Yang menjadi pertanyaan besar terkait wacana Wisata Halal di Bali adalah Wisata Halal seperti apa yang dimaksudkan? Apakah hanya terkait makanan halal saja? Apakah atraksi-atraksi kebudayaan yang disuguhkan di Bali harus halal? Apakah hotel-hotel di Bali harus menerapkan prinsip syariah? Dan hal-hal yang sejenisnya layaknya membuat suasana wisata di Bali seolah seperti di kawasan Arab? Ataukah yang lainnya lagi? Atau yang bagaimana?
Wisata halal yang dimaksud apakah dalam konteks khasanah keislaman di Arab Saudi, Iran, Irak, Pakistan, Afganistan, Yordania, Mesir, ataukah Negara mayoritas muslim lainnya? Atau Wisata Halal dalam konteks khaszanah keislaman di Indonesia dalam harmoni Bhinneka Tunggal Ika?
Apalagi dalam ranah keislaman di Indonesia sendiri terdapat perbedaan pendapat terkait penjabaran dan penerapan diksi halal dalam kehidupan pada umumnya. Ada kalangan yang berpendapat bahwa musik dan seni adalah halal, tapi ada juga yang mengharamkannya. Ada pihak yang bersikeras bahwa batasan halal dalam berpakaian adalah A,B, C sedangkan D, E, F adalah haram, ataupun sebaliknya. Demikian seterusnya, banyak lagi yang lainnya.
***
Dari tiga pertimbangan di atas saja, saya bisa memaklumi jika Bali menolak wacana adanya Wisata Halal. Tanpa adanya wisata halal pun, Bali tetaplah destinasi wisata yang ramah pada pengunjung muslim. Apalagi di Bali sendiri sudah banyak penduduk beragama Islam yang beraktivitas tanpa halangan apapun terkait agamanya.
Biarkanlah Bali apa adanya sesuai kehendak penduduk setempat. Bagi turis atau pengunjung yang datang ke Bali, mereka bisa memilih sendiri apa yang hendak dikunjungi, dilihat ataupun dinikmati. Yang mau sesuai dengan pemahaman agamanya dipersilahkan memilah dan memilih sesuai keinginannya. Tidak perlu memaksa Bali untuk khusus menyediakan hal-hal tertentu bagi pihak-pihak tertentu dengan alasan apapun itu.
Biarkanlah Bali sesuai dengan takdirnya. Toh hal tersebut adalah takdir dari Tuhan Yang Maha Pencipta. Salam Cinta Indonesia, hamparan surga di dunia ini.