Mohon tunggu...
Amiruddin Zahri
Amiruddin Zahri Mohon Tunggu... -

menulis adalah hal yang menyenangkan dalam keseharian saya.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Akhirnya Ku Mengerti

19 Januari 2015   00:59 Diperbarui: 17 Juni 2015   12:51 54
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Datang dan pergi memang sebuah siklus kehidupan yang terus berputar tanpa henti. Terkadang secara tiba-tiba kita akan bertemu dengan orang baru dan selanjutnya dia sering mengisi hari-harimu, membahagiakanmu, membuatmu berarti buatnya, dan akhirnya kalian merasa saling memiliki. Ketika semuanya sudah dirasa sempurna, terkadang kebahagiaan itu harus diakhiri. Keyakinanmu terus bisa bersamanya menjadi pupus. Ia tiba-tiba meninggalkan hidupmu untuk selamanya. Lalu, disebut apakah ketika seseorang hanya pergi sementara dan tiba-tiba mengganggu hidupmu lagi?

Pertanyaan itu belum bisa aku jawab. Sekarang aku mengalami masa di mana seseorang yang pernah membuatku salah tingkah, membuatku semangat kuliah, dan orang yang bisa membuatku berdebar bila di dekatnya, kini kembali hadir dalam kehidupanku. Aku perlu lagi berkenalan siapa namanya dan apa hobinya. Aku menyambutnya lagi dengan kebahagiaan dan tanpa berfikir hasil akhirnya nanti seperti apa.?

****

Namaku Putri, akrab dipanggil Puput. Aku sekarang sedang Praktek Kerja Lapangan (PKL) di salah satu stasiun tv swasta di Jakarta. selain itu, aku juga sedang mengerjakan skripsi. Akhir-akhir ini dosen pembimbingku sering menghubungiku untuk segera menyelesaikan tugas akhirku itu. Sayang, waktunya terbatas. Tuntukan pekerjaan yang padat membuatku tidak bisa konsentrasi mengerjakan skripsi.

Ketika aku sedang terdiam di jendela kamarku. Sambil menatap bulan purnama dan langit bertaburan bintang, aku teringat dengan satu peristiwa di tanggal 29 November 2014. Tanggal yang membuatku menyadari banyak hal. Memahami sesuatu yang terpendam dan akhirnya aku jadi mengerti apa yang harus aku lakukan.

Waktu itu Jakarta sedang diguyur hujan cukup deras. Aku ragu terhadap lelaki yang menjanjikan akan mengajakku nonton Jakarta Blues Festival di Hall Basket Senayan. Namanya, Helmy. Dia sudah seminggu ini mulai lagi menghubungiku. Memberikan perhatian tentang skripsiku dan seperti dulu. Berbicara tentang apa kabarku, sedang apa aku, dan sudahkah aku sarapan, makan siang, makan malam, dan mengucapkan selamat tidur ketika mengakhiri obrolan kita di sosial media.

Ternyata dugaanku salah. Dia tetap memenuhi janjinya untuk menjemputku di kantor tepat pukul 5 sore. Di tengah guyuran hujan yang mulai reda, aku langkahkan kaki menuju mobilnya. Senyum manis itu kembali ku nikmati. Senyum yang membuat dadaku selalu berdesir. Aku jadi lupa atas apa yang dia lakukan ketika tiba-tiba dulu menghindariku tanpa sebab. Kebencianku seakan ikut hanyut bersama daun kuning yang mengikuti arus air menuju gorong-gorong jalanan.

“Hai, langsung ke Senayan apa perlu makan dulu?” tanyanya sebelum menyalakan mobil.

“Sebaiknya langsung ke tempat, aku baru saja makan. kayaknya kita bakal telat,” balasku dan dia mengangguk.

Sepanjang jalanan, aku hanya bisa menyaksikan kabut yang menyamarkan orang-orang berpayung, pedagang asongan, dan polisi yang mengatur lalu lintas. Aku juga tak sempat merasakan dinginnya kaki-kaki kecil itu kedinginan mengantarkan setiap orang yang menyewa payungnya. Akan tetapi, aku merasakan kebahagiaan yang tiada tara berada di samping lelaki yang ku kagumi. Aku bahkan jadi canggung walau hanya ngobrol ringan.

“Bagaimana pekerjaanmu, ada kendala?”

“Ah, biasa saja. Namanya kerja pasti selalu menemui masalah”.

Hanya itu obrolan yang bisa kita buka. Selanjutnya, aku memilih diam hingga sampai ke lokasi. Dia juga tidak membuka obrolan lagi, bahkan cenderung serius mengemudikan mobilnya. Tanpa sengaja memperlambat laju, aku melihat spedometernya hanya menunjuk angka 20-30 km. Jakarta benar-benar tidak bisa diandalkan untuk urusan tepat waktu.

****

Sangat menyenangkan. Itulah kesanku usai menonton Jakarta Blues Festival itu. Bukan karena aku menyukaipertunjukan itu. Kalian tentu tahu, kebahagiaanku terletak pada sosok Helmy yang tadi selalu menggenggam erat tanganku. Ia bahkan mencoba menghangatkanku dengan jaket yang diselimutkan ke tubuhku. Udara dingin tetap menyelinap masuk ke tubuhku. Akan tetapi, perhatian dia mampu mengalihkan rasa itu menjadi kehangatan. Tiba-tiba aku sadar telah senyum-senyum sendiri.

“Kita makan dulu yuk,” ajaknya. Aku menurut saja kemana pun ia membawaku. Rasanya, seperti bunga yang mulai bermekaran usai musim semi tiba. Daun-daun kembali tampak hijau menyala. Ibarat musim hujan di hari pertama yang menimbulkan efek harum tanah yang menyengat hidung.

Kita pun akhirnya mencari tempat makan. Jangan bayangkan kami makan di sebuah cafe atau tempat makan cepat saji. Helmy mengajakku makan di warung pecel lele yang biasa berdiri di pinggir jalanan. Aku tak mempermasalahkan pilihannya, lagi pula selalu bersamanya sudahlah cukup melebihi apa pun.

Selesai makan, dia mengantarkanku pulang. Entah angin apa yang mendorongku untuk mengingat kembali peristiwa masa lampau. Masa ketika aku berani mengatakan bahwa aku menaruh hati padanya. Setelah itu, dia pelan-pelan menghindariku. Bahkan selanjutnya ia seperti tak mengenalku. Kita dulu memang sahabat dekat, selalu bersama untuk hal-hal tugas kuliah atau obrolan personal.

Pertanyaan tentang hadirnya kembali dia di kehidupanku mulai ku pikirkan. Perjalanan menuju Citayam bukan waktu yang sebentar. Helmy harus mengurai kemacetan di sepanjang jalan raya pasar minggu, lenteng agung, hingga margonda dan memasuki jalan dua arah di daerah Citayam. Aku mengumpulkan keberanian diri untuk mengungkapkan kembali perasaanku. Lebih tepatnya aku bertanya apa yang membuatnya kembali menyapaku.

“Kalau boleh tahu, apa arti semua ini?” tanyaku padanya.

Ia tidak langsung menjawab. Ia pandangi wajahku lekat dan kembali menatap ke depan. Aku sudah menunggu, tapi dia seperti mencari waktu yang pas untuk berbicara. Pelan-pelan mobilnya ia arahkan ke tepi jalan. Lalu mobil itu berhenti di kawasan menuju persimpangan ke Universitas Indonesia dan Margonda.

“Sorry ya Put, gue selama ini hanya menganggap hubungan kita tak lebih dari persahabatan,” hatiku membeku mendengar pengakuan itu.

Apa maksudnya semua ini. Apabila kebersamaan kita ini hanya persahabatan, kenapa ia begitu perhatian padaku. Perhatian yang tak biasa. Mungkinkah karena aku jatuh cinta padanya, sehingga semua yang dilakukan ku anggap sebagai harapan untuk dicintainya. Beragam pertanyaan muncul tanpa ada jawaban.

Aku tak lagi berniat untuk menanyakan apa pun. Semuanya sudah jelas bahwa cintaku hanya bertepuk sebelah tangan. Mendengar kalimat itu saja aku sudah merasakan kekeringan yang amat dasyat di hatiku. Seperti kebakaran hutan di musim kemarau. Panasnya bertumpuk dan menimbulkan kepulan asap yang menyesakkan pernafasan.

Aku tidak bisa. Ya, aku tidak bisa bertahan bersamanya memakai topeng persahabatan. Bukan itu yang aku inginkan, bersamanya sebagai sepasang kekasih adalah keinginan terbesarku. Senyuman manis itu, mata, hidung, dan bibir serta gayanya yang mampu meluluhkan hatiku ingin ku miliki tak sekedar sebagai sahabat. Apakah dia tidak menyadari itu?

Ah, sudahlah. Sejak saat itu, aku bertekad untuk melepasnya. Melepas semua harapan bersamanya. Aku tidak ingin terbelenggu hanya karena terus memikirkannya. Semua ini memang tidak gampang. Kalian pikir, perempuan mudah begitu saja membuang rasa sayangnya? Sekalipun bibirya berucap sanggup, tetapi hatinya masih bertahan. Ketegaran yang tampak sebenarnya topeng menutupi kerapuhan jiwa.

Apabila dulu aku mempertanyakan kepergiannya. Maka detik ini, aku sudah menemukan jawabannya bahwa seseorang yang kembali mengganggu hidupku tidak otomatis akan bersamaku. Dia hanya ingin mengajariku bagaimana bisa segera melepaskan harapan masa lampau yang masih menggantung. Kini aku menyadari bahwa dia bukanlah seseorang yang dikirim Tuhan untukku. Aku harus melepasnya.

Bulan purnama yang ku saksikan di balik jendela kamar menjadi saksi hatiku bahwa kini tidak ada lagi keinginan untuk memilikinya. Aku harus fokus dengan skripsi dan karierku yang mulai mendapat tempat di televisi itu. Lusa aku sudah punya janji untuk menemui dosen pembimbingku dan melaporkan hasil bab 4 ku. Semoga semua yang ku buat dilancarkan olehnya tanpa revisi yang berarti. Tadi siang aku juga mendapat angin surga bahwa atasanku memintaku untuk memperpanjang masa PKL-nya. Awalnya aku bingung soalnya masih punya prioritas kuliah. Namun setelah ku pertimbangkan dan saran dari orang tua, aku menyanggupi untuk terus bekerja di media televisi itu.

Meskipun aku gagal mendapatkan cinta dari Helmy, seharusnya aku tak boleh gagal untuk menghadapi tugas akhirku dan karierku ke depan. Masih ada harapan untuk mewujudkan keduanya secara bersamaan. Ini semua ibarat obat penawar racun yang memang pahit rasanya, tetapi bisa menyembuhkan bahkan membuatku jauh lebih baik.

Terkadang dengan melepaskan orang yang kita sayangi akan ada kehadiran lain yang lebih membahagiakan. Dengan mengikhlaskan apa yang sudah berlalu akan mendatangkan kejutan hebat di masa mendatang. Datang dan pergi memang sebuah siklus yang tak terhindarkan. Kita tidak boleh meratapinya dengan kesedihan yang tak berkesudahan. Kenapa manusia diciptakan memiliki impian oleh Tuhan? Bisa jadi supaya kita selalu siap menghadapi siklus kehidupan yang tidak statis itu. Terimalah apa yang sudah terjadi dan apa yang kini menjadi milikmu untuk mendatangkan hal baru yang lebih membahagiakanmu nanti.

****

Cerita ini merupakan kisah nyata dari sahabatku, Putri. Semoga dia bisa mendapatkan lelaki yang menyanyangi dan menunjang kariernya untuk lebih baik. Putri sahabatku, masih banyak harapan yang bisa kamu lakukan untuk menemukan seseorang yang kamu cintai dan mencintaimu. Semangat!!!

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun