Mohon tunggu...
Amirudin Mahmud
Amirudin Mahmud Mohon Tunggu... Pendidik dan pemerhati sosial-politik

Penulis Buku "Guru Tak Boleh Sejahtera" Bekerja di SDN Unggulan Srengseng I Indramayu Blog. http://amirudinmahmud.blogspot.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Belajar Tak Harus di Kelas

27 Oktober 2017   09:22 Diperbarui: 27 Oktober 2017   09:56 1849
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Di akhir era kurikulum KTSP, di sekolah saya dialokasikan waktu untuk pengembangan diri bagi peserta didik. Siswa diarahkan, dibimbing dan dilatih untuk mengggali dan mengembangkan bakat yang dimilki. Bakat yang digali bisa bersifat akademik atau non akademik. Ada ketrampilan, olahraga, pengembangan bahasa, juga kesenian. Siswa dapat memilih apa yang akan dikembangkan. Mereka memilih berdasarkan apa yang disukai. Diharapkan dibalik sesuatu yang disenangi itu terpendam bakat, potensi yang bisa dikembangkan secara maksimal. Seperti pendapat  S.C Utami Munandar, bakat atau aptitude dapat diartikan sebagai sebuah kemampuan bawaan dari seseorang yang mana sebagai potensi yang maish perlu untuk dikembangkan lebih lanjut dan dilatih agar dapat mencapai impian yang ingin diwujudkan.(http://dosenpsikologi.com)

Hari yang dipilih adalah Sabtu. Pilihan hari Sabtu bukan tanpa alasan. Sabtu adalah penghujung minggu. Dari Senin hingga Jumat, siswa belajar dengan keseriusan cukup. Pembelajaran di akhir pekan diupayakan sedikit santai, plus lebih menyenangkan. Maka Sabtu dipilih sebagai hari untuk pengembangan diri anak didik. Kegiatan pengembangan diri dilakukan relatif berbeda dengan belajar pada hari biasa. Guru sering kali mengajak siswa ke luar kelas. Terlebih pengembangan diri dalam bidang olahraga. Ini yang menjadikan situasi sekolah lebih ramai. Sedikit tak beraturan.

 Satu saat, saya mengabsen peserta didik di hari Sabtu tersebut. Ada beberapa anak yang kerapkali tak masuk saat kegiatan pengembangan diri itu. Saya menanyakan ke mereka, kenapa sering absen? Ada jawaban menarik yang saya temukan. Salah satu anak menjawab, ini Sabtu pak. Khan tak ada pelajaran. Tidak belajar seperti hari biasanya. Jadi, sebagian teman memilih di rumah, tak sekolah. Saya termenung sejenak mendengarnya. Tearkejut juga. Saya berusaha menafsirkan apa yang diucapkan siswa itu. Saya berasumsi ada yang salah dalam memahami cara belajar. Belajar diartikan selalu di kelas. Padahal tidak. Belajar tak melulu di dalam kelas.

Sama dengan persepsi anak, salah satu wali murid juga pernah mendatangi sekolah. Dia menanyakan kenapa setiap hari Sabtu anak-anak tidak belajar? Informasi diperoleh dari laporan anaknya yang tak berangkat sekolah setiap hari Sabtu. Guru pun menjelaskan duduk permasalahan yang sebenarnya. Benar dugaan saya,  ada kesalahan dalam memahami cara belajar. Kesalahan juga tercermin dalam memahami makna ruang belajar atau kelas.

Menurut Munif Chatib dan Irma Nurul Fatimah dalam bukunya Kelasnya Manusia  menagaskan bahwa ruang kelas itu seluas samudra. Kelas itu bukan hanya bangunan balok atau kubus yang memilki ukuran ruangan 7 X 7 atau 8 X 8 meter persegi, serta memilki pintu masuk dan jendela-jendela. Mengacu filosofi Lao Tzu, seorang filusuf Cina ruang dipahami  tak sekadar sebidang tanah  yang dibatasi dingding dan atap, melainkan tempat untuk beraktivitas  dan tak ada ukuran tertentu untuk menentukan ruang itu. Apabila konsep Lao Tzu ini diterapkan pada sekolah sebagai tempat belajar, sesungguhnya setiap lingkungan itu adalah ruang belajar. Setiap tempat bisa menjadi kelas.Tak terbatas hanya pada dingding-dingding kelas.

Belajar bisa dilakukan dimana saja.  Sebaiknya ruang belajar menyesuaikan dengan materi ajar. Mengajarkan tentang menanam padi maka sawah dan ladang menjadi ruang belajar yang sangat cocok. Belajar tentang pemerintahan desa, tentu kantor desa adalah kelas yang paling ideal untuk itu. Mempelajari ikan, siswa lebih tepat diajak ke kolam ikan atau laut. Karena itu merupakan kelas yang tepat digunakan untuk pembelajaran tersebut. Melatih bermain bola pada peserta didik, pasti guru akan membawa mereka ke lapangan. Begitulah seterusnya.

Kelebihan belajar di luar

Belajar di luar ruangan kelas disamping sangat menarik juga menyenangkan. Ada beberapa kelebihan yang tak diperoleh oleh peserta didik saat belajar di dalam kelas. Diantara kelebihan belajar di luar kelas  antara lain, pertama, menghindari kejenuhan peserta didik dalam mengikuti pembelajaran. Belajar di luar kelas bisa memecah suasana. Di kelas, peserta didik dihadapkan pada benda-benda yang sama setiap harinya. Ada papan tulis, lemari, rak buku, bendera, poster, meja, dan kursi. Terlebih jika benda-benda itu tidak ditata secara baik, anak didik akan cepat merasa bosan. Ditambah lagi jika kehadiran guru tidak menarik, kegiatan belajar mengajar tidak menyenangkan maka kelas ibarat penjara bagi siswa-siswi.

Belajar di luar kelas membuat suasana menjadi baru. Lebih menarik. Lebih segar. Anak-anak keluar dari rutinitas yang dilakoni dalam kelas setiap hari. Banyak hal baru yang ditemukan di luar kelas yang dapat memotivasi semangat belajar peserta didik. Sehingga diharapkan mereka bisa memahami pembelajaran lebih cepat. Peserta didik terbebas dari sekat ruang yang mebatasi. Di luar kelas, area belajar lebih luas. Siswa bebas bergerak. Mereka tak terikat dan terbatasi oleh benda-benda yang ada dalam kelas.  Pikiran menjadi terbuka. Hati pun bergembira.

Kedua,belajar di luar ruangan kelas sejatinya memberikan pengalaman langsung di lapangan. Pembelajaran tak sebatas retorika dan teori. Belajar lebih cepat dipahami karena diujicobakan, diperagakan dan dipraktekan. Mempelajari sesuatu dari tempat atau sumber asalnya. Contoh mempelajari pertanian dari petani di sawah. Belajar perdagangan dari pedagang di pasar. Belajar mengemudi dengan turun langsung di jalan raya membawa mobil. Begitu seterusnya. Belajar menjadi muda, praktis serta menyenangkan.

Ketiga,Belajar di luar kelas itu lebih bebas. Tak terikat dengan aturan baku yang biasa dikenal dengan tata tertib sekolah. Peserta didik lebih bebas berekspresi. Menuangkan gagasan. Mencoba segala hal. Mempraktekan yang diajarkan. Lingkungan (baca:alam luas) menyampaikan banyak pesan. Lingkungan berbicara tetang banyak fakta dan teori. Peserta didik menyaksikan semua secara langsung dan nyata. Tak ada rekayasa. Mengalir apa adanya. Sungguh, luar biasa. Peserta didik dapat menikmati kebebasan dalam menggali potensi diri, belajar dari kehidupan nyata yang disaksikannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun