Sowan bukan perbudakan. Itu adalah adab. Bukan pengkultusan, tapi pengakuan. Seorang kiai tidak dibayar negara. Tidak digaji seperti rektor. Tidak punya tunjangan pensiun. Ia hanya punya doa dan pengabdian. Dan santri, dengan kesadaran penuh, memberi tanpa paksaan. Tidak ada mekanisme pungli. Yang ada hanyalah ketulusan.
Lalu soal amplop santri, itu diberikan dengan kesadaran, bukan dengan syarat. Jumlahnya? Tidak seberapa. Tidak ada artinya jika dibandingkan dengan ongkos bimbingan skripsi, biaya tesis, sampai harga toga yang konon harus dibeli hanya agar bisa bersalaman dengan rektor di panggung wisuda. Sedangkan amplop santri yang diberikan tanpa pamrih kepada kiai yang saban malam bangun untuk mendoakan santrinya justru dipelintir sebagai eksploitasi.
Ironi, tapi itulah ciri paradoks zaman kita: tidak bisa membedakan antara adab dan feodalisme. yang ikhlas dianggap bodoh, yang transaksional dianggap modern. Padahal, yang satu mengajarkan adab, yang lain menjual gengsi. Dan Trans7, dalam kekeliruannya, gagal membedakan keduanya.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI