Mohon tunggu...
Amirani Soraya
Amirani Soraya Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Pelajar

Selanjutnya

Tutup

Gadget

Kejahatan Siber: Tren yang Mengancam

30 Juni 2020   20:30 Diperbarui: 30 Juni 2020   20:30 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

“Di era Revolusi 4.0 saat ini, kedaulatan sebuah bangsa tidak hanya terletak pada penguasaan wilayah darat, laut, dan udara saja, tetapi juga wilayah siber” tegas ketua DPR Bambang Soesatyo (Bamsoet).

Business Software Alliance (BSA) mengungkapkan bahwa Asia Pasifik merupakan wilayah dengan tingkat penggunaan software ilegal tertinggi di dunia. BSA juga mengungkapkan bahwa 83 persen software yang beredar di Indonesia adalah ilegal atau bajakan. BSA juga menyatakan bahwa pemakaian software bajakan pada komputer sangat rentan terhadap risiko serangan cyber dan malware.

Selain itu survei BSA mengungkapkan korelasi antara penggunaan software bajakan dengan malware, memiliki risiko dan ancaman keamanan yang sangat merugikan. Penyebarluasan software secara ilegal dapat merugikan produktivitas suatu merk software serta dapat merusak reputasi merk tersebut.

Tarun Sawney, Direktur Senior BSA, Penegakan - APAC mengungkapkan: “Sangat mengkhawatirkan bahwa 45 persen konsumen yang disurvei mengatakan organisasi mereka tidak memiliki kebijakan tentang penggunaan perangkat lunak bajakan atau yang tidak mereka ketahui - yang lebih buruk daripada survei 2015 . Selain itu, 25 persen perusahaan tidak memiliki kebijakan tentang karyawan yang membawa dan menginstal perangkat lunak mereka sendiri, yang secara signifikan meningkatkan tingkat infeksi malware perusahaan.”

Berdasarkan penelitian Frost & Sullivan yang diprakarsai Microsoft pada 2018, kejahatan siber di Indonesia bisa menyebabkan kerugian mencapai Rp 478,8 triliun atau 34,2 miliar dollar AS. Sementara itu, untuk tingkat Asia Pasifik, kerugiannya bisa mencapai 1,745 triliun dollar AS atau lebih dari 7 persen dari total pendapatan domestik bruto (PDB) kawasan Asia Pasifik yang mencapai 24,33 triliun dollar AS

Sementara itu Pusat Operasi Keamanan Siber Nasional (Pusopskamsinas) Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) mencatat mencatat 88.414.296 serangan siber telah terjadi sejak 1 Januari hingga 12 April 2020. Adapun serangan siber tersebut berupa pencurian data, akses ilegal (pembajakan), hacking dan kracking, carding, defacing, cyber squatting, cyber typosquatting, penyebaran konten ilegal, dan sebagainya.

Serangan tersebut tidak boleh dianggap remeh, apalagi tren dunia ke depan tak bisa dilepaskan dari internet dan transformasi teknologi informasi. Berdasarkan survei Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia, perngguna internet di Indonesia pada tahun 2018 sudah mencapai 171,18 juta jiwa atau 64 persen dari total jumlah penduduk. Karenanya pondasi keamanan dan ketahanan siber perlu diperkuat melalui undang-undang. Jika tidak, lambat laun dapat menjadi pemicu terganggunya stabilitas perekonomian Indonesia.

Wilayah siber merupakan wilayah yang dapat dikatakan bebas akan batasan, namun tidak semua hal yang terdapat di wilayah siber dapat dikonsumsi secara bebas oleh publik. Tidak sedikit dari mereka yang sifatnya privat, yang mana untuk dapat mengkonsumsinya seseorang harus melakukan kegiatan transaksi terlebih dahulu, mereka dibeli dan dikonsumsi oleh konsumen individu atau perusahaan untuk kebutuhan atau keuntungannya sendiri.

Maraknya kejahatan siber sekilas dianggap sebagai sebuah tren di masyarakat. Kejahatan siber merupakan tren, yang sekaligus mengancam. Tidak menutup kemungkinan, jika nantinya kejahatan siber yang selama ini dianggap sebagai tren oleh rakyat, kedepannya bisa menjadi bumerang ancaman bagi setiap individu, perusahaan bahkan suatu negaraterutama bagi negara Indonesia.

“Makanya, tak tertutup kemungkinan suatu saat nanti aktivitas siber Indonesia tiba-tiba diserang. Jaringan telekomunikasi dan internet mati total, digital perbankan kacau, radar militer maupun penerbangan sipil tidak bisa digunakan” tegas Bamsoet.

"Bahkan, yang lebih mengerikan, alat tempur seperti pesawat dan kapal selam di-remote dari luar negeri untuk melakukan serangan seperti melempar bom tanpa bisa dikendalikan oleh kita. Hal seperti itu bisa saja terjadi," tegas Bamsoet.

Dalam hal ini ketegasan kebijakan hukum di muka publik sangatlah penting. Dengan adanya kebijakan di tingkat undang-undang, diharapkan pelaksanaan kekuasaan pemerintah di bidang keamanan dan ketahanan siber dapat selaras dengan penghormatan hak asasi manusia, kemandirian dalam inovasi ilmu pengetahuan dan teknologi, serta pemajuan perekonomian nasional.

Edukasi akan pentingnya berlaku bijak di wilayah siber serta pengertian akan HAKI juga diperlukan oleh masyarkat yang mana tidak menutup kemungkinan beberapa dari mereka merupakan pelaku kejahatan siber yang perlu dipantau dan dikendalikan agar kerentanan yang mengancam publik tidak menambah besar.

Masyarakat juga perlu menyadari bahwa kejahatan siber bukanlah sesuatu yang dapat dikatakan sebagai tren melainkan sesuatu yang dapat mengancam kehidupan orang banyak, dan tentunya hal tersebut sangatlah bersifat merugikan. Mungkin pada awalnya terkesan menguntungkan, namun keuntungan tersebut bersifat sementara.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Gadget Selengkapnya
Lihat Gadget Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun