Mohon tunggu...
Amirul Huda
Amirul Huda Mohon Tunggu...

Pria yang menyukai buku, kartun, musik pop, rock progressif, jazz, blues dan religi. Juga menyukai alam, internet, dan (sedikit-sedikit) sastra. Serta penikmat kopi, khususnya Kopi Lampung. Chelsea, Barcelona dan Internazionale Milan adalah klub favoritnya.

Selanjutnya

Tutup

Catatan

Ideologi dan Utopia Menurut Karl Mannheim

1 September 2010   23:15 Diperbarui: 26 Juni 2015   13:31 2038
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Banyaknya perbedaan cara pandang dan cara penulisan di kompasiana dalam menilai suatu masalah membuat saya tertarik untuk membaca kembali buku lama saya. Saya teringat akan buku karya Profesor Karl Mannheim, Ideology and Utopia: An Introduction to the Sociology of Knowledge.

Mengapa buku tersebut yang saya ingat? Karena buku tersebut memaparkan analisis yang tajam tentang sosiologi pengetahuan. Mannheim mengatakan bahwa pengetahuan itu tidak obyektif dan universal, tapi pengetahuan itu bersifat sosial, politis dan historis. Sederhananya, pengetahuan seseorang itu berkaitan erat dengan cara hidup dan tempat seseorang yang bersangkutan. Karena itu pengetahuan selalu terkait dengan kepentingan-kepentingan subyektif seseorang. Itulah mengapa seseorang bernama A lebih memandang perang dengan Malaysia (misalnya) itu perlu, sedangkan si B berpendapat sebaliknya. Padahal mereka dari tempat yang sama dan pendidikan yang sama. Tetapi karena pengalaman dan kepentingannya berbeda, maka terjadilah perbedaan perspektif tesebut.

Dalam bentuk krisis sosial seperti banyak terjadi sekarang ini ada kelompok yang berkepentingan mempertahankan kondisi sosial yang mapan, pemikiran mereka inilah yang disebut pemikiran yang bersifat ideologis. Sedangkan kelompok yang dimaksud utopia menurut Mannheim adalah wujud pemikiran dari kelompok yang menghendaki perubahan sosial dengan merobohkan tatanan sosial yang ada. Sayangnya kelompok seperti ini sering mendapat cap negatif, seperti subversif, pemberontak dan sebagainya. Dalam kasus-kasus seperti di kompasiana mereka sering dikatakan gila, sok, aneh dan lainnya hanya karena berbeda pandangan.

Belajar dari buku tokoh sosiologi pengetahuan ini kita akan belajar untuk tidak mengingkari kebenaran-kebenaran pemikiran atau pengetahuan orang lain, yang tidak sesuai dengan perspektif pemikiran kita. Kita akan belajar bagaimana memahami perspektif orang lain. Itulah salah satu sikap demokratis yang kreatif dalam menilai perbedaan yang harus kita lakukan. Tidak merasa benar sendiri tapi memberi ruang untuk pandangan orang lain. Jika kita sudah menghargai pandangan orang lain, maka dengan mudah kita akan mengucapkan, "pendapat saya menurut saya benar, tapi bisa jadi pendapat anda tidak salah." Pengetahuan seseorang selalu terkait dengan latar sosiologisnya, pendidikan dan kepentingan dan sebagainya. Mengenali latar belakang seseorang akan sangat membantu dalam mengetahui pemikiran mereka. []
Wafauqa kulli dzi 'ilmin 'aliin.

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun