. Seorang Muslim sejati tidak hanya pandai berdoa, tetapi juga bekerja keras, berpikir dan berinovasi dengan niat ibadah. Ketika niat itu lurus, setiap langkah menjadi amal.

Perkembangan zaman tidak seharusnya membuat kita minder sebagai Muslim. Justru sebaliknya, setiap perubahan adalah peluang untuk menunjukkan bahwa Islam tetap relevan dalam setiap lini kehidupan. Nilai kejujuran tetap penting di tengah dunia digital yang penuh manipulasi. Nilai amanah tetap utama di tengah sistem ekonomi yang serba spekulatif. Nilai kasih sayang tetap menjadi solusi di dunia yang semakin dingin oleh egoisme.

Yang perlu kita lakukan hanyalah kembali memahami esensi Islam, bukan sekadar simbolnya. Islam bukan hanya tentang pakaian atau slogan, tetapi tentang cara berpikir dan bertindak yang berlandaskan pada nilai kebenaran. Jika generasi muda memahami Islam secara substansial, maka mereka tidak akan terombang-ambing oleh perubahan zaman, justru menjadi penentu arah zaman itu sendiri.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun