Mohon tunggu...
Ammar Abdul Mateen
Ammar Abdul Mateen Mohon Tunggu... Mahasiswa S1 Ilmu Al-Qur'an dan Tafsir Universitas Muhammadiyah Surakarta

Belajar tidak kenal lelah

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Memisahkan Tafsir Kontemporer dan Hermeneutika

14 April 2025   22:15 Diperbarui: 14 April 2025   22:15 74
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Tafsir Kontemporer merupakan salah satu metode diantara banyaknya metode penafsiran Al-Qur’an. Sebagiamana metode tafsir, metode ini mempunyai prinsip yang sama dan tidak menyimpang dari kaidah-kaidah penafsiran salaf. Tafsir kontemporer menggunakan metode pendekatan yang relevan dengan era modern dan globalisasi saat ini. Dengan metode ini, penafsiran teks Al-Qur’an dapat dipahami dengan konteks masa kini.

            Adapun Metode hermeneutika adalah teori pemahaman guna menafsirkan teks yan mencakup peristiwa pemahaman terhadap teks dan persoalan yang mengacu pada pemahaman interpretasi tersebut. Hari ini, dalam metode penafsiran Al-Qur’an, Hermeneutika menjadi landasan baru dalam perumusan metodologi pemikiran Islam bagi kelompok yang setuju dengan Hermeneutika.

            Di sini kita akan membahas Tafsir Kontemporer terlebih dahulu. Ia memiliki beberapa kriteria, antara lain;

            A. Mengintegrasikan pendekatan-pendekatan modern atau kontekstual dengan prinsip-prinsip dasar tafsir Al-Qur’an, sehingga tercipta keselarasan antara metode kontemporer dan kaidah tafsir yang bersumber dari Al-Qur’an itu sendiri.

            B. Menjelaskan keindahan bahasa Al-Qur’an secara ringkas namun jelas, serta menggunakan gaya penulisan yang tidak membosankan, yang kemudian memunculkan gaya tafsir adabi ijtima’i (sastra-sosial).

            C. Tidak memihak kepada mazhab atau sekte tertentu, karena isu-isu seputar pembelaan terhadap sekte tertentu lebih dominan pada masa klasik (salaf), bukan dalam konteks penafsiran masa kini.

            D. Membangun Pembacaan Kritis terhadap Teks. Salah satu ciri khas dari tafsir kontemporer adalah penerapan pendekatan pembacaan kritis, yakni usaha memahami bagian-bagian dari Al-Qur’an yang belum tergali secara mendalam atau yang relevan untuk dimaknai dalam konteks kekinian.

Hermeneutika Al-Qur’an

            Hermeneutika merupakan salah satu metode penafsiran, bukan hanya sekedar menyelami teks akan tetapi ia juga terdapat hal yang tidak dapat ditinggalkan yaitu berusaha menyelami kandungan maknanya. Lebih lagi dari hal itu, ia juga berusaha untuk menggali makna dengan mempertimbangkan horizon-horizon yang terdapat pada teks tersebut, baik pengarangnya, pembaca, maupun horizon teks itu sendiri.

            Hermeneutika mempertimbangkan tiga hal yang penting sebagai komponen pokok dalam kegiatan penafsiran, yani teks, konteks dan kontektualisasi. Jadi, ketika konteks teks al-qur’an dibongkar dan dilepaskan dari tempatnya sebagai “kalam Allah” maka al-Qur’an dilakukan sebagai “teks bahasa” dan “produk budaya” sehingga dapat dipahami lewat kajian historisitas, tanpa memperhatikan bagaimana Rasulullah dan para sahabatnya untuk mengartikan makna ayat-ayat al-Qur’an dalam kehidupan mereka.

            Dengan dibongkarnya al-Qur’an sebagai kalam Allah maka metode ini memungkinkan digunakan untuk memahami al-Qur’an. Metode penafsiran ini memungkinkan penafsiran menjadi bias dan disesuaikan dengan tuntutan nilai-nilai budaya yang sedang dominan (Barat).

Memisahkan Tafsir Kontemporer dan Hermeneutika

            Al-Qur’an merupakan kalamullah yang diturunkan Allah kepada Nabi Muhammad shalallahu ‘alaihi wasallam sebagai mukjizat berupa kitab suci kepada beliau. Sehingga tidak seharusnya sembarangan orang berbicara mengenai Al-Quran tanpa menggunakan ilmu yang berhubungan dengannya.

            Ketika hermenutika digunakan untuk menafsirkan Al-Qur’an, maka konteks teks Al-Qur’an dibongkar dan dilepaskan dari tempatnya sebagai kalamullah. Sehingga Al-Qur’an hanya sebatas menjadi “teks bahasa” dan “produk budaya”. Jika hal semacam itu terjadi, maka apa bedanya Al-Qur’an yang suci dan sakral dengan karya William Shakespeare? Maka sudah seharusnya Tafsir Kontemporer dipisahkan jauh-jauh dengan hermeneutika.

Rerefensi: 

  • Misykat
  • Studi Komparatif Konsep Al-Qur'an Nashr Hamid Abu Zayd dan Mu'tazilah, Jurnal ISLAMIA
  • Tafsir Kontemporer dan Hermeneutika Al-Qur’an: Memahami Teks Suci Al-Qur’an Dalam Konteks Kontemporer, Jurnal Kajian Islam dan Sosial Keagamaan
  • Karakteristik dan Model Tafsir Kontemporer, Mashadiruna: Jurnal Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun