[caption id="" align="aligncenter" width="719" caption="http://www.pegipegi.com/travel/wp-content/uploads/2014/04/Foto-2-Pemandangan-Malam-Indah.jpg"][/caption] Salah satu hal yang amat sulit dijumpai di Jakarta di malam hari adalah pemandangan bintang. Tentu ini merugikan orang seperti saya yang amat suka menikmati malam bertaburan bintang. Dulu sewaktu saya kecil, saya dengan mudah menyaksikan bermilyar-milyar bintang di langit Jakarta. Diantara langit Jakarta yang hitam pekat, hamparan bintang-bintang itu ibarat kilauan mutiara. Berkerlap-kelip indah. Pelajaran IPA tentang pengenalan rasi bintang bisa dengan mudah kita lihat kenyataannya di langit sana. Kini amat susah menyaksikan bintang-bintang di langit Jakarta. Entah apa penyebabnya. Apakah karena langit Jakarta yang terlalu banyak polusi ataukah pendaran cahaya lampu-lampu kota yang demikian masif. Yang jelas kini kalau bisa menyaksikan bintang di langit Jakarta serasa jadi sesuatu yang istimewa. Tapi ada tempat di Jakarta dimana kita bisa menyaksikan dengan puas panorama bintang di angkasa. Silakan ke pulau-pulau kecil di teluk Jakarta. Di Kabupaten Kepulauan Seribu yang masih termasuk wilayah Jakarta itu, kerlap-kerlip milyaran bintang masih bisa kita saksikan. Ini seperti saya saksikan di Pulau Pari. Sewaktu ada acara kantor ke pulau itu sekitar satu tahun lalu, saya merasa takjub dengan pemandangan langit. Di malam di Pantai Perawan pulau itu, langit demikian hitam pekat. Air laut demikian tenang. Bermilyar-milyar bintang, dengan gugusan galaksi entah apa namanya, terhampar di depan mata. Kesimpulan saya, barangkali kemegahan pemandangan bintang di malam hari bisa kita saksikan di kota-kota kecil dan di pedesaan. Dugaan saya ini disebabkan langit di tempat tersebut masih bersih dari polusi dan terjaga dari pendaran lampu-lampu. Dan percayalah, drama kemegahan panorama bintang itu akan lebih dahsyat bila kita menyaksikan di atas gunung. Saya teringat saat pendakian ke Gunung Rinjani pada 2010 lalu. Setelah mencapai puncak Anjani di ketinggian 3.726 meter di atas permukaan laut, rombongan kami turun ke tepian Segara Anak yang merupakan kaldera letusan Rinjani. Dua malam kami bermalam di Segara Anak. Saat malam, dingin menggigit kulit. Deru letusan Gunung Barujari dan desau angin yang menghantam tebing-tebing gunung menjadi melodi alam yang begitu indah. Semuanya makin sempurna dengan pemandangan langit. Di kepekatan malam, saya menyaksikan pemandangan langit dengan hamparan bintang-bintang di atas gunung itu demikian dekat, akrab. Cahaya bintang-bintang itu berkelap-kelip,berpendar-pendar. Magis. Dan saya terbuai. Saya menyukai pemandangan langit dengan panorama bintang-bintang. Menikmati bentangan langit dengan bintang-bintang dan gugusan galaksi itu bagi saya bisa menjadi sesuatu yang personal. Saat menatap milyaran bintang lekat-lekat, diri seolah bisa terlempar ke suatu tempat entah dimana. Mungkin serasa berada di salah satu sudut semesta alam yang mahaluas. Sendirian. Kecil. Tak berdaya. Luruh. Sirna. []
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI